Opini

Petani Patah Hati karena Impor Garam

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Desi Wulan Sari, M.,Si. (Pegiat Literasi dan Pengamat Sosial)

wacana-edukasi.com– Lagi-lagi kabar tak sedap diterima para petani garam negeri ini. Karena tepat di bulan ini merupakan realisasi dari keputusan pemerintah di bulan Maret 2021 terkait impor 3 juta ton garam. Bukan tanpa sebab, petani garam saat ini sedang harap-harap cemas jika impor ini kebutuhannya melebihi kuantitas yang dibutuhkan dengan alasan kualitas yang membuat petani mengalami kerugian.

Seperti yang dilansir dalam media nasional merdeka.com, 21/3/2021, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa pemerintah telah memutuskan untuk mengimpor garam. Dukungan impor garam tersebut sudah termasuk dalam UU Cipta Kerja. Dijelaskan beliau bahwa Presiden Joko Widodo sempat marah saat mengetahui kualitas garam rendah sehingga tidak memenuhi standar industri. Jokowi juga menyoroti rendahnya produksi garam nasional sehingga impor selalu menjadi jalan yang paling mudah dilakukan. Semua belum ada jalan keluarnya.

Melihat problem petani di atas sebenarnya pemerintah telah mampu mendeteksi masalah-masalah yang dialami petani garam. Namun, hingga kini belum ada kesungguhan kebijakan negara untuk mengatasi masalah yang berulang ini. Persoalan kuantitas dan kualitas bisa diatasi asalkan ada kemauan kuat politik untuk swasembada, sehingga mampu membawa petani garam pada level sejahtera dalam bidangnya. Masalah impor di negeri yang kaya akan alam garamnya ini tidak akan pernah terjadi, jika sistem kapitalis yang ada hanya berusaha mengeksploitasi produksi saja, tetapi bukan mensejahterakan dan mencerdaskan para petaninya agar mampu bersaing dengan pasar global.

Hari ini rakyat lebih membutuhkan aksi nyata, bukan hanya sekedar retorika semata. Tetapi mustahil jika sistem kapitalis masih memiliki andil besar dalam mengatur perekonomian negara ini. Berbeda dengan sistem Islam Kaffah, dimana sistem ekonomi Islam digunakan dalam menngatur produksi dan hasil sumber daya alamnya dikelola negara secara mandiri, bukan diswastanisasi. Para petani dalam sistem Islam akan mendapatkan jaminan dan perhatian dalam mengolah produksi pertanian rakyat dan tambang negara beserta SDA yang dimiliki dengan kontrol penuh pemimpin umat. Khalifah memastikan kesejahteraan para petani harus terwujud dengan memberikan pendidikan yang baik, membuka lebar ekspor hasil alam para petani, dan melindungi para petani terhadap produksi yang dihasilkannya dari ancaman asing yang dapat merusak tatanan perekonomian mereka.

Sebab, profesi petani dalam Islam memiliki tempat tersendiri. Dalam sebuah riwayat Muslim tentang keutamaan berladang disebutkan, terlebih bila pekerjaan itu dilakukan oleh seorang Muslim. Suatu saat, Rasul bertemu dengan Ummu Basyar al-Anshariyah di kebun kurma. Rasul memanyakan, milik siapakah kebun ini dan siapa yang menanam ratusan pohon kurma tersebut. “Muslim atau non-Muslimkah ia?” kata Rasul. Ternyata, jawabannya adalah Muslim.

Dalam riwayat tersebut Rasul mengungkapkan pahala yang menyertai peladang Muslim tersebut. Bahwa, tidak ada ganjaran yang lebih pantas bagi seorang Muslim yang menanam tanaman, dan bermanfaat bagi makhluk hidup kecuali akan tercatat sebagai sedekah baginya hingga hari kiamat kelak. Tidak heran bila tak sedikit kalangan Anshar ataupun Muhajirin yang menyibukkan diri dengan bertani atau berladang. MasyaAllah.

“Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan maka Kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak.” (QS al-An’am [6]: 99).

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang Muslim yang bercocok tanam, kecuali setiap tanamannya yang dimakannya bernilai sedekah baginya, apa yang dicuri orang darinya menjadi sedekah baginya, apa yang dimakan binatang liar menjadi sedekah baginya, apa yang dimakan burung menjadi sedekah baginya, dan tidaklah seseorang mengambil darinya melainkah itu menjadi sedekah baginya.” (HR Muslim)

Begitu besar negara mengayomi para petani di negeri muslim. Tidak akan ada kata petani yang patah hati karena hasil produksi garamnya tidak tersalurkan akibat impor jutaan ton yang masuk di negerinya sendiri. Justru petani dalam naungan sistem Islam itulah yang akan mendapatkan keberkahan di tanahnya sendiri. Dengan memiliki pemimpin yang amanah dan sayang kepada rakyatnya akan senntiasa mendidik dan mendampingi demi tercapai kemakmuran dan kemaslahatn.

Saatnya umat sadar dan kembali pada sistem terbaik yang mampu mengatasi solusi hingga tuntas terhadap masalah yang ada. Karena Islam mengatur setiap kehidupan manusia dengan syariat yang telah Allah turunkan melalui Al’Quran dan Hadist sebagai penerang jalan manusia di dunia dan akhirat. Walahu a’lam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here