Saat ini, sistem pendidikan sekuler telah membuat para pelajar haus akan ranking tinggi, nilai bagus, cenderung bersaing. Jiwa saing itu terbawa-bawa sampai pada hal yang sepele. Sikap ini mengikis identitas dan jati diri pelajar sebagai hamba Allah. Akidah sekuler telah menjauhkan remaja dari aturan agama. Menjadikan mereka terombang-ambing dan terbawa arus.
Oleh : Rines Reso
(Pemerhati Masalah Sosial)
wacana-edukasi.com, OPINI– Pendidikan adalah sarana yang mencetak generasi penerus bangsa untuk menjadi manusia-manusia berkualitas. Tak dapat dipungkiri pendidikan merupakan ujung tombak dalam memajukan kehidupan bangsa dan negara. Pendidikan tercipta karena adanya kebutuhan untuk meningkatkan taraf kualitas hidup dan membentuk kepribadian manusia yang bermoral.
Namun seiring berjalannya waktu, pendidikan di Indonesia kini semakin masuk ke lubang yang sangat dalam. Banyak perubahan yang terjadi pada watak dan sifat generasi. Perubahan tersebut disebabkan karena banyak faktor, antara lain media internet, media komunikasi, lingkungan keluarga, pergaulan dan teman sebaya.
Terbaru, pemberitaan yang sedang menjadi topik perbincangan dan mencengangkan sejagat raya Indonesia. Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) Depok, berinisial MNZ (19 tahun) ditemukan tewas dalam keadaan terbungkus plastik di kamar kosnya di Kawasan Kukusan, Beji, Kota Depok, Jumat (4/8/2023). Polisi kemudian mengungkap bahwa korban dibunuh oleh seniornya sendiri.
Terduga pelaku iri dengan kesuksesan korban dan terlilit bayar kosan serta pijol (pinjam online). Kemudian mengambil laptop dan HP korban,” jelas AKP Nirwan Pohan, (Republika.co.id, 5/08/2023).
Memang benar adanya, maut tak bisa di prediksi, setiap manusia pasti akan mati. Namun kematian yang di akibatkan oleh masalah sepele semacam iri dan terjerat pinjaman online apakah mampu membuka mata hati kita untuk prihatin dengan nasib dunia pendidikan saat ini?
Jangan menunggu nasi berubah menjadi bubur agar hati kita terketuk untuk peduli pada generasi bangsa ini. Pada tanggal 17 Agustus nanti, Indonesia akan menginjak usia ke-78 tahun,maka dari segi kacamata pendidikan sudah seharusnya permasalahan ini di benahi.
Pengaruh Sistem
Saat ini, sistem pendidikan sekuler telah membuat para pelajar haus akan ranking tinggi, nilai bagus, cenderung bersaing. Dan jiwa saing itu terbawa-bawa sampai pada hal yang sepele. Sikap ini mengikis identitas dan jati diri pelajar sebagai hamba Allah. Akidah sekuler telah menjauhkan remaja dari aturan agama. Menjadikan mereka terombang-ambing dan terbawa arus.
Mereka memandang kehidupan sebagai tempat untuk besenang-senang. Sehingga lahirlah remaja yang tak berahlak, gemar bermaksiat, dan berperangai buruk. Akidah sekuler pun telah menghilangkan peran mereka sebagai calon pemimpin bangsa yang seharusnya fokus untuk memberikan kontribusi terbaik di masa yang akan datang. Mereka hanya tahu tentang eksistensi diri untuk meraih kepuasan materi. Jiwanya teracuni oleh pemikiran sekuler, batinnya jauh dari nilai Islam.
Maka tak heran banyak pelajar yang kehilangan arah, tidak dapat menyelesaikan masalah dengan benar, frustasi, gampang gundah, emosi tidak stabil, nirempati, hingga merasa insecure. Bahkan banyak pelajar yang mengalami depresi hingga berakhir bunuh diri.
Sistem Pendidikan Islam: Mampu Mencetak Generasi Berkualitas
Untuk mengatasi permasalahan ini, dibutuhkan solusi yang kongkret. Islam memiliki seperangkat aturan yang ketika diterapkan secara sempurna mampu menyelesaikan berbagai persoalan, termasuk problem pendidikan generasi. Peradaban Islam telah terbukti mampu menghasilkan generasi berkualitas selama kurang lebih 13 abad.
Khilafah mampu menyediakan sistem pendidikan Islam yang bersifat gratis bagi seluruh rakyat. Sekolah dan perguruan tinggi juga tersedia di berbagai pelosok negeri. Dengan begitu, seluruh rakyat dapat menikmati pendidikan dengan mudah.
Sebelum memasuki perguruan tinggi, setiap generasi akan benar-benar dipantau potensinya. Sehingga mereka dapat memasuki perguruan tinggi sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Terdapat beberapa jenis perguruan tinggi, yaitu: akademi teknik, akademi fungsional, universitas, pusat pendidikan dan penelitian, dan akademi militer.
Syaikh Atha’ bin Khalil di dalam kitabnya yang berjudul “Usus At-Ta’lim fi Daulah Al-Khilafah” menjelaskan bahwa sistem pendidikan Islam diterapkan berlandaskan akidah Islam. Tujuan pendidikan tinggi adalah untuk:
1. Menanamkan kepribadian Islam, yaitu pola pikir dan pola sikap yang islami, secara intensif kepada para mahasiswa
2. Membentuk himpunan ulama yang mampu melayani kemaslahatan hidup umat (para peneliti, ahli teknik, dsb)
3. Mempersiapkan sekumpulan orang-orang yang diperlukan dalam mengelola urusan umat, seperti para hakim (qadhi), para pakar fiqih, dokter, insinyur, guru, penerjemah, manajer, akuntan, dsb.
Dengan begitu, perguruan tinggi Islam mampu melahirkan pemimpin dan pemantau urusan umat. Mahasiswa akan menjadi figur yang taat, selalu menyesuaikan perilakunya berdasarkan syariat. Mereka juga akan lantang bersuara ketika ada hal-hal yang melanggar syariat.
Mereka tidak akan menjadi generasi yang mudah tergiur materi atau manfaat duniawi. Sebab generasi amatlah menyadari, setiap perbuatannya kelak akan dipertanggungjawabkan. Mereka akan menjauhi sikap negatif, baik dengki, judi, membunuh, atau yang sejenisnya. Mereka akan fokus belajar dan memberikan kontribusi terbaik untuk umat.
Oleh karenanya, sejarah mencatat generasi cemerlang hasil sistem pendidikan Islam yang diterapkan Kekhilafahan Islam. Dalam bidang pemerintahan, ada Muhammad al-Fatih. Dalam bidang ulama, ada Imam Syafi’i dan Imam Bukhari. Dalam bidang intelektual, ada al-Khawarizmi dan al-Haitsam. Dan masih banyak lagi.
MasyaAllah. Melalui penerapan Islam dalam bingkai Khilafah, insyaAllah generasi akan terselamatkan. Untuk itu, marilah kita mengkaji Islam secara kaffah dan mendakwahkannya ke tengah-tengah masyarakat.
Wallahu a’lam bishawwab.
Views: 27
Comment here