Oleh: Bunda Dee
Pasar adalah tempat terbuka dimana penjual dan pembeli bertemu untuk melakukan proses transaksi jual beli yang di dalamnya memungkinkan terjadi proses tawar menawar. Di sana, setiap orang bisa menjajakan dagangannya, maka tidak heran pengunjungnya selalu ramai. Namun sayang keramaian yang ada tidak diimbangi dengan kenyamanan yang dirasakan oleh seluruh pelaku transaksi. Lingkungan yang kotor, kumuh dengan bau yang tidak sedap seolah telah menjadi pemandangan yang lumrah.
Saat ini, pemerintah Kabupaten Bandung berencana memperbaiki beberapa pasar di wilayahnya. Program revitalisasi (proses menghidupkan kembali) ini dilakukan antara lain untuk mengubah pandangan dari yang semula hanya sebagai tempat interaksi ekonomi, menjadi ruang publik yang difokuskan pada upaya memperbaiki jalur distribusi komoditas yang diperjualbelikan. Fungsi pembangunan tempat ini juga diharapkan tidak hanya mencari keuntungan finansial saja, melainkan sebagai langkah untuk meningkatkan perekonomian perdagangan kecil. Oleh karena itu perlu melibatkan pengembang untuk dikelola secara kreatif.
Salah satu pasar yang direvitalisasi adalah pasar tradisional Banjaran. Namun program ini menimbulkan polemik sehingga terjadi pro dan kontra yang berujung ajuan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Para pedagang yang kontra menjelaskan bahwa nantinya ada beberapa tipe ukuran kios baru di sana, diantaranya ukuran 2×2, 2×3 dan 3×3 meter dengan harga Rp 20 juta per meternya. Tentu hal ini sangat memberatkan masyarakat, mengingat situasi perputaran ekonomi mereka saat ini sedang tidak baik. Di sisi lain, kelompok pedagang yang pro menyatakan dengan adanya perbaikan tersebut kondisi pasar akan semakin tertata dengan baik. Mereka juga akan terus mengawal proses hukum mengenai gugatan revitalisasi Pasar Banjaran yang saat ini masih berproses di PTUN Bandung.(harapanrakyat.com, 26/05/2023)
Sementara itu, revitalisasi dijalani dengan menempuh mekanisme pemanfaatan barang milik daerah melalui investasi swasta melalui pola BGS (bangun, guna, serah) sesuai Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang pengelolaan barang milik daerah. Dalam prosesnya, pihak swasta yaitu PT Bangun Niaga Perkasa sebagai pemenang tender BGS revitalisasi Pasar Sehat Banjaran ini.
Revitalisasi pasar seharusnya bisa menjadi solusi bagi para pedagang maupun bagi kenyamanan masyarakat. Jika harga terjangkau tentu tidak terlalu memberatkan para pedagang. Andaikan tidak mampu membayar mereka bisa hilang mata pencahariannya. Hal ini yang seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah. Bukan semata-mata dari sisi kenyamanan, kesehatan, ataupun kebersihan. Saat sekarang mencari pekerjaan tidaklah mudah, begitupun kalau mau alih profesi.
Sudah selayaknya
Pemerintah Daerah (Pemda) sebagai penerima manfaat program ini menjalankan pemetaan, pemeliharaan, pengelolaan serta pemberdayaan pasar terpadu. Namun sayang pada pelaksanaannya menggandeng atau menyerahkan kepada perusahaan swasta yang berorientasi keuntungan, menjadikan harga kios kian mahal.
Revitalisasi dalam sistem kapitalisme akan selalu menuai pro kontra. karena satu sisi ada yang diuntungkan, sementara pihak lain dirugikan. Pengurusan berdasar kapitalisme akan selalu berhitung untung rugi. Pengusaha yang berkolaborasi dengan pemerintah pembuat kebijakan akan mendapatkan manfaat, sementara rakyat atau pedagang bisa jadi tidak mampu menebus kios dan terpaksa kehilangan tempat yang pernah dimilikinya. Jika memang program itu ditujukan untuk meningkatkan kualitas kenyamanan pasar dan menggeliatkan ekonomi rakyat paska pandemi, seharusnya dikelola oleh pemerintah setempat sebagai penanggung jawab urusan rakyat, bukan menggandeng pengusaha apalagi menyerahkan pengelolaannya. Tapi itulah fakta kepengurusan dalam sistem kapitalisme. Penguasa hanya sebagai regulator, selanjutnya rakyat harus berhadapan dengan pengusaha.
Lain halnya di dalam sistem Islam, situasinya sangat berbanding terbalik dengan kondisi saat ini. Seorang pemimpin Islam akan bertanggung jawab penuh terhadap seluruh urusan umatnya, maka pastilah semua akan diurusi dengan baik dan amanah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
“Kalian adalah pemimpin dan kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinan kalian. Seseorang penguasa adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Negara tidak boleh menyerahkan pengelolaannya kepada swasta, tapi langsung dikelola negara. Untuk harga kios, karena negara tidak mengambil keuntungan pastilah terjangkau.
Penguasa dalam Idlam berkewajiban menyediakan lapangan kerja termasuk menyediakan fasilitas bagi para pedagang. Seluruh pembiayaan diambil dari baitul mal. Pemerintahan Islam sangat berkemampuan membiayai semuanya karena memiliki sumber pemasukan yang besar, diantaranya mengelola SDA yang juga tidak boleh diserahkan kepada swasta. Alasannya karena sebagai milik umum yang harus dirasakan manfaatnya secara umum, termasuk kenyamanan pasar.
Demikianlah perbedaan mencolok antara Islam dan kapitalisme dalam pengurusan rakyat. Maka peluang terjadinya polemik sangatlah minim. Tentu saja bukan hanya kebijakan terkait pasar yang didasarkan pada syariat, tetapi seluruh sendi kehidupan.
Wallaahu a’lam bish shawab.
Views: 22
Comment here