Opini

PHK, Marak dalam Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ely Nurcahyanik, S.Hut. (Pemerhati Sosial)

wacana-edukasi.com, OPINI– Awal tahun 2024 ini kita akan disambut dengan badai gelombang PHK massal. Hal ini bisa jadi karena beberapa krisis seperti perang yang masih berlangsung hingga dampak perubahan iklim menjadi penyebabnya, membuat sebagian negara diprediksi jatuh dalam resesi. Perusahaan survei Resume Builder memperkirakan PHK massal diperkirakan akan terjadi pada tahun 2024. Ini didapatkan berdasarkan pengamatan lebih dari 900 perusahaan pada bulan ini.

Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) terus berlanjut . Berasal dari pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) serta industri padat karya lainnya melakukan PHK, merumahkan karyawan, bahkan ada yang tutup permanen. Mengutip catatan Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), sejak awal tahun 2023, setidaknya sekitar 7.200 buruh telah jadi korban PHK. Di mana, 700-an orang diantaranya terkena PHK karena pabrik tutup. Pabrik TPT itu berlokasi di di Jawa Barat.

Alasannya, karena tak sanggup menghadapi serbuan produk impor, baik legal maupun ilegal, ke pasar dalam negeri. Hingga menyebabkan stok pabrik dalam negeri menumpuk lalu berujung pada pengurangan produksi hingga PHK. Penyebab lain, perlambatan ekonomi di negara-negara tujuan utama pasar ekspor Indonesia, seperti Eropa dan Amerika Serikat (AS). sehingga memicu meningkatnya kekhawatiran akan terjadinya resesi. Lebih dari separuh juga mengatakan berencana menerapkan pembekuan perekrutan pada tahun 2024. Perusahaan melakukan PHK untuk mengantisipasi resesi. Sementara yang lainnya memberhentikan karyawan dan mengganti pekerja dengan kecerdasan buatan (AI).

Semua itu adalah dampak sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di dunia yang menggunakan paradigma yang kuat dialah yang menang. Juga egoisme pengusaha yang lebih megutamakan keselamatan perusahaannya dan tidak peduli dengan nasib pekerja
Fenomena PHK yang tidak ada hentinya dinegeri ini sebenarnya karena lepasnya tangan tanggung jawab negara dalam menjamin lapangan pekerjaan bagi rakyat. Di sisi lain Negara justru tidak berperan sebagai pelindung rakyat. Pengelolaan SDA oleh asing juga mengurangi peluang terciptanya lapangan pekerjaan bagi rakyat. Maraknya investasi asing membuat rakyat hanya sebagaaia buruh.

Di dalam negeri terdapat tujuh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dinilai sudah tidak “sehat” resmi dibubarkan oleh pemerintah. Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan alasan pemerintah membubarkan ke tujuh perusahaan pelat merah tersebut karena perkembangan bisnisnya tidak berjalan dengan baik. Lebih jauh, ia mengatakan bahwa pada 2024 mendatang jumlah BUMN akan di bawah 40 dari 45 yang ada saat ini, dengan 12 klaster.

Maka dari fenomena banyaknya rakyat yang di PHK, pemerintah harus memikirkan nasib para PHK ini apakah mereka mendapatkan pesangon kerja secara layak, memastikan semua pekerja mendapatkan hak mereka secara adil. Kini tingkat pengangguran semakin tinggi sehingga pemerintah harus punya solusi jitu dalam menangani ini tidak dibiarkan begitu saja karena akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi negara dan kesejateraan rakyat akan terbengkalai jika tidak segera ditangani, akan banyak terjadi kelaparan, tindak kriminal dst, pemerintah harus laporkan menyediakan lapangan pekerjaan bagi para rakyatnya.

Nyatanya Negara saat ini hanya bertindak sebagai regulator yang menerahkan ketersediaan lapangan kerja bagi rakyat kepada pihak swasta, padahal sampai kapanpun pihak swasta tidak akan mampu menjamin hal itu karena pihak swasta hanya akan mengutamakan keuntungan dalam bisnisnya, jika menghentikan pekerja jalan mereka dalam menyelematkan perusahaanya, ini akan terus di lakukan dan ini akan terus menghantui para pekerja yang terbayang-bayang PHK. Ini semua akan berakhir pada tidak terpenuhinya kebutuhan rakyat.

Akar permasalahan ini disebabkan sistem ekonomi kapitalisme yang masih diterapkan pada semua lini, apalagi kebijakan perdagangan yang menimbulkan adanya impor yang deras dari berbagai jenis barang termasuk barang tekstil, maka produk industri dalam negeri harus bersaing ketat dengan produk luar negeri karena proses impor dipermudah oleh pemerintah dan tanpa hambatan, tidak berpihak pada negara pada pengusaha lokal yang tidak cukup punya modal, padahal bakat rakyat di negeri luar biasa, sehingga produk lokal tidak bisa bersaing dengan produk impor.

Rapor merah akan terus terjadi selama sistem ekonomi kapitalisme digunakan, krisis ekonomi akan terus terjadi dan rakyat semakin sengsara.
Jelas kondisi ini berbeda jika dibandingkan dengan kondisi yang diriyah di dalam negara Islam, Islam akan menjamin kesejahteraan rakyat melalui berbagai mekanisme dalam bingkai sistem ekonomi Islam.

Salah satunya adalah menyediakan lapangan kerja dan kemampuan mengantispasi kemajuan teknologi sehingga tetap tersedia lapangan kerja bagi rakyat, akan adanya UU larangan praktik ribawi juga kebijakan yang berbasis syariah. Sebab dalam Islam laki-laki haram menganggur juga malas sehingga negara Islam akan menjalankan strategi jitu dengan turun tangan langsung memastikan semua, pengelolaan proyek yang bersifat kepemilikan umum akan di tangani negara langsung yaitu SDA yang akan membutuhkan tenaga kerja dalam jumlah besar karena kepemilikan umum tidak boleh dimiliki individu apalagi swasa, maka negara yang akan mengelola dan menditribusikan hasilnya untuk rakyat, negara tidak akan mudah mengeluarkan kebijakan impor apalagi akan bergantung pada negara lain, sehingga mampu meminimalisir penurunan akibat PHK. Wallahu a’lam bish showab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 28

Comment here