Opini

Polemik IKN : Kepentingan Rakyat atau Desakan Korporasi?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nurwasari Hamzah, S.Farm., Apt.

wacana-edukasi.com–Akhirnya DPR mengetuk palu persetujuan untuk UU Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur. Banyak pihak menilai pengesahan RUU ini tergesa-gesa, dipaksakan, dan sama sekali bukan untuk kepentingan rakyat. Dilansir dari CNBC Indonesia bahwa Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa merilis sejumlah investor dari beberapa negara yang tertarik dengan proyek Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Ada Timur Tengah, Jepang, Amerika Serikat (AS), Eropa bahkan negara tetangga kita Singapura.

Ketertarikan tersebut, kata Suharso semakin kuat seiring sudah disahkannya Undang-undang (UU) IKN beberapa waktu lalu. Kini pemerintah akan menyiapkan aturan turunan, termasuk skema pembiayaan yang diperkirakan mencapai Rp 466 triliun. Suharso memastikan porsi terbesar dari pembiayaan akan diberikan kepada sektor swasta. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) akan difokuskan pada pembangunan infrastruktur dasar beserta penjaminan.

Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi mempertanyakan soal siapa yang berkepentingan atas pemindahan Ibu kota Negara (IKN) baru. Muslim mengatakan, bahwa pemindahan Ibu kota dinilai tidak memiliki urgensi. Diapun, bertanya-tanya soal kepentingan pemindahan Ibu kota Negara baru tersebut, dan mempertanyakan siapa pemilik lahan dan siapa yang akan diuntungkan dalam proyek ini. .

Seperti diketahui, dalam pemindahannya kala itu, Jokowi mengutarakan beberapa simpul utamanya, kenapa Ibu Kota harus dipindahkan, mulai dari bencana yang kerap menimpa Jakarta, pemerataan pembangunan, ketersediaan lahan, hingga dukungan penuh, yang katanya dari masyarakat lokal disana. Diketahui, banjir adalah salah satu alasan Jokowi ingin memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur pada 2024 mendatang.

Melansir dari kanal Youtube Narasi Newsroom, kawasan baru yang nanti akan menjadi IKN akan terbagi menjadi 3 Wilayah. Pertama, Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) seluas 6.596 hektar. Kedua, kawasan ibu kota negara seluas 56.181 hektar, dan ketiga, kawasan pengembangan IKN dengan luas 256.142 hektar.

Disamping itu, sebagian lahan di Wilayah IKN itu telah dikuasai oleh izin-izin korporasi pada sektor kehutanan, pertanian ataupun pertambangan. Izin Pertambangan di dalam area IKN jumlahnya mencapai 144 izin konsesi tambang, beberapa di antaranya dimiliki elit di Jakarta seperti Luhut binsar Panjaitan; anak Setya Novanto, Reza Herwindo; Yusril Ihza Mahendra; hingga Bos Nikel pemilik Harita Group, Lim Hariyanto Wijaya Sarwono.

Sebenarnya tidak ada masalah dengan urusan pemindahan Ibu kota karena Sesungguhnya yang terpenting bagi rakyat adalah pelaksanaan pemerintahannya, tanggung jawab penguasa dalam meriayah dan memenuhi kebutuhan rakyatnya serta menjamin kesejahteraan.

Dalam Islam, prioritas pembangunan akan beberapa hal, Pertama, pembangunan berorientasi pada visi pelayanan umat. Negara akan berfokus pada pembangunan yang lebih urgen memenuhi kebutuhan serta mempermudah rakyat dalam menikmatinya, seperti sistem layanan kesehatan, infrastruktur pendidikan yang merata, perbaikan sarana publik, dll.

Kedua, pembiayaan pembangunan tidak boleh dengan skema investasi asing atau utang luar negeri. Negara akan membiayai penuh infrastruktur dengan dana yang bersumber dari baitulmal, yakni hasil harta ganimah, fai, kharaj, jizyah, usyur, hasil pengelolaan barang tambang, dan sebagainya.

Tiga, untuk memindahkan ibu kota baru tentu memerlukan perencanaan yang matang. Pemindahan ibu kota mestinya dilakukan secara optimal dari aspek kota baru yang dibangun, kota yang ditinggalkan, dan selama masa transisi tersebut, pelayanan rakyat tidak boleh terganggu.

Di masa peradaban Islam, setidaknya ibu kota negara Khilafah mengalami perpindahan sebanyak empat kali. Semua perpindahan tersebut memiliki alasan politik. Melansir dari laman fahmiamhar.com, pada 30 Juli 762 M, Khalifah al-Mansur mendirikan Kota Baghdad. Al-Mansur percaya bahwa Baghdad adalah kota yang akan sempurna untuk menjadi ibu kota Khilafah.

Modal dasar kota ini adalah lokasinya yang strategis dan memberikan kontrol atas rute perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia. Tersedianya air sepanjang tahun dan iklimnya yang kering juga membuat kota ini lebih beruntung daripada ibu kota Khilafah sebelumnya, yakni Madinah atau Damaskus.

Setiap bagian kota yang direncanakan untuk jumlah penduduk tertentu dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan. Bahkan pemakaman umum dan tempat pengolahan sampah juga tidak ketinggalan.

Sebagian besar warga tidak perlu menempuh perjalanan jauh untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya serta untuk menuntut ilmu atau bekerja karena semua dalam jangkauan perjalanan kaki yang wajar, dan semua didukung oleh infrastruktur yang berkualitas demi terwujudnya pemenuhan hak-hak yang diperoleh oleh rakyat dari negara.

Sederhananya, seperti yang digambarkan diatas terkait prinsip pemindahan dan pembangunan kota di sistem Khilafah. Segala aspek akan dipertimbangkan demi mencapai kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat. Bukan sekadar mengejar ambisi dan prestise di mata dunia. Wallahu ‘alam bishowab[]

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 38

Comment here