Oleh Imro’atun Dwi P, S.Pd. (Aktivis Muslimah Yogyakarta)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Pengungkapan kasus ponografi online anak yang dimulai bulan Mei sampai dengan November 2024 menyeret sebanyak 47 kasus dan 58 tersangka. Penangkapan ini membutuhkannya waktu selama 6 bulan. Pengungkapan kasus ini dilakukan oleh Satuan Tugas (Satgas) Pornografi Anak, yang terdiri dari Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dan jajarannya. Selain menangkap puluhan pelaku, pihaknya juga telah mengajukan pemblokir situs atau web pornografi online, dengan jumlah mencapai 15.659 situs (metro.sindonews.com/13/11/2024).
Perdagangan video porno yang melibatkan anak-anak ini rupanya lumayan meraup keuntungan. kepolisian baru-baru ini juga mengungkap kasus penjualan video pornografi anak melalui telegram. Patokan harga pervideo berkisan Rp50.000 sd Rp250.000 (nasional.sindonews.com/13/11/2024).
Pornografi Merusak Otak dan Akal
Kerusakan akibat pornografi tak kalah hebatnya dari pada narkoba. Otak yang sudah kecanduan konten porno bisa mengalami kerusakan yang serius. Bisa dikatakan kerusakannya sama dengan orang yang mengalami kecelakaan mobil karena kecepatan sangat tinggi.
Kerusakan bagian otak yang diakibatkan oleh pornografi adalah Pre Frontal Korteks (PFC). Bagian otak ini berfungsi untuk memahami dan membedakan benar dan salah, memusatkan konsentrasi, menata emosi, mengendalikan diri, berfikir kritis, berfikir dan berencana masa depan, membentuk kepribadian, dan berperilaku sosial. Bagian inilah yang sangat berperan untuk membedakan antara manusia dengan binatang. Jadi bisa disimpulkan dengan rusaknya PFC ini maka rusak pula kendali diri, sosial dan akalnya (sardjito.co.id/30/10/2019).
Sekulerisme Penyubur Pornografi
Kerusakan generasi yang cukup masif ini diakibatkan oleh pembiaran konten pornografi. Hal ini tak lain dari buah buruknya penerapan sistem pendidikan kita yang mengadopsi sekulerisme. Pendidikan dengan asas ini tidak ditujukan untuk mencetak generasi bertakwa, tetapi demi tujuan materialistis atau dengan kata lain untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Tak heran jika anak-anak pun terserat dalam kasus pornografi. Banyak dari mereka yang mau berperan menjadi model video porno dengan iming-iming uang ratusan ribu rupiah. Dari tujuan pendidikan yang salah inilah akhirnya lahir generasi yang berperilaku liberal dan menghalalkan segala cara. Tidak ada lagi norma yang mereka pakai. Mereka bahkan berani melakukan kejahatan agar keinginannya terpenuhi.
Peranan orang tua dan masyarakat saat ini makin lemah. Tidak adanya amar makruf nahi mungkar yang tercipta di tengah masyarakat. Orang tua juga mengabaikan pendidikan anak di rumah karena sibuk dengan tuntutan ekonomi. Orang tua justru memberi mereka fasilitas ponsel ataupun laptop lengkap dengan jaringan sinyal yang lancar sehingga menjadikan pornografi makin mudah diakses. Sungguh memprihatinkan, mereka melakukan kemaksiatan di dalam rumah mereka sendiri yang difasilitasi oleh orang tua sendiri. Jelas, hilangnya fungsi orang tua, masyarakat, dan negara menyebabkan generasi terjerembab dalam kubangan pornografi.
Islam Melindungi Generasi
Didalam sistem Islam, negara berfungsi sebagai pelindung yang melindungi generasi dari hal-hal yang bersifat kemaksiatan. Negara dalam sistem Islam berasaskan akidah Islam sehingga sistem pendidikannya juga berdasarkan akidah Islam. Sehingga penyusunan kurikulum pendidikannya pun bersumber dari Islam. Maka sangat memungkinkan terwujudnya generasi bertakwa dimana perilakunya berpatokan pada halal haram, bukan kebebasan apalagi materi. Anak sedini mungkin diberikan pengetahuan tentang batasan aurat yang benar untuk laki-laki dan perempuan. Dimana perempuan apabila sudah baligh maka batasan aurotnya adalah semua anggota tubuh kecuali muka dan telapak tangan. Sedangkan laki-laki batasan aurotnya adalah dari pusar sampai lutut. Pergaulan antara laki-laki dan perempuan pun juga dipisahkan. Dalam ajaran Islam juga ada aturan menundukkan pandangan. Sehingga tertutuplah celah kemaksiatan pada diri anak yang disebabkan oleh syahwat.
Negara akan membersihkan media baik online maupun offline dari konten pornografi. Penutupan situs-situs porno menjadi konsen negara dengan pengerahan para ahli teknologi informasi. Pemblokiran media masa dan media sosial yang terbukti menyediakan peluang bagi konten pornografi juga akan dilakukan.
Penerapan sistem sanksi yang adil dan tegas harus dilakukan oleh negara. Pelaku bisnis pornografi akan mendapatkan hukuman dengan tegas hingga mewujudkan efek jera. Keberadaan pelaku tindak kejahatan akan diburu dari jejak digitalnya dan juga transaksi keuangan yang digunakan sehingga akan bisa ditangkap dan dihukum sesuai aturan dalam syariat Islam. Menyadarkan orang tua untuk kembali pada fungsinya sebagai pendidik anak. Anak-anak yang mengalami masalah mental karena pornografi, maka negara akan melakukan rehabilitasi dan terapi sehingga bisa sembuh dari kecanduan dan sehat kembali otak dan mentalnya.
Negara juga berperan melindungi warga negaranya dari informasi dan paparan media yang mengacaukan sistem sosial masyarakat. Negara tidak akan pernah memberi celah sedikitpun bagi industri pornografi dengan alasan apapun. Negaralah justru yang akan menjadi pelindung bagi warganya dan melindungi siapa pun dari paparan konten pornografi. Sehingga akan lahirlah generasi emas seperti pada masa kejayaan Islam di masa lalu. Alan kita jumpai kembali sosok seperti Muhammad Al Fatih, Sa’ad bin Abi Waqqash, Usamah bin Zaid dan remaja lainnya yang namanya terukir harum dalam sejarah.
Views: 4
Comment here