Opini

Polemik Pernikahan Dini dalam Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nurlela

wacana-edukasi.com– Permohonan dispensasi perkawinan bagi pasangan remaja di kota Bogor terus mengalami peningkatan pasca di keluarkan nya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang Undang ini mengatur batas usia minimal perkawinan baik untuk pria maupun wanita harus mencapai usia 19 tahun. Kepala Kantor Pengadilan Agama 1A kota Bogor, Nasrul menyatakan bahwasanya permintaan dispensasi kawin bisa diartikan sebagai pernikahan dini.

Pengadilan Agama Bogor menggandeng Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor dan Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bogor untuk menjalani kesepakatan guna mengantisipasi pernikahan dini. Nasrul berharap kesepakatan pengendalian pernikahan dini bersama Pemkot Bogor dan Kemenag Bogor akan mengedukasi masyarakat agar semakin paham dan tidak lagi memohon dispensasi kawin. (PojokBogor.com, 08/08/2022)

Pro kontra mengenai pernikahan dini masih terus bergulir di tengah-tengah masyarakat. Banyak para ahli yang berpendapat bahwa pernikahan dini sangat beresiko terutama bagi perempuan, seperti dilansir di Kompas.com Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan (FIK) Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Fulatul Anifah, berpendapat praktik pernikahan dini selain bisa merusak masa depan anak, merampas hak asasinya, rentan akan perceraian, pernikahan dini pun akan berdampak pada kesehatan seperti resiko kanker rahim, tingginya angka kematian ibu, hingga stunting.

Jadi Masalah? 

Permasalahan rumah tangga sejatinya dialami oleh hampir setiap pasangan yang sudah menikah, bahkan pasangan yang menikah di usia dewasa pun tidak bisa menjamin bahwa dalam rumah tangganya akan bebas dari berbagai permasalahan.

Berbagai permasalahan seperti kekerasan dalam rumah tangga, kemiskinan, perceraian, stunting, tingginya angka kematian ibu, dan lain sebagainya, bukanlah disebabkan karena pernikahan di usia dini. Berbagai permasalahan tersebut sejatinya merupakan akibat dari di terapkan nya sistem Kapitalisme.

Sistem kapitalisme dengan asas sekulernya telah memisahkan agama dari kehidupan, hal ini menyebabkan masyarakat terjauhkan dari pemahaman-pemahaman Islam termasuk di dalamnya hukum-hukum seputar pernikahan dan rumah tangga. Banyak pasangan yang sudah menikah namun tidak memahami hak dan kewajiban masing-masing dalam berumah tangga, baik hak dan kewajiban sebagai seorang suami maupun hak dan kewajiban sebagai seorang istri. Hal ini mengakibatkan di dalam kehidupan rumah tangga rentan timbul konflik dan tidak sedikit berujung pada perceraian.

Sistem ini pula telah menciptakan kemiskinan di tengah-tengah masyarakat sebagai akibat dari diberikannya hak pengelolaan sumber daya alam kepada asing maupun swasta sehingga negara tidak memiliki pemasukan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan asasi masyarakat mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Negara hanya mengandalkan pajak yang pembayarannya dibebankan kepada rakyat, sehingga menjadikan beban hidup rakyat semakin bertambah berat. Angka kemiskinan pun semakin meningkat manakala kepala keluarga (laki laki) kesulitan untuk mencari pekerjaan demi memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya. Akibatnya kebutuhan pangan tidak terpenuhi yang berujung pada tingginya angka anak-anak yang menderita stunting, bahkan kesulitan ekonomi tidak jarang memicu adanya tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Sungguh pernikahan dini bukanlah faktor utama yang menyebabkan munculnya berbagai permasalahan di tengah-tengah masyarakat termasuk di dalam kehidupan rumah tangga. Penerapan sistem kapitalismelah dengan idenya yang rusak dan merusak merupakan ‘biang kerok’ dari segala permasalahan yang ada.

Pandangan Islam

Islam memandang menikah adalah ibadah yang disunnahkan. Rasulullah SAW bersabda :

النِّكَاحُ من سُنَّتِي فمَنْ لمْ يَعْمَلْ بِسُنَّتِي فَليسَ مِنِّي ، و تَزَوَّجُوا ؛ فإني مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ

“Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari kiamat) (HR. Ibnu Majah no. 1846)

Di dalam Islam tidak ada larangan bagi masyarakat untuk menikah di usia dini, selama syariat dan rukunnya terpenuhi maka pernikahan tersebut sah. Bahkan Rasulullah SAW senantiasa mendorong para pemuda untuk menyegerakan menikah, namun jika belum mampu dianjurkan untuk berpuasa Rasulullah SAW bersabda :

Rasulullah SAW pernah bersabda:

“Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. Sebab, pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya.” (Muttafaq ‘alayhi).

Hanya saja baik orang tua, lingkungan masyarakat, maupun negara, harus mempersiapkan agar generasi muda yang akan menikah siap untuk menjalankan amanahnya sebagai seorang suami, sebagai seorang istri, maupun sebagai orang tua untuk anak-anak yang akan dilahirkan kelak.

Orang tua sebagai pendidik pertama bagi anak-anak di rumah harus menanamkan nilai-nilai Islam kepada anak-anak sejak dini, sehingga akan terbentuk kepribadian Islam (Syaksiah Islamiyah) pada diri anak-anak, memahami bahwa setiap perbuatannya akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT, anak-anak pun memiliki standar yang jelas yakni halal dan haram dalam melakukan setiap perbuatan.

Lingkungan masyarakat tempat dimana anak anak tumbuh dan berinteraksi harus menjalankan fungsi sosialnya yakni melakukan amar ma’ruf apabila terjadi kemaksiatan.

Sementara negara sebagai pilar utama dalam menjaga masyarakat akan menciptakan sistem pendidikan yang berasaskan aqidah Islam yang tidak hanya mengajarkan ilmu sains dan teknologi, namun juga akan mengajarkan nilai-nilai Islam kepada anak-anak. sehingga akan lahir generasi yang tidak hanya menguasai ilmu sains dan teknologi namun juga memiliki kepribadian Islam yang tangguh dan siap menjalankan berbagai ibadah termasuk menikah dan menjalankan kewajibannya sebagai orang tua.

Negara pun akan memberikan kemudahan kepada laki-laki baligh apalagi yang sudah menikah untuk menafkahi diri dan keluarganya, dengan membuka akses lapangan pekerjaan seluas-luasnya. Negara pun akan menciptakan kesejahteraan di tengah-tengah masyarakat dengan memenuhi kebutuhan asasi setiap individu rakyat secara menyeluruh mulai dari sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Tidak hanya itu negarapun akan menerapkan syariat Islam dalam pergaulan di tengah-tengah masyarakat, sehingga tercipta lingkungan yang kondusif dimana hubungan sosial kemasyarakatan berjalan harmonis, minim perselingkuhan atau berbagai persoalan lainnya, sehingga akan terwujud ketahanan keluarga yang kokoh.

Namun ini semua akan terwujud apabila Islam diterapkan secara Kaffah dalam bingkai khilafah. Sejarah telah mencatat penerapan Islam secara kaffah akan mewujudkan kehidupan masyarakat yang diliputi kebaikan dan keberkahan.

Wallahu’alam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 36

Comment here