Oleh Ummu Ahtar
(Anggota Komunitas Setajam Pena)
Kesehatan adalah kebutuhan dasar semua rakyat. Sehingga negara harus bertanggung jawab untuk memenuhinya secara optimal dan terjangkau oleh semua kalangan masyarakat.
Wacana-edukasi.com — Di tengah kondisi lonjakan kasus COVID-19, tenaga kesehatan (nakes) berperan sebagai garda terdepan dalam penanganan pandemi. Perjuangan hingga titik darah penghabisan membuat beberapa nakes gugur karena terpapar pasien. Sehingga pemerintah memberikan apresiasi dengan memberikan insentif kepada nakes. Masalahnya, insentif yang seharusnya diberikan setiap bulan itu macet dan tak dapat diterima nakes tepat waktu. Terutama bagi nakes yang menangani COVID-19. Lalu, apakah apresiasi atas perjuangan nakes hanya omong kosong belaka?
Dilansir dari finansial.detik.com, Ketua Satgas Covid-19 DPP PPNI Jajat Sudrajat, ia mendapatkan banyak keluhan dari rumah sakit rujukan COVID-19 bahwa dana insentif nakes macet sejak Januari meski belum memiliki data pasti terkait jumlah nakes yang belum mendapatkan insentif. Banyak nakes kewalahan menangani pasien di rumah sakit yang semakin banyak. Sehingga mereka kekurangan petugas kesehatan dan bahkan alat-alat medis seperti halnya oksigen dan ventilator (25-06-2021)
Menurut data tirto.id, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sedang berupaya menuntaskan tunggakan klaim rumah sakit rujukan COVID-19. Total tunggakan yang belum dibayarkan pada tahun anggaran 2020 mencapai Rp22,08 triliun. Yang sudah selesai review BPKP pada minggu depan totalnya sekitar Rp2,5 triliun. Yang sudah dibayarkan Rp5,6 triliun. Kemudian Rp5 trliun sedang berproses. Kemudian Rp1,186 triliun juga akhir minggu ini akan selesai (26-06-2021)
Nestapa Rakyat Atas Hak Hidupnya
Peran nakes sebagai garda terdepan merawat pasien Covid sungguh luar biasa. Semakin banyaknya pasien bertambah setiap harinya, membuat nakes gugur dalam merawat pasien.
Sedangkan kita sebagai rakyat biasa tak hanya takut terkena Covid-19, namun takut akan kehilangan pekerjaan. Para buruh pabrik kena imbas PHK, para pedagang kaki lima yang sering mengeluh sepi karena tak ada pembeli akibat PSBB atau PPKM. Padahal tagihan air, listrik, dan sebagainya semakin mahal.
Rakyat yang sering disalahkan akibat tak taat prokes menjadi sebab bertambahnya pasien Covid. Padahal sebaliknya ketika tempat ibadah dibatasi, sekolah dilibatkan dan daring di rumah, pedagang kaki lima dibatasi jam kerjanya karena PSBB atau PPKM . Justru mall atau pusat belanja besar dibuka, tempat pariwisata dibuka atau bahkan Bandara Internasional dibuka hingga beredar tiket murah tujuan tempat-tempat wisata.
Memperoleh jaminan hidup di negeri ini begitu sulit. Ketika rakyat butuh pekerjaan, orang asing yang dipekerjakan. Ketika rakyat berjualan untuk memperdagangkan dagangannya , justru ada pembatas tempat atau waktu bekerja. Ketika rakyat butuh sehat, tak gratis. Meski ada bantuan namun tak cukup membiayai kebutuhan yang semakin mahal. Ketika rakyat butuh sehat melawan Covid, justru rumah sakit penuh. Banyak nakes yang kekurangan alat-alat medis. Pasien yang butuh kamar, harus mengantri bergantian dengan pasien sembuh. Sehingga tak jarang mereka dirawat diluar rumah sakit, yang imbas terkena hujan ataupun panas walaupun masih ditutupi dengan tenda besar.
Sedangkan tabung oksigen yang sangat dibutuhkan oleh pasien kritis Covid, justru malah disumbangkan ke India. APD yang diimpor ke Korea atau Cina. Padahal di Indonesia masih sangat kurang.
Sedangkan pasien yang isolasi mandiri. Di beberapa daerah diasingkan. Tak bisa keluar, bekerja atau membeli kebutuhan. Sehingga mencukupi kehidupannya sendiri sulit, ditambah beban biaya lainnya.
Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab untuk orang-orang yang dipimpin. Jadi, penguasa adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas rakyatnya.” (Bukhari dan Muslim)
Lalu, apakah karena Covid meluluhlantahkan semua sektor? atau justru karena rezim luput atau latah dalam menyelesaikan polemik kehidupan imbas Covid ini?
Bagaimana Khilafah Menjamin Kehidupan Rakyatnya?
Kesehatan adalah kebutuhan dasar semua rakyat. Sehingga negara harus bertanggung jawab untuk memenuhinya secara optimal dan terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Namun, jika negara bertindak sebaliknya berarti rezim keluar dari aturan Islam. Aturan yang seharusnya diterapkan di negeri mayoritas Islam ini.
Negeri yang menganut sistem demokrasi kapitalisme menganut azaz sekularisme yakni memisahkan agama dari kehidupan. Aturan yang diambil buatan akal manusia, yang menghasilkan materi belaka. Patutlah aturan yang dibuat, dilanggar sendiri karena tak sesuai dengan nafsu manusia. Nafsu manusia tanpa aturan Allah bagaikan iblis yang serakah, tak mau disalahkan. Sehingga muncullah para kapitalis, sang pemilik modal si penguasa sistem ini. Akhirnya keselamatan rakyatnya sendiri tak diperhatikan karena sibuk mengurusi materi, pemuas para kapitalis dan anteknya.
Dahulu, khilafah berjasa atas peradaban Islam karena banyak mendirikan institusi layanan kesehatan. Di antaranya adalah rumah sakit di Kairo yang didirikan pada tahun 1248 M oleh Khalifah Al-Mansyur. Rumah sakit yang mampu menampung 8.000 pasien serta dilengkapi dengan masjid untuk pasien dan chapel untuk pasien Kristen. Selain itu rumah sakit dilengkapi dengan musik terapi untuk pasien yang menderita gangguan jiwa.
Dalam Islam pelayanan kesehatan dilakukan secara gratis tanpa ada embel-embelnya . Layanan diberikan tanpa membedakan ras, warna kulit, agama dan status ekonomi. Tak ada batas waktu pemberhentian pasien namun sebaliknya pasien dirawat sampai benar-benar sembuh.
Oleh karena itu, keunggulannya tak tertandingi mampu memberikan perawatan, obat, dan makanan gratis yang berkualitas. Para pasien juga diberi pakaian dan uang saku yang cukup selama perawatan. Sehingga pasien menikmati masa perawatan sampai benar-benar sembuh. Sampai sekarang rumah sakit ini digunakan untuk opthalmology dan diberi nama Rumah Sakit Qalawun.
Negara juga memfasilitasi layanan kesehatan bagi orang-orang yang jauh dari rumah sakit. Seperti para tahanan, orang cacat, para musafir, termasuk halnya seperti sekarang pasien yang isolasi mandiri. Yaitu dengan mendirikan rumah sakit keliling.
Pada masa Sultan Mahmud (511-525 H), rumah sakit keliling ini tersebar di pelosok-pelosok negeri. Bahkan tak mengurangi kualitas dan dilengkapi dengan alat-alat terapi kedokteran, dengan sejumlah dokter.
Khilafah juga memuliakan para tenaga dan ahli kesehatan. Seperti perawat, dokter, dsb. Melengkapi obat-obat dan APD,serta menggaji layak tanpa membebani jam kerja yang berat tak manusiawi.
Dari manakah dana gratis semua layanan kesehatan di Khilafah Islam?
Dalam khilafah, kesehatan merupakan salah satu bidang di bawah divisi pelayanan masyarakat (Mashalih an-Nas).
Pembiayaan rumah sakit seluruhnya ditanggung oleh negara. Dananya diambil dari Baitul Mal. Yaitu, Pertama, dari harta zakat. Kedua, dari harta milik negara. Yakni berupa fai’, ghanimah, jizyah, ‘usyur, kharaj, khumus rikaz, harta ghulul pejabat dan aparat, dsb.
Ketiga, dari harta milik umum. Yakni hutan, kekayaan alam dan barang tambang, dsb.
Jika semua itu belum cukup, barulah negara boleh memungut pajak (dharibah). Hanya diwajibkan bagi laki-laki muslim dewasa yang kaya.
Demikianlah, layanan kesehatan dalam sistem Islam yang berkualitas dan juga gratis. Layanan kesehatan seperti ini hanya ada dalam khilafah. Solusi Islam ini akan terwujud jika menerapkan syariat kaffah. Sehingga rakyat tak akan dirundung kenestapaan lagi.
Wallahu a’lam bishshawab.
Views: 1
Comment here