Opini

PHK, Bukti Negara Gagal Menghadapi Resesi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nafeezah Syazani Alifiana (Pemerhati Kebijakan Publik Andoolo)

wacana-edukasi.com– September menjadi bulan yang buruk bagi sebagian karyawan perusahaan Starup di Indonesia, karena aksi pemutusan hubungan kerja (PHK). Perusahaan Shopee melepas sejumlah karyawan dengan alasan sebagai bagian dari langkah efisiensi yang dilakukan pada perusahaan. PHK karyawan e-commerce yang berbasis di Singapura itu mencapai 3% dari keseluruhan karyawan di Indonesia atau sebanyak 187 orang.

Sedangkan platform perdagangan aset kripto, Tokocrypto juga melakukan PHK pada 20% dari total 225 orang karyawan atau sekitar 45 orang dengan alasan perusahaannya akan melakukan perubahan strategi bisnis. Tak kalah, Indosat juga melakukan pemangkasan terhadap lebih dari 300 orang karyawannya (Tribunnews.com, 29/9/2022). Setidaknya tiga perusahaan ini menjadi ikon terjadinya PHK yang masif di Indonesia.

Terjadinya gelombang PHK dengan berbagai macam rangkaian kalimat yang menjadi alasan tiga perusahaan itu memberikan tanda bahwa musim dingin akan segera mendera. Prediksi dekatnya waktu menjelang musim dingin yang biasa dialami oleh negara pemilik 4 musim ternyata bukan hanya sebagai peristiwa alam semata melainkan juga pada aspek ekonomi.

Aspek ekonomi yang digadang-gadang akan meroket, nyatanya malah meredup. Belum pulih atau recovery dari dampak pandemi Covid-19 namun ancaman dalamnya jurang resesi efek ari perang perang Rusia-Ukraina pun telah datang menghampiri Amerika dan Eropa yang tentu saja sedikit banyak akan berdampak pula pada Indonesia, karena roda ekonomi Indonesia yang menggunakan fial money atau uang kertas pun terpengaruh oleh dollar.

Kasus PHK yang terjadi itu hanya bagian cabang dari resesi global. Dilansir dari laman resmi Otoritas Jasa Keuangan, sederhananya resesi adalah suatu kondisi dimana perekonomian suatu negara sedang memburuk, yang terlihat dari produk domestik bruto (PDB) negatif, pengangguran meningkat, maupun pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Resesi kali ini dimulai dari krisis geopolitik akibat perang yang terjadi antara Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan harga energi (minyak, listrik, bahan bakar, dll), pangan, dan logistik mahal. Karena bahan bakar mahal sehingga tentu dampaknya menjalar pada sektor pangan juga, bergeserlah pada inflasi. Jika kasus inflasi sulit diatasi yang akan dilakukan selanjutnnya adalah meningkatkan suku bunga dan mengakibatkan pada penurunan konsumsi dan daya beli, indsutri, ekspor maupun impor, semakin rumit dan menimbulkan kontraksi ekonomi dan berujung pada resesi. Itulah secara singkat penyebab resesi yang diprediksi akan terjadi tahun depan.

Beberapa pakar ekonomi berpendapat bahwa resesi 2023 hanya akan berimbas pada Amerika dan Eropa. Sedangkan Indonesia akan berada pada fase aman. Tapi faktanya masih di tahun 2022 beberapa karyawan sudah lebih dulu di PHK sebagai upaya perusahaan agar tidak gulung tikar. Tapi nasib yang ter-PHK menjadi kehilangan pekerjaan dan berdampak lagi pada keluarga di rumah sehingga keluarga pun harus menekan tingkat konsumsinya atau menurunkan konsumsi rumah tangga, bisa dikatakan lini terkecil sudah turun daya belinya. Nayatanya resesi memberi dampak juga pada stabilitas ekonomi Indonesia. Jika dibahas lebih lanjut akan sangat banyak dampak resesi yang terungkap dan sangat dalam seperti jurang mengerikan.

Resesi akan selalu ada dan ancaman resesi pun akan selalu ada selama roda ekonomi berputar dan bergerak dalam sistem kapitalisme yang bertumpu pada sektor non riil berbasis riba. Persoalan resesi dan inflasi yang keduanya berkaitan sebenarnya tak akan selesai jika dunia masih saja menerapkan sistem mata uang kertas atau fiat money yang tidak dijamin oleh komoditas berharga. Penerapan sistem ekonomi berbasis Islam memiliki cara unik dalam memimpin roda ekonomi agar tetap stabil, terhindar dari krisis dan tentu saja tidak mengakibatkan pada inflasi dan resesi. Karena sistem ekonomi Islam bertumpu pada sektor riil dan menggunakan mata uang emas dan perak yang memiliki nilai intrinsik dan nominal yang sama pada mata uang sehingga tidak akan ada manipulasi.

Selain itu, Pemerintah juga tidak boleh serta merta seenak sendiri mencetak uang yang memicu terjadinya inflasi karena terlalu banyak uang beredar. Sistem mata uang emas juga akan memelihara kekayaan emas maupun perak yang dimiliki negara tidak akan berpindah ke negara lain kecuali menjadi harga bagi barang yang tentu saja barang itu diperbolehkan secara syariat Islam. Uang emas juga memiliki kurs yang stabil, permasalahan perdagangan internasional pun akan sangat minim terjadi. Sehingga ekspor dan impor barang tidak akan memiliki kekhawatiran dan hal ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang baik.

Namun beribu sayang penerapan sistem ekonomi Islam yang luar biasa bagus itu saat ini tidak diterapkan, padahal perekonomian dunia terus saja mengalami berbagai permasalahan ekonomi. Bukankah sudah saatnya kita keluar dan meninggalkan sistem kapitalisme dan mencoba penerapan sistem ekonomi yang lebih baik?
Wallahu A’lam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 17

Comment here