Opini

Politisasi Islam vs Politisi Islam

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Novianti (Sahabat Wacana Edukasi) 

wacana-edukasi.com, OPINI– Beberapa waktu lalu sejumlah kader Partai Ummat membentangkan bendera partai di Masjid At-taqwa Cirebon. Kemenag Cirebon meminta agar peristiwa ini tidak terulang karena masjid bukan tempat untuk kegiatan politik. Aksi tersebut melanggar Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur bahwa seluruh partai politik peserta pemilu tidak boleh menggunakan fasilitas tempat ibadah untuk berkampanye. (detik.com, 09/01/2023)

Wakil Presiden Ma’ruf Amin sebagaimana dirilis republika.co.id (08/01/2023) mengatakan sebagai tempat ibadah, masjid harus bebas dari kepentingan politik. Membawa politik ke dalam masjid dapat menimbulkan perpecahan karena preferensi politik jamaah di suatu masjid beragam.

Ketua DPD Partai Ummat Kota Cirebon Herlina Kasdukhi menyampaikan klarifikasi bahwa tidak ada aktivitas kampanye dalam peristiwa tersebut. Pengibaran bendera hanyalah tindakan spontan salah seorang kader saat berfoto bersama selepas sujud syukur atas lolosnya Partai Ummat sebagai peserta Pemilu 2024.

Politisasi Agama Buah Sistem Sekuler

Kritikan terhadap aksi Partai Ummat mengonfirmasi bahwa Indonesia sudah menjadi negara sekuler. Dalam negara sekuler, agama dengan politik ibarat air dengan minyak yang tidak bisa disatukan. Kondisi semacam ini akibat ketidakpahaman tentang hakekat Islam dan politik.

Islam menentukan tujuan hidup manusia semata untuk beribadah kepada Allah. Sehari penuh seluruh aktivitas bernilai ibadah jika mengikuti ketetapan Allah yaitu Syariah Islam. Tidak hanya ketika makan, berpakaian, mendidik anak. Syariah Islam digunakan dalam lingkup keluarga, masyarakat hingga negara.

Politik dalam pandangan Islam berkaitan dengan pengurusan umat karena tidak ada satu pun urusan kecuali sudah diatur oleh Islam. Islam memiliki aturan tentang ekonomi, pemerintahan, muamalah, peradilan, pendidikan, kesehatan, pertanian, industri, perdagangan, peperangan, perdamaian, politik dalam dan luar negeri. Karenanya Islam dan politik tidak bisa dipisahkan.

Tetapi saat ini kelompok Islam yang berbicara tentang politik dituduh telah mempolitisasi agama. Padahal politisi yang mendadak berpenampilan sholeh, mendadak berkerudung saat pemilu, mendadak berkunjung ke pesantren, merekalah yang hakekatnya mempermainkan agama demi kepentingan politik sesaat. Agama sekadar alat untuk meraih kekuasaan dan jabatan. Inilah yang disebut politisasi agama. Dekat dengan Islam ketika pemilu tetapi membenci Islam ketika sudah berkuasa.

Bahkan cara-cara kotor untuk mengelabui masyarakat kerap digunakan para politisi bermuka dua ini. Berbagai intrik dan manipulasi dipertontonkan ibarat sebuah sinetron politik berjilid-jilid. Para buzzer dan lembaga-lembaga survei juga termasuk aktor-aktor di dalamnya.

Dalam sebuah tulisan berjudul “The Global Disinformation Order, 2019 Global Inventory of Organised Social Media Manipulation” diungkapkan bahwa Indonesia adalah satu satu dari 70 negara yang menggunakan pasukan buzzer. Tulisan tersebut adalah hasil riset penulisnya, Bradshaw dan Howard dari Universitas Oxford Inggris.

Banyak diantara lembaga survei sudah menjadi konsultan politik bagi parpol dan tokoh-tokoh yang akan bertarung dalam pemilu. Bukan secara obyektif menunjukkan realitas yang ada di tengah masyarakat melainkan menggiring oponi untuk mendukung seseorang atau parpol tertentu.

Masjid Pusat Kegiatan Politik

Di zaman Rasulullah, masjid tidak hanya sebagai tempat sholat tetapi juga tempat untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan umat termasuk politik. Masjid Nabawi sebagai bangunan pertama yang dibangun ketika Daulah Islamiyyah berdiri di Madinah, digunakan Rasulullah untuk menyampaikan ajaran Islam, menyelesaikan sengketa di tengah-tengah masyarakat, menyusun strategi perang, membagi ghanimah termasuk menerima utusan dari berbagai negara.

Masjid Nabawi menjadi basis politik dan pusat pemerintahan Daulah Islamiyyah. Rasulullah saw. tidak hanya sebagai pemimpin spiritual kala itu, tetapi juga pemimpin negara yang mengatur berbagai persoalan umat dan negara. Hal ini terus berlangsung ketika beliau sudah wafat.

Masjid tetap menjadi pusat kegiatan politik di masa kekhalifahan. Seperti halnya ketika Abu Bakar dibaiat sebagai khalifah pertama, dilakukan di masjid. Semakin banyak masjid-masjid didirikan seiring wilayah Islam yang bertambah luas. Fungsi masjidnya tidak jauh berbeda dengan fungsi masjid Nabawi.

Karena itu melarang berbicara politik di masjid, sama saja menjauhkan umat dari salah satu fungsi penting masjid yaitu membangun kecerdasan politik umat. Allah Swt. berfirman dalam surah At Taubah ayat 18 ,”Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Menurut Jalaluddin as Suyuthi dalam Tafsir Jalalain, kriteria orang yang memakmurkan masjid, adalah mereka yang beriman kepada Allah dan hari kemudian (hari kiamat), mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut kepada siapa pun selain Allah. Hal tersebut ditunjukkan dalam bentuk keta’atan secara totalitas pada seluruh Syariat Islam dan menolak hukum buatan manusia.

Politisi Islam

Islam tidak mengharamkan aktivitas politik bahkan justru Islam dan politik bagai dua sisi mata uang. Politik adalah bentuk pengamalan ajaran Islam dengan berdasarkan pada akidah Islam. Tujuan aktivitas politik Islam adalah mengurus urusan umat berdasarkan pada hukum Islam dalam naungan sistem Islam Kaffah. Dalam konteks hari ini, para pejuang Islam Kaffah inilah yang disebut politisi Islam.

Politisi Islam menyebarkan dakwah Islam di tengah-tengah umat agar yakin bahwa Islam satu-satunya solusi bagi semua permasalahan. Aktivitas politik yang dilakukan merupakan sarana mewujudkan perintah Allah dan Rasul-Nya. Termasuk di dalamnya mengkritik penguasa ketika kebijakannya bertentangan dengan syariah.

Mereka juga membongkar rencana-rencana jahat para penjajah dan agen-agennya. Makar-makar Barat lewat berbagai strategi dibukakan ke hadapan umat agar paham bahwa umat Islam dalam keadaan terjajah. Tak heran, politisi Islam diperangi dan dimonsterisasi karena keberadaan mereka mengancam kekuatan Barat.

Menjadi politisi tidak identik harus masuk dalam lingkaran kekuasan atau menjadi anggota parlemen. Justru berat tanggung jawabnya ketika memegang kekuasaan tapi tidak untuk menerapkan Syariah Islam.

Cengkeraman sistem sekuler kapitalis melalui wadah sistem demokrasi melahirkan para politisi bermuka dua. Berbagai kemaksiatan dan kerusakan terjadi dimana-mana. Karenanya, menjadi politisi Islam yang akan mengislamisasi politik merupakan pilihan bagi yang mengaku muslim. Seorang muslim tidak akan rela tunduk pada aturan manusia sementara pengaturannya sudah ada di dalam Al Quran.

Politisi Islam berjuang meraih kekuasaan demi menolong agama Allah sebagaimana doa yang Allah Swt. ajarkan ,”Ya Rabbku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong” (QS. Al Isra: 80)

Perjuangan para politisi Islam bersifat mulia dan terhormat. Bukan harta atau tahta yang dicari melainkan berharap meraih ridha Allah Swt. semata. Kaum muslimin seharusnya berlomba-lomba menjadi politisi agar Umat Islam tidak terus dimanfaatkan untuk kepentingan politik sesaat. Saatnya umat Islam tampil ke panggung untuk memimpin dunia menggantikan sistem sekuler kapitalis.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 13

Comment here