Opini

Pinjol, Bukan Anugerah Tapi Musibah

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Novianti

wacana-edumasi.com, OPINI– Indonesia termasuk dalam jajaran negara dengan utang luar negeri terbesar. Berdasarkan data International Debt Statistics (IDS) 2022 World Bank, utang Indonesia makin menggunung meski terkategorikan sebagai negara berpendapatan menengah dan rendah.

PBB sebagaimana dirilis cnbcindonesia.com (05/10/2022) sudah mengingatkan negara-negara di Asia bisa berpotensi mengalami krisis ekonomi terutama yang umumnya menanggung utang. Negara-negara tersebut akan menuju resesi ekonomi jika pemberi utang melakukan kebijakan menaikkan suku bunga.

Namun, Menkeu Sri Mulyani sering berargumen bahwa utang Indonesia masih dalam batas aman. Rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto sering kali menjadi acuan padahal ada perdebatan di kalangan ekonom tentang penggunaan standar tersebut. Utang merupakan kutukan bagi generasi berikutnya dan menjadi beban. Tetapi ada yang lain berpendapat bahwa berutang bisa menguntungkan selama digunakan untuk hal-hal produktif seperti pembangunan infrastruktur karena bisa memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi.

Ternyata doyan utang tidak hanya dianut oleh penguasanya tetapi juga rakyatnya. Dalam cara pandang sistem sekuler kapitalis, utang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Terlebih saat ini masyarakat dimudahkan dalam mengakses pinjaman utang yaitu melalui pinjaman on line (pinjol).

Data menunjukkan jumlan utang masyarakat Indonesia melalui pinjol semakin meningkat. Sejalan dengan perkembangan praktek transaksi melalui digital, masyarakat makin mudah mengakses pinjol. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat hingga Mei 2023, jumlah penyaluran pinjol tumbuh 28,11% dibandingkan tahun lalu pada bulan yang sama yaitu sebesar Rp51,46 trilliun. Dari jumlah tersebut, 38,39% merupakan pembiayaan kepada pelaku UMKM.

OJK sebagai lembaga yang mengawasi semua sektor keuangan memberikan respon positif dengan alasan tingginya pertumbuhan pembiayaan pinjol menunjukkan masyarakat semakin mudah mengakses keuangan untuk memenuhi kebutuhannya. Apalagi jika pinjaman dilakukan UMKM yang tentunya akan menggeliatkan sektor ekonomi. Berbeda dengan pinjaman melalui perbankan atau perusahaan pembiyaan yang umumnya mempersyarakatkan hal-hal yang tidak bisa dipenuhi UMKM dengan cepat.

OJK sendiri mengedukasi agar masyarakat tetap bijak dalam memanfaatkan pinjol. Negara memberikan panduan dengan mengeluarkan daftar 102 perusahaan yang sudah mendapat izin dari OJK. Harapannya tidak ada yang terjerat oleh pinjol ilegal. Bagi negara pinjol adalah karunia sehingga diberi ruang dan dilegalkan.

-Bahaya di Balik Pinjol-

Industri financial technology (fintech) khususnya perusahaan pinjaman peer to peer (P2P lending) atau dikenal sebagai pinjaman online alias pinjol memang tumbuh pesat. Asosiasi Fintech Indonesia mencatat pada 2016 hanya ada 24 perusahaan sebagai anggotanya. Pada 2023 mencapai 340 perusahaan. Dibandingkan dengan data OJK berarti lebih dari 50% belum mendapat izin dari OJK.

Ketua Aftech Pandu Patria Sjahrir mengatakan jumlah peminjam atau borrower meningkat pesat. Dari 330 menjadi 111,18 juta orang. Sedang pemberi pinjaman atau lender, dari 115 lender menjadi 1 juta per April 2023 (tempo.co.id, 08/06/2023).

Tetapi pemerintah mengabaikan fakta bahwa tidak sedikit masyarakat menjadi korban pinjol. Di antaranya ada yang depresi hingga kemudian bunuh diri. Korban-korban bisa terus bertambah karena tidak semua peminjam termasuk kelompok produktif yang memiliki penghasilan dan berpotensi untuk mengembalikan utang. Dikutip dari detik.com (28/02/2023), kelompok yang paling banyak terjerat pinjol adalah guru (42%), korban PHK (21%), ibu rumah tangga (18%) bahkan hingga pelajar (3%).

