Opini

PPKM Darurat, Solusi Tepat saat Pandemi Kian Gawat?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Sri Indrianti (Perhati Sosial dan Generasi)

PPKM Mikro atau sekarang PPKM Darurat pun tak jauh berbeda, hanya berganti istilah. Semestinya sejak awal pandemi pemerintah mengikuti saran dari para ahli yang juga sesuai dengan sudut pandang Islam.

Wacana-edukasi.com — Tsunami pandemi Covid-19 kini tengah menerjang Indonesia. Sejak pertengahan Juni 2021, angka kasus aktif Covid-19 terus mengalami peningkatan. Bahkan, ketersediaan tempat tidur di rumah sakit kian menipis.

Kemenkes melaporkan kasus harian Covid-19 bertambah sebanyak 34.379. Dengan penambahan kasus sebanyak ini, maka total kasus positif Covid-19 di Indonesia menjadi 2.379.397. Angka yang cukup fantastis dan tertinggi selama pandemi (beritasatu.com, 7/7/2021)

Tingginya angka kasus Covid-19 beberapa minggu terakhir ini, menyebabkan pemerintah menetapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat. PPKM Darurat ini diberlakukan mulai tanggal 3-20 Juli 2020 di Pulau Jawa dan Bali. Diharapkan dengan diberlakukannya PPKM di sejumlah wilayah Jawa-Bali, angka kasus Covid-19 mengalami penurunan yang cukup signifikan.

Tepatkah langkah PPKM Darurat ini untuk mengatasi pandemi yang kian gawat? Mengingat beberapa waktu sebelumnya sudah diberlakukan berbagai kebijakan dan istilah untuk meredam angka kasus Covid 19. Namun, angka kasusnya bukannya menurun malah terus merangkak naik.

PPKM Darurat Solusi Setengah Hati

Ada sejumlah aturan yang mesti ditaati selama pemberlakuan PPKM Darurat. Di antaranya pembatasan jam operasional pasar, toko, dan swalayan maksimal pukul 20.00 waktu setempat. Kegiatan makan/minum di tempat umum (warung makan, rumah makan, kafe, pedagang kaki lima, lapak jajanan) baik yang berada pada lokasi tersendiri maupun yang berlokasi pada pusat perbelanjaan/mal hanya menerima delivery atau take away dan tidak menerima makan di tempat (dine in). Akibatnya, banyak pedagang yang mengeluh sepi sejak diberlakukannya PPKM ini. Otomatis penghasilan yang didapatkan pun menurun drastis dibandingkan sebelum pemberlakuan PPKM.

Kemungkinan buruk seperti ini semestinya sudah diprediksi sebelum ditetapkan kebijakan PPKM di sejumlah wilayah. Sehingga langkah-langkah pencegahan pun segera diberlakukan. Kalaupun seperti saat ini sudah terlanjur terjadi maka pemerintah pusat dan daerah harus lekas mengambil langkah yang cepat dan tepat sehingga dampak buruk PPKM tidak semakin memperparah keadaan.

Sebenarnya jika diteliti, kebijakan PPKM Darurat ini merupakan solusi setengah hati. Pasalnya, pemerintah dalam menyelesaikan pandemi tidak sampai ke akar permasalahan. Sehingga bukannya pandemi berakhir, malah menimbulkan banyak persoalan kompleks lainnya.

Dari awal pandemi, pemerintah membuat kebijakan dengan hanya memandang permukaan. Akar permasalahan pandemi diabaikan begitu saja. Sehingga yang muncul adalah kebijakan paradoks alias saling bertolak belakang. Misalnya aturan larangan mudik saat hari raya Idul Fitri. Anehnