Oleh: Lulu Nugroho (Muslimah, Penulis dari Bandung)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkenalkan nama pinjaman daring (Pindar) untuk penyebutan pinjaman online yang legal dan berizin. OJK mengharapkan penyelenggara Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau fintech peer-to-peer lending terus memiliki citra positif di masyarakat. Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) Agusman menuturkan bahwa hal itu termasuk dalam implementasi penguatan tata kelola yang baik dan penguatan manajemen risiko penyelenggara LPBBTI.
Ia menambahkan bahwa dengan pembedaan nama branding untuk LPBBTI yang legal dengan pinjaman online (pinjol) ilegal, diharapkan dapat memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam mengidentifikasi LPBBTI yang berizin di OJK. Namun benarkah demikian? (Kumparanbisnis, 18-12-2204)
Pindar dan Pinjol, Sama
Hanya saja sebagian masyarakat tak melihatnya sebagai hal baik, meski penyebutannya diganti. Sebab telah banyak korban berjatuhan akibat pinjol. Terbaru sebuah keluarga di Kediri berusaha mengakhiri hidupnya karena tak tahan menghadapi tagihan pinjol. Kasus semacam ini banyak terjadi, apabila gagal bayar. Maka utang pun akan membengkak akibat bunga dan denda. Sedangkan penagihan yang dilakukan sangat agresif dan intimidatif, hingga peminjam depresi menghadapinya. Tak heran banyak kasus bunuh diri, setelahnya.
Hingga 29 Oktober 2024 terdapat 97 penyelenggara fintech peer-to-peer lending atau pinjaman online (pinjol). Sebanyak 97 layanan pinjol itu telah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). (Tempo.co, 28-10-2024). Sedangkan pinjol tak berizin, tentu lebih banyak lagi.
Sementara hingga Mei 2024, 129 juta orang di Indonesia meminjam uang ke fintech lending, dengan total penyaluran dana pinjaman mencapai Rp 874,5 triliun. (Detikfinance.com, 7-8-2024)
Tingginya biaya hidup dan sulitnya memenuhi seluruh kebutuhan pokok, menjadikan masyarakat beralih ke pinjol. Belum lagi kenaikan PPN awal tahun nanti, yang akan diikuti kenaikan harga barang, tentu menguras pendapatan. Pemutusan hubungan kerja (PHK) yang juga terus mendesak kehidupan masyarakat, menjadi faktor penyulit tersendiri. Alhasil Pinjol masih dianggap sebagai solusi untuk memperoleh uang cepat. Kemudahan prosesnya membuat masyarakat menjadikannya sebagai solusi bagi persoalan finansial mereka.
Islam Menghapus Praktik Ribawi
Hanya saja patut diwaspadai bahwasanya keduanya, justru bukan merupakan solusi. Baik pindar dan pinjol, memiliki kesamaan dari sisi riba, yang dimurkai Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Qur’an surah Ali Imran Ayat 130, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”.
Dampak riba telah dirasakan oleh individu dan masyarakat, memperburuk kesenjangan dan ketidakstabilan ekonomi. Karenanya masyarakat wajib menghindarinya, agar tidak terjerat praktik haram tersebut. Korbannya telah terdampak ke berbagai kalangan dan usia. Tidak hanya memutus hubungan antar manusia, tetapi juga hilang nyawa, akibat utang yang terus membengkak.
Juga terdapat sabda Rasulullah saw., “Jika zina dan riba tersebar luas di suatu kampung, sungguh mereka telah menghalalkan atas diri mereka sendiri azab Allah.” (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi dan Ath-Thabrani)
Merebaknya aktivitas ribawi, menunjukkan kegagalan sistem kehidupan hari ini, yang tidak mampu mengakomodir seluruh hak warga. Ekonomi kapitalis yang tegak di atas pondasi sekularisme, tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup. Para kapital menguasai sumber-sumber kekayaan alam, hingga tak ada lagi bagian untuk rakyat. Sekularisme menegasikan peran Allah sebagai sang Pengatur (Al-Mudabbir). Alhasil tanpa aturan agama, manusia pun menjadi hilang arah. Tak dapat lagi mengendalikan urusan rakyat.
Maka wajar jika masyarakat pun masih mengganggap pinjaman ribawi sebagai solusi. Meski berizin dan berganti nama menjadi pindar, tak menjadikannya lebih baik. Bahkan keharamannya, telah dipastikan akan mengancam kehidupan manusia seluruhnya. Pinjol, pindar atau semua bentuk pinjaman yang bentuk pengembaliannya berlipat, termasuk kategori riba.
Solusi Islam
Pemerintah seyogianya bersungguh-sungguh menuntaskannya, bahkan memberi sanksi yang tegas, bagi setiap pelanggaran. Seiring dengan itu, melakukan perbaikan di segala bidang, untuk menjamin kebutuhan pokok masyarakat, memberi kesempatan kerja dengan penyediaan lapangan kerja yang banyak, agar masyarakat sejahtera. Sebab kesulitan ekonomi menjadi penyebab utama aktivitas ribawi ini.
Faktor lain adalah gaya hidup. Masyarakat menggunakan jasa pinjol karena ingin membeli barang mewah yang termasuk kebutuhan sekunder dan tersier. Maka perlu membentuk pemahaman yang mendasar dan menyeluruh tentang Islam sebagai sebuah sistem kehidupan, kemudian menerapkannya di setiap aspek kehidupan. Dengan pemikiran yang sahih, individu dapat meletakkan kebutuhannya dalam skala prioritas yang benar, seiring dengan kesadarannya akan hubungannya dengan Allah SWT.
Negara pun wajib menjaga pemikiran warganya, mengawasi media-media sosial dan senantiasa menampakkan keindahan Islam. Maka masyarakat akan selalu mengarahkan pandangannya kepada Islam, serta upaya menegakkan dan menyebarkannya. Tidak hedonis, tidak pula berperilaku konsumtif atau terpengaruh dengan ide-ide Barat.
Begitu pula halnya di dunia pendidikan, negara wajib memberikan penancapan akidah yang kuat, hingga setiap individu takut bermaksiat kepada Allah. Sejalan dengan itu, sanksi tegas yang bersifat penebus (jawabir) dan pencegah (zawajir) pun perlu ditegakkan, agar tak ada lagi aktivitas ribawi dan masyarakat bermuamalah sesuai syariat.
Negeri yang dikendalikan oleh pemimpin yang beriman dan beramal salih, serta menggunakan sistem kehidupan yang sahih, tentu akan melahirkan keberkahan.
Views: 4
Comment here