Penulis: Fitriani, S.Pd. (Praktisi Pendidikan)
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Menyedihkan, mahasiswa IPB University bernama Sulthan Nabinghah Royyan (18 tahun) ditemukan meninggal dunia. Mahasiswa asal Bojonegoro itu diduga meninggal dunia karena gantung diri di kamar mandi penginapan OYO dekat Kampus IPB University Dramaga Bogor, Jawa Barat.
Sulthan Nabinghah Royyan sedang menjalani ospek kampus. “Kami melaksanakan koordinasi terhadap Universitas IPB atas kegiatan korban yang masih masa ospek mahasiswa baru di Universitas IPB,” ujar Kapolsek Dramaga AKP Hartanto, kepada Okezone, Rabu 7 Agustus 2024. (https://nasional.okezone.com)
Kasus Sulthan mahasiswa IPB University yang meninggal dunia karena bunuh diri dengan cara gantung diri ini bukan kali pertama terjadi. Sejak 2015, setidaknya ada lima kasus mahasiswa IPB University yang juga mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri.
Tidak hanya di Bogor, kasus terbaru juga terjadi pada Aulia Risma Lestari, mahasiswa PPDS Anestesi Undip yang ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya pada Senin, 12/08/2024).
Mirisnya, kasus mahasiswa bunuh diri di Indonesia kerap terjadi dengan berbagai motif dan tindakan. Dugaan kasus bunuh diri yang terjadi pada mahasiswa ini angkanya semakin bertambah dan cukup tinggi. Bahkan, berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2019, Indonesia memiliki rasio bunuh diri sebesar 2,4 per 100 ribu penduduk.
Penelitian terbaru, sebuah studi pada tahun 2022 menemukan bahwa angka bunuh diri di Indonesia mungkin empat kali lebih besar daripada data resmi. Dan faktanya bunuh diri masih menjadi masalah senyap di Indonesia.
Tingginya angka mahasiswa bunuh diri merupakan bukti nyata bahwa sistem pendidikan sekuler liberalis telah gagal dalam menjaga kesehatan mental mahasiswa. Beban akademik yang berlebihan, kurangnya dukungan sosial, dan nilai-nilai sekuler yang mendominasi telah mendorong mahasiswa ke jurang keputusasaan. Sistem pendidikan saat ini hanya akan melahirkan generasi muda yang rapuh iman dan tidak memiliki tujuan hidup yang jelas. Karena dasar ide sekuler ini memang memisahkan urusan agama dari kehidupan. Untuk mencegah terjadinya tragedi serupa, diperlukan perubahan mendasar dalam sistem pendidikan di Indonesia.
Pendidikan tidak hanya tentang mencetak lulusan yang cerdas secara intelektual, tetapi juga tentang bagaimana membentuk manusia yang memiliki pribadi tangguh secara spiritual dan moral. Dan ini hanya bisa dibentuk dengan adanya penerapan sistem pendidikan Islam.
Dalam Islam, pendidikan adalah proses yang melibatkan peran aktif dari keluarga, masyarakat, dan negara. Setiap komponen memiliki tanggung jawab masing-masing dalam memastikan bahwa pendidikan tidak hanya mengembangkan aspek intelektual, tetapi juga moral dan spiritual, sesuai dengan ajaran Islam. Islam menciptakan generasi tangguh yang berkepribadian mulia dengan melibatkan 3 pilar utama. Ketiga pilar ini akan saling menguatkan satu sama lain dan keberadaannya bersifat mutlak.
Pilar pertama adalah keluarga terutama orang tua. Keluarga merupakan pihak pertama yang bertanggung jawab dalam memberikan pendidikan dasar kepada anak-anak. Pendidikan ini mencakup penanaman akidah sebagai pondasi hidup, akhlak dan muamalah yang baik. Dengan bekal akidah dan keimanan yang kuat akan membentuk anak menjadi pribadi yang tangguh dan berakhlak mulia. Keluarga pula menjadi benteng pertama yang akan melindungi anak dari pengaruh buruk lingkungan. Kesimpulannya bahwa keluarga adalah madrasah pertama.
Pilar kedua adalah masyarakat, masyarakat menjadi lingkungan pendukung pendidikan anak. Masyarakat diharapkan memberikan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan moral dan intelektual anak-anak dengan tetap menciptakan suasana ketaatan dan keimanan yang tinggi dalam lingkungan. Islam menekankan konsep saling peduli. Masyarakat bertanggung jawab menciptakan lingkungan yang mendukung proses pendidikan, baik di dalam maupun di luar sekolah. Lingkungan yang positif, aman, dan penuh semangat belajar akan membantu anak-anak dan generasi muda untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
Masyarakat dapat berperan sebagai kontrol sosial melalui aktivitas amar ma’ruf nahi mungkar untuk memastikan anak-anak mendapatkan pendidikan yang layak dan menghindari pengaruh negatif seperti kenakalan remaja dan pergaulan bebas.
Pilar ketiga adalah negara, negara memiliki tanggung jawab utama dalam menyelenggarakan sistem pendidikan yang adil, merata, dan berkualitas bagi seluruh warga negara. Menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai mulai dari kurikulum yang berlandaskan akidah Islam, penyediaan sarana dan prasarana yang layak, biaya pendidikan gratis, serta tenaga pengajar profesional, hingga sistem penggajian yang mampu mensejahterakan tenaga pengajar. Termasuk penyediaan lapangan kerja bagi setiap rakyat.
Dalam sistem Islam negara menciptakan kondisi sosial yang sehat, mengedukasi masyarakat agar tidak mudah putus asa. Masalah ekonomi termasuk biaya pendidikan yang kerap menjadi biang masalah dipenuhi dari Baitul mal sebagai kas negara. Sumber kas negara diperoleh dari jizyah, kharaj, ganimah, fai hingga pengelolaan SDA. Tanggung jawab negara juga harus mampu memberikan sanksi tegas bagi para pelaku maksiat, pezina, pencuri, pembunuh, pelaku tawuran dan yang lainnya.
Dengan penguatan tiga pilar ini yang didasarkan pada sistem Islam akan tercipta generasi yang berkepribadian Islam, memiliki pola pikir dan sikap yang selalu terikat dengan hukum syara. Inilah yang akan mengembalikan kebangkitan peradaban sebagaimana peradaban Islam sebelumnya. Hanya dengan penerapan Islam secara utuh solusi hakiki problematika umat.
Wallahu a’lam bishshawab.
Views: 4
Comment here