Oleh: Isnawati (Muslimah Penulis Peradaban)
Wacana-edukasi.com — Berpakaian merupakan salah satu bentuk ekspresi dari keimanan seseorang, termasuk jilbab dan kerudung. Adanya penggiringan opini agar umat Islam takut dan menjauhi ajaran agamanya sendiri tentu harus diwaspadai dan dicari solusinya. Justifikasi bahwa muslimah yang menutup aurat adalah wujud dari intoleransi hingga merusak kebhinnekaan merupakan tuduhan yang sangat keji dan harus dibuktikan. Cara-cara tersebut merupakan upaya untuk mendistorsi ajaran Islam.
Kasus kontroversi seragam muslimah, salah satunya di Padang, menjadi bukti Islamophobia sangat akut di negeri mayoritas muslim ini. Dalam kasus tersebut, Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Padang, Rusmadi sudah menegaskan bahwa tidak ada paksaan terhadap siswi nonmuslim untuk menggunakan hijab. Dari 46 siswi nonmuslim yang berada di sekolah, seluruhnya memakai hijab kecuali Jeni. Pihak sekolah tidak pernah melakukan paksaan apa pun terkait pakaian bagi nonmuslim. Para siswi nonmuslim memakai hijab atas keinginan sendiri (Detiknews.com 23/1/2021).
Banyak pihak sedang berupaya mendistorsi ajaran Islam dengan tujuan deradikalisasi guna mempertahankan kekuasaan. Deradikalisasi hari ini semakin mengarah pada kepentingan yaitu merusak pemikiran Islam. Ketakutan umat Islam dijadikan alat sebagai penggiringan pada sebuah keyakinan bahwa Islam yang baik diamalkan sekadar pada ibadah ritual saja.
Deradikalisasi juga dilegalkan melalui SKB tiga Menteri terkait penggunaan pakaian seragam dan atribut di lingkungan sekolah negeri jenjang pendidikan dasar dan menengah. Melalui Mendikbud Nadiem Makarim mengatakan “Pelarangan seragam dengan atribut khusus agama harus segera dicabut paling lambat 30 hari sejak keputusan bersama ditetapkan.” Peraturan tersebut tidak berlaku untuk Aceh berdasarkan ketentuan petaturan perundang-undangan terkait pemerintahan Aceh (Kompas.com 3/2/2021).
Ketika kebijakan ada di balik kepentingan, yang tampak kerancuan dari peraturan itu sendiri. Bagaimana bisa muslimah yang menutup aurat bisa meresahkan banyak pihak, sedangkan memakai kerudung juga bagian dari pelaksanaan Hak Asasi Manusia sebagai umat beragama. Ditambah lagi, dengan ketetapan bahwa peraturan tersebut tidak berlaku untuk wilayah Aceh, padahal Aceh juga bagian dari rakyat Indonesia.
Pertanyaan umat, mau dibawa kemana pengaturan negeri ini tentu menjadi pertanyaan yang lumrah, Indonesia berpenduduk mayoritas muslim, memakai jilbab dan kerudung adalah bagian dari syariat. Kewajiban menutup aurat bertujuan menjaga kehormatan perempuan itu sendiri untuk mencapai Rida Sang Ilahi Robbi. Jika nonmuslim mau memakai jilbab dan kerudung pasti membawa kemaslahatan untuk dirinya sendiri, yaitu terjaganya kehormatan dan harga dirinya.
Anggapan bahwa hijabisasi sebagai upaya melakukan islamisasi hingga harus ada pelarangan penggunaan atribut khusus, sangatlah berlebihan. Islam adalah agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam, bisa dipastikan semua peraturannya membawa maslahat tanpa ada paksaan.
Sungguh miris, bagaimana mungkin orang yang beriman mengaplikasikan keimanannya dicurigai sebagai benih-benih radikal. Cara-cara yang digunakan sangat menyakiti umat Islam, memutilasi dengan mendistorsi ajaran Islam di balik dalih demi kearifan lokal dan toleransi.
Benar dan salah tidak dapat dibedakan lagi, hanya berstandarkan untung dan rugi, umat Islam diposisikan pada umat yang tertuduh. Sekularisme melahirkan orang-orang yang bebas berbicara dan berperilaku. Gambaran pengaturan umat secara benar berusaha dijauhkan, yang di blow up pada sisi individunya. Partai Islam yang anggotanya korupsi, padahal seorang yang taat ibadah menjadi acuan bahwa agama tidak boleh ikut campur dalam pengaturan bernegara.
Generasi adalah pondasi negara, kewajiban negara adalah menjaga, mengarahkan, dan mengantarkan terwujudnya generasi cemerlang. Pengajaran bagaimana menghormati dirinya sendiri dimulai dari cara berpakaian agar terhindar dari kemaksiatan. Batasan aurat perempuan dalam Islam sangat jelas yaitu muka dan telapak tangan.
Aisyah radiallahu anhu telah menceritakan, bahwa Asma bin Abu bakar masuk ke ruangan wanita dengan berpakaian tipis, Rasulullah saw. pun berpaling seraya berkata “Wahai Asma’, sesungguhnya perempuan itu jika telah balig tidak pantas menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, sambil menunjuk telapak tangan dan wajahnya.” (HR. Muslim)
Dalam hukum Islam, mengumbar aurat berpotensi merusak akhlak dan moral, pelakunya terancam hukuman ta’zir dan hukumannya merupakan hak khalifah. Keadilan khalifah dalam memutuskan suatu masalah adalah tidak bias karena landasannya adalah syariat Islam. Kembali pada syariah dan khilafah harus segera dilakukan demi generasi bangsa, aset negara menuju terwujudnya generasi yang tangguh dan berperadaban tinggi.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 9
Comment here