Banyaknya pinjol ilegal menunjukkan pemerintah sendiri belum mampu mengatasi menjamurnya pinjol. Per 8 Juli 2023 terdapat 429 pinjol ilegal yang masih bergentayangan di Indonesia. Pinjol ilegal tersebut dapat menjerat korban dengan mudah terutama ketika korban dalam keadaan terjepit. Apalagi dalam ekonomi makin sulit Dikutip dari detikFInance, alasan yang paling mendorong seseorang meminjam lewat pinjol yaitu untuk membayar utang, desakan ekonomi, dan memenuhi gaya hidup.

-Bahaya Riba-

Like father like son. Pepatah ini menggambarkan kondisi masyarakat sekarang di bawah penguasa yang menerapkan sistem sekuler kapitalis. Ketika penguasa tidak menggunakan agama sebagai rujukan dalam mengatur negara, rakyatnya mengikuti. Hal ini dijelaskan dalam hadis Rasulullah saw. ,” Tali ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali terputus, manusia bergantung pada tali berikutnya. Yang paling awal terputus adalah hukumnya, dan yang terakhir adalah salat.” (HR. Ahmad)

Ketika penguasa sudah melepaskan diri dari ikatan pada hukum syarak, aktivitas yang Allah haramkan seperti halnya riba justru dilindungi. Padahal zina mengundang azab yang mengerikan. Rasulullah saw. bersabda, “Jika zina dan riba telah tersebar luas di satu negeri, sungguh penduduk negeri itu telah menghalalkan azab Allah bagi diri mereka sendiri (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).

Negara yang dibangun di atas riba tidak akan pernah stabil, akan selalu mengalami krisis yang terjadi secara berulang. Kesejahteraaan dan kemakmuran yang merata tidak akan pernah terwujud. Ketentraman dan keberkahan hanyalah impian. Jika negara tukang berutang, rakyatnya ikutan doyan.

Padahal, jeratan utang dan bunganya bisa membangkrutkan peminjamnya. Tidak sedikit yang melakukan pinjaman hanya untuk gali lobang tutup lobang. Praktek ini sangat berbahaya. Diberitakan oleh Kompas.com (21/04/2022), seorang debitur melakukan gali lobang dan tutup lobang dengan melibatkan 141 pinjol. Pinjaman dari satu pinjol digunakan untuk membayar pinjaman dari pinjol lainnya yang terus meningkat nominalnya. Apalagi pinjol tersebut menetapkan bunga besar.

-Legal atau Ilegal, Tetap Haram-

Sebagai negara berpenduduk mayoritas muslim, seharusnya tidak ada ruang sedikitpun bagi praktek riba. Jangan berdalih karena menguntungkan, lantas riba dilegalkan. Legal atau Ilegal, statusnya tetap haram dan pasti merugikan. Allah mengancam bagi yang masih mempertahankan praktek riba berarti berperang dengan Allah dan RasulNya sebagaimana dalam surah Al Baqarah ayat 279 ,” Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan RasulNya akan memerangimu.”

Melegalkan pinjol justru menjerumuskan rakyat. Terlebih di alam sekuler kapitalis, dimana penilaian kesuksesan dan kebahagian selalu diukur dengan angka dan kepemilikan. Gaya hidup pamer dan hedonis yang difasilitasi oleh media sosial bisa membuat jiwa miskin meronta-ronta yang akhirnya memilih jalan pintas lewat pinjol demi memenuhi keinginan tanpa menghitung kemampuan.

Tetapi perlindungan rakyat dari praktek riba pasti tidak bisa dilakukan jika negaranya masih menerapkan sistem sekuler kapitalis. Hanya dalam sistem Islam yang menerapkan Islam secara kaffah, praktek riba baik oleh perorangan, kelompok, lembaga akan dipangkas habis. Negara pun tidak akan melakukannya misal dengan meminta pinjaman ke lembaga keuangan internasional atau negara lain dengan pinjaman berbunga. Karena sesungguhnya, negara bisa makmur dan rakyat sejahtera tanpa riba.

Artinya, pinjol akan tetap eksis bahkan makin berkembang jika sistem sekuler kapitalis tetap dilanggengkan. Jalan satu-satunya melenyapkan pinjol hingga habis sama sekali dengan menerapkan sistem Islam. Pinjol bukan anugerah melainkan musibah karenanya segerakan penegakan sistem Islam agar musibah lain tidak bersusulan dan tidak ada seorang pun terkena debu-debu ribanya sekali pun.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 71

Comment here