Opini

PP No 28 Tahun 2024, Mampukah Jadi Solusi Liberalisasi Pergaulan?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sonia Padilah Riski (Muslimah Kalimantan Barat)

Wacana-edukasi.com, OPINI–Di akhir masa jabatannya, Joko Widodo mengesahkan sebuah kebijakan yang membuat gempar seluruh Indonesia. Seluruh kalangan menilai kebijakan tersebut memberikan kerusakan bagi para generasi dimasa yang akan datang.

Padahal sebelum disahkannya kebijakan tersebut, generasi sudah rusak dahulu. Dimulai dari kasus pemerkosaan hingga kasus kehamilan tidak diinginkan menjadi permasalahan yang tidak kunjung diselesaikan negara hingga saat ini.

Statistik Kriminal 2023 yang diterbitkan oleh BPS, tercatat bahwa jumlah kasus pemerkosaan mengalami lonjakan dibanding tahun sebelumnya mencapai 23,97 persen. Peningkatan kasus pemerkosaan hampir terjadi diseluruh daerah, dengan jumlah data yang cukup miris. Jumlah data tertinggi dialami di Aceh sebanyak 135 kasus, Jawa Barat 114 kasus, Jawa Timur 106 kasus (sindonews.com, 13/07/2024).

Sejalan dengan tingginya kasus pemerkosaan, tentu akan muncul masalah baru yakni kehamilan tidak diinginkan. Muncul trauma akibat pemerkosaan yang dialami korban sehingga lebih memilih untuk melakukan aborsi daripada harus melahirkan anak.

Beberapa pengamat bahkan menyebutkan bahwa Indonesia darurat kasus aborsi. Seperti yang dilansir metrotvnews.com, (04/08/2024) diperkirakan sebanyak 2,5 juta kasus aborsi per tahun terjadi di Indonesia. United Nations Population Fund (UNFPA) juga menyebutkan 60 persen kehamilan yang tidak diinginan akan berujung aborsi. Kehamilan yang tidak diinginkan ini banyak terjadi pada korban kasus kekerasan terhadap perempuan.

Angka tersebut setiap tahunnya akan mengalami peningkatan terlebih didalam PP tersebut diatur bahwa usia remaja bisa diberikan alat kontrasepsi bahkan diperbolehkan melakukan aborsi. Bisakah PP No 28 Tahun 2024 ini menjadi solusi tuntas atas permasalahan tersebut? Dan bagaimana solusi yang diberikan syara’ untuk menyelesaikan permasalahan ini?

*Akibat Demokrasi Kapitalisme*

Kebijakan sejatinya menggambarkan kondisi masyarakat dalam suatu negara tersebut. Semakin banyak kebijakan nyeleneh atau berujung pada perilaku liberalisasi menunjukkan betapa rusaknya kehidupan masyarakat tersebut. Seperti kehidupan barat saat ini, hubungan seksual merupakan suatu hal yang lumrah.

Salah satunya adalah pengesahan kebijakan tersebut, yang dinilai sebagai bentuk kelalaian negara dalam menjaga generasi. Negara hanya mengambil jalan pintas untuk segera menutup permasalahan tersebut. Padahal, kehidupan liberal ini sudah menunjukkan kerusakan yang begitu nyata.

Jika PP ini tetap berlanjut, akan memberikan kerusakan yang tiada akhir bagi generasi. Zina dibiarkan tanpa adanya hukuman, pembunuhan bayi malah dilindungi negara. Wajar saja jika kehidupan saat ini disebut dengan jahiliyah modern.

Negara seharusnya, bukan hanya memfokuskan pada akibatnya, tetapi penyebab dari semua kerusakan tersebut yang tidak dicegah oleh negara. Pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang tidak dibatasi. Pakaian yang serba minim, karena negara menganggap pakaian adalah hak masing-masing orang. Maraknya tempat-tempat yang memunculkan syahwat. Belum lagi media sosial yang menunjukkan semua kehidupan pribadi.

*Mekanisme Sistemik Islam Menjaga Pergaulan Laki-laki & Perempuan*

Munculnya liberalisasi pergaulan ini tentu tidak muncul sendirinya. Semua kerusakan yang muncul akibat dipisahkannya agama dari kehidupan. Pergaulan antara laki-laki dan perempuan diatur dalam islam agar tidak menciptakan interaksi yang menuju aktifitas haram.

