Oleh: Zulhilda Nurwulan, M.Pd. (Relawan Opini Kendari)
Wacana-edukasi.com — Keluarga biasa juga disebut rumah, tempat untuk pulang dan tinggal. Bukan sekadar tempat melainkan juga jiwa seorang individu. Sejatinya, keluarga merupakan cerminan pribadi seorang individu di tengah masyarakat. Keluarga merupakan lembaga pendidikan non-formal pertama yang diterima seorang anak sebelum menimba ilmu pendidikan formal di sekolah. Perilaku seorang anak baik dan buruknya tercipta di dalam keluarga. Sehingga, potret sebuah keluarga akan tampak dari perilaku seorang anak di lingkungan luar.
Dalam sistem sekuler, kehadiran keluarga tidak lepas dari pengaruh debu kapitalis yang memandang keluarga sebagai pasar. Sehingga, menghitung untung-rugi berdasarkan nilai materi. Dalam sistem sekuler, suatu yang mustahil menciptakan keluarga yang harmonis. Baik interaksi antara anak dan orang tua, semua bergantung pada hitungan kapital. Seorang anak bahkan tega menilai kasih sayang orang tuanya dengan hitungan materi. Walhasil, tidak jarang keributan terjadi di dalam keluarga disebabkan masalah hitungan materi tadi.
Seperti yang menimpa seorang ibu di Lombok, Nusa Tenggara Barat yang dilaporkan anaknya perkara sepeda motor. Masalah ini bermula dari pembagian harta warisan keluarga yang membuat si ibu memakai sebagiannya untuk membeli sepeda motor. Sang anak mengganggap hal ini sebagai penggelapan uang. Inilah yang membuat si anak melaporkan ibunya ke pihak kepolisian. Dalam kacamata kapitalis, keluarga tidak lebih dari sekadar tempat mencari keuntungan materi.
Di samping itu, hadirnya nilai-nilai liberal di tengah masyarakat kapitalis telah gagal menghadirkan penghormatan seorang anak terhadap ibunya. Parahnya lagi, ketenangan seorang ibu bahkan terancam dengan hal-hal berbau materi. Sistem kapitalis-sekuler jelas menciptakan generasi durhaka krisis moral dan akhlak.
Sekularisme Gagal Menciptakan Keluarga Harmonis
Sekuler, sebuah kata yang menggambarkan pemisahan kehidupan materi dengan agama. Apa pun yang menjadikan sistem ini sebagai akidahnya jelas memberikan kesengsaraan termasuk dalam pendidikan keluarga sekalipun. Berbagai fakta menunjukkan jika banyak keluarga yang rusak akibat pengaruh kotor dari paham ini.
Minimnya ketakwaan individu pun keluarga kerap menimbulkan berbagai penyimpangan di dalam keluarga. Hal ini menyebabkan psikis keluarga sangat mudah goyah hanya perkara materi. Banyak orang tua yang tega membunuh anaknya bahkan menjual agama mereka demi untuk memenuhi kebutuhan perut dan mata belaka. Seperti dilansir dari Liputan6.com, Pekanbaru, seorang ibu berusia 27 tahun nekat membunuh dua anak bayinya. Menurut Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Ajun Komisaris Juper Lumban Toruan di RS Bhayangkara Polda Riau, Selasa, 17 November 2020, tragedi ini dipicu oleh masalah ekonomi. “Mungkin ada arahnya ke sana, masalah ekonomi,” katanya.
Di samping itu, keretakan rumah tangga pun menjadi warna-warni problem kehidupan keluarga dalam sistem kapitalis-sekuler ini. Lagi-lagi, semua ini bentuk dari kegagalan sistem kufur tersebut. Dengan demikian, berharap kebahagian yang hakiki dalam sistem kapitalis-sekuler merupakan utopia. Sehingga, perlu mengedukasi masyarakat mengenai kesalahan sistem ini dan menggantinya dengan sistem yang benar-benar memberikan kesejahteraan.
Islam Sistem yang Dibutuhkan Keluarga
Sebagai agama sekaligus ideologi, Islam merupakan sistem yang kompleks memberikan solusi atas berbagai problematika kehidupan termasuk masalah keluarga. Pendidikan dalam Islam dimulai dalam keluarga bahkan sebelum seorang anak terlahir di dunia. Rasullah saw. bahkan memerintahkan manusia untuk belajar berkeluarga 25 tahun sebelum membangun bahtera rumah tangga. Maksud dari pernyataan ini adalah seseorang sebelum membangun rumah tangga terlebih dahulu harus memiliki ilmu berumah tangga yang cukup sebagai modal mengarungi kehidupan keluarga.
Pendidikan dalam keluarga menurut Islam adalah pendidikan yang dimaksudkan untuk membentuk anak agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa, serta berakhlak mulia yang mencakup etika, moral, budi pekerti, dan tingkah laku. Sehingga, pendidikan keluarga didasarkan pada tuntunan agama Islam.
Di samping itu, dalam ajaran agama Islam anak adalah amanah Allah. Amanah wajib dipertanggungjawabkan. Hal ini sebagai bentuk kasih sayang orang tua kepada buah hatinya.
Selaras dengan firman Allah Swt.
“Harta dan anak-anak merupakan perhiasan kehidupan dunia.” [Al-Kahfi ayat 46]
Secara umum inti tanggung jawab itu adalah menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak dalam rumah tangga.
Agama Islam secara jelas mengingatkan para orang tua untuk berhati-hati dalam memberikan pola asuh dan memberikan pembinaan keluarga sakinah, seperti yang termaktub dalam QS. Lukman ayat 12 sampai 19. Beberapa pendidikan yang termasktub dalam QS. Lukman di antaranya, pembinaan tauhid kepada anak.
Makna tentang pembinaan tauhid termaktub dalam Luqman Ayat 13:
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya : “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah kezhaliman yang besar.”
Kemudian, pendidikan yang lain adalah pembinaan jiwa sosial anak. Pembinaan sosial pada anak dalam keluarga, dijelaskan dalam surat Luqman ini melalui ayat ke 16 dan ayat ke 17. Untuk ayat ke 16 telah disebutkan pada point ke dua. Sedangkan ayat ke 17 dari surat Luqman berbunyi:
“Hai anakku, dirikanlah salat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang patut diutamakan.”
Dengan demikian, disimpulkan bahwa alquran telah jelas memaparkan mengenai pendidikan keluarga untuk mencegah berbagai penyimpangan keluarga. Sehingga, jelas bahwa yang bisa menyelesaikan problematika keluarga hanyalah islam.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 72
Comment here