Opini

Polemik UKT Mahal, Nasib Generasi Dipertaruhkan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Rima Septiani, S.Pd (Pendidik)

wacana-edukasi.com, OPINI– Slogan pendidikan adalah hak segala bangsa nyatanya masih terasa jauh panggang dari api. Baru-baru ini, polemik Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang semakin mahal menimbulkan tanda tanya besar di banyak pihak kenapa hal tersebut terjadi. Akibatnya, banyak pelajar miskin berprestasi justru terganjal untuk melanjutkan pendidikan. Seperti yang dialami Sekitar 50 orang calon mahasiswa baru (Camaba) Universitas Riau (Unri) yang lolos Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) memutuskan mundur dari Universitas Riau karena merasa tidak sanggup untuk membayar uang kuliah tunggal.

Hal itu diungkapkan Presiden Mahasiswa Unri Muhammad Ravi dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) bersama Komisi X DPR.(kompas.com/ 20/5/2024)

UKT Mahal Buat Sengsara

Kebijakan Mendikbud Ristek tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT) menuai banyak kritikan dan penolakan karena dianggap membebani mahasiswa. Banyak mahasiswa yang merasa penetapan UKT tersebut terlalu mahal, memberatkan dan tidak transparan.

Menjadi kenyataan yang amat menyedihkan saat generasi banyak yang tak mampu melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi karena ketiadaan biaya. Mirisnya anak-anak dari kelompok miskin akan terus berguguran di jenjang SD, SMP, dan SMA tanpa pernah ada kesempatan untuk sampai di Perguruan Tinggi. Bukan karena mereka tidak mampu secara akademik, tetapi karena mereka tidak mampu membeli kesempatan itu.

Anehnya, pendidikan yang diyakini sebagai kunci kemajuan bangsa dan negara justru menampilkan fakta yang berbanding terbalik dengan teori visi pendidikan Indonesia. Anomali kebijakan pendidikan justru terjadi. Sebut saja regulasi penetapan UKT yang menuai polemik. Uang kuliah tunggal (UKT) di sejumlah Perguruan Tinggi mengalami kenaikan hingga lima kali lipat. Seperti yang terjadi di Universitas Jenderal Soedirman, yang berujung pada protes dari mahasiswa akibat mahalnya biaya pendidikan.

Fakta ini sungguh menyedihkan. Mahalnya UKT jelas bertentangan dengan konsep pendidikan yang menjadi hak setiap rakyat. Mirisnya lagi, sekolah yang siswanya lolos SNBP namun tidak mengambilnya, maka sekolah akan terkena blacklist.

Ini adalah potret kapitalisasi pendidikan dalam bangunan paradigma kapitalis dan abainya negara atas hak pendidikan rakyat miskin. Pendidikan yang kapitalis akan lebih mementingkan pendapatan dan mengabaikan hak-hak rakyat untuk mendapatkan pendidikan. Tak heran, dampak meningkatnya biaya pendidkan justru membuka lebar kesenjangan dalam pemerataan pendidikan. Sebagaimana diketahui biaya pendidikan di Indonesia sangat mahal dan sangat memberatkan masyarakat Indonesia yang kebanyakan masih berada pada taraf ekonomi menengah ke bawah.

Untuk itu, hendaknya negara berupaya agar pendidikan ini lebih adil, merata, dan terjangkau pada seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah hendaknya memiliki empati pada pendidikan yang merata bagi semua rakyat, sehingga murah dan dapat diakses bagi kalangan miskin. Visi mencerdaskan bangsa dan memajukan bangsa hendaknya menjadi pegangan agar komersialisasi pendidikan tidak terjadi. Sebab, tanpa disadari pendidikan yang tidak merata karena mahalnya pendidikan akan memunculkan masalah baru seperti pengangguran, kriminalitas hingga kemiskinan makin meningkat. Kehadiraan negara sangat ditunggu agar tidak terjadi lagi kesenjagan antara yang kaya dan miskin dalam memperoleh pendidikan.

Kita memang tidak bisa menapik bahwa standar mutu pendidikan sangat terkait erat dengan pembiayaan. Oleh karena itu negara bertanggung jawab dalam penyelenggaraan dan pembiayaan. Kebijakan negara dalam hal ini pemerintah akan sangat memengaruhi jalannya sistem pendidikan. Pemerintah bisa menentukan arah pendidikan mau dibawa kemana.

Peran negara dalam meningkatkan mutu pendidikan sangat dibutuhkan. Apa jadinya jika negara berlepas tangan dari semua itu. Apa akibatnya jika negara mandul dalam mengurus pendidikan.

Bercermin pada Sistem Pendidikan Islam

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi manusia, olehnya itu negara wajib menjamin pelaksanaannya. Atas dasar ini negara wajib menyempurnakan sektor pendidikannya melalui pendidikan bebas biaya bagi seluruh rakyatnya. Contoh praktisnya adalah Madrasah al Muntashiriah yang didirikan Khalifah al-Muntahsir Billah di kota Bagdad. Di sekolah ini, setiap siswa menerima beasiswa berupa emas seharga satu dinar (4,25 gram emas).

Dari gambaran tersebut, terlihat bagaimana negara mengurus rakyatnya. Urusan pendidikan yang merupakan salah satu hak dasar rakyat sangat dijamin oleh negara. Rakyat tidak akan dibebani dengan biaya mahal dan memberatkan. Justru negara akan selalu memastikan bahwa seluruh rakyat mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang layak. Para pemimpin sadar bahwa ada pertanggungjawaban yang berat di akhirat kelak ketika melalaikan kewajibannya mengurus rakyat.

Walhasil, Pendidikan dalam Islam mampu mencetak generasi-generasi terbaik seperti mujtahid, fuqaha, ahli tafsir, ahli teknik, ahli kedokteran, ahli sains, ahli mekanik yang mereka semua memiliki pengetahuan yang mendalam dan tak tertinggal dengan ketinggian tsaqofah Islam. Keimananlah yang menjadi landasan belajar mereka. Maka tak heran, mereka dikatakan ahli agama yang menguasai ilmu dunia.

Untuk mewujudkan semua itu, Islam menetapkan bahwa negara memiliki peran penting bagi pendidikan. Negara wajib menyediakan pendidikan yang baik dan berkualitas secara gratis untuk seluruh rakyatnya. Negara wajib menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan. Membangun gedung-gedung sekolah, menyiapkan buku-buku pelajaran, laboratorium lengkap untuk keperluan pendidkan dan riset, serta memberikan tunjangan penghidupan yang layak bagi para pengajar maupun kepada pelajar.

Rasulullah SAW bersabda “ Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya ( HR Al- Bukhari dan Muslim).

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 35

Comment here