Pergaulan pria dan wanita dalam kehidupan harus dipisahkan. Hal ini berdasarkan sejumlah dalil Al-Qur’an dan sunah. Kita juga akan menemukan bahwa Allah Swt. mewajibkan kaum wanita untuk mengenakan jilbab jika mereka hendak keluar rumah (Lihat QS Al Ahzab: 59 dan An-Nur: 31). Allah telah menetapkan seluruh tubuh wanita sebagai aurat, kecuali wajah dan kedua telapak tangannya.

Allah juga telah mengharamkan wanita memperlihatkan perhiasannya terhadap selain mahramnya. Allah Swt. berfirman,
“Dan janganlah mereka (perempuan) menghentakkan kaki (atau mengangkatnya) agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS An-Nur: 31).

Allah juga telah melarang para wanita bepergian, meskipun untuk keperluan ibadah haji, jika mereka tidak disertai mahramnya. Ini dinyatakan dalam firman-Nya,
“Tidak halal (tidak boleh) bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir, melakukan safar sejauh sehari semalam (perjalanan) tanpa mahram (yang menyertainya).” (HR Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

Allah Swt. tidak mewajibkan kaum wanita melakukan salat berjemaah, salat Jumat, ataupun melibatkan diri dalam aktivitas jihad. Sebaliknya, Allah mewajibkan semua aktivitas tersebut bagi kaum pria. Allah Swt. juga telah mewajibkan kaum pria berusaha mencari penghidupan, tetapi Allah tidak mewajibkan hal itu bagi kaum wanita.

Berbagai fakta yang pernah dilakukan Rasulullah saw. bisa menjadi bukti bahwa beliau telah memisahkan kaum pria dari kaum wanita. Misalnya, menjadikan saf-saf kaum wanita ketika menunaikan salat di dalam masjid berada di belakang saf-saf kaum pria. Rasulullah saw. juga memerintahkan kaum wanita keluar lebih dahulu setelah selesai menunaikan salat berjemaah di dalam masjid, lalu disusul oleh kaum pria.

Dalil-dalil di atas yang menjadi dasar bahwa asal mula kehidupan laki-laki dengan wanita itu terpisah (infishol).

Dorongan pemenuhan garizah berasal dari luar diri manusia dengan adanya stimulus berupa fakta atau pemikiran. Oleh karenanya, Islam mencegah dan melarang fakta-fakta terindera ataupun fakta-fakta pemikiran yang bisa merangsang nafsu seksual.

Islam melarang berkhalwat (berdua-duaan laki-laki dan wanita yang bukan mahram). Ini sesuai firman-Nya, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia berkhalwat dengan seorang wanita tanpa ada mahram wanita tersebut. Ini karena setan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR Ahmad).

Islam melarang wanita bersolek dan berhias berlebihan, mempercantik diri untuk menonjolkan kecantikannya (tabaruj), serta memakai wewangian di hadapan laki-laki asing (nonmahram). Allah Swt. berfirman,

“Janganlah mereka memukul-mukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan.” (QS An-Nuur: 31).

Khatimah

Pergaulan adalah sebuah aktifitas yang memunculkan banyak hubungan. Bermuara dari hubungan inilah akan menghasilkan berbagai interaksi. Apakah interaksi tersebut menghantarkan pahala atau dosa.

Sayangnya, pergaulan saat ini sudah diliputi dengan kebebasan yang berasal dari barat. Pola pikir barat sangat berbeda jauh dengan Islam, sehingga aturan kehidupan mereka adalah cerminan dari betapa bebasnya pemikiran manusia. Pergaulan remaja saat ini sangatlah memperihatinkan.

Maka dari itu, terbitnya PP No 28 tahun 2024 bukan solusi untuk menyelesaikan liberalisasi pergaulan. Dalam kehidupan liberalisme sekularisme, segala aktifitaa pergaulan tidak dibatasi. Karena mereka berpendapat, bahwa kebebasan tersebut adalah hak masing-masing manusia.

Padahal, didalam Islam sudah jelas aturan dan bagaimana khilafah memberikan tidanakn kuratif dan preventif untuk menjaga peradaban agar menghasilkan generasi Islami.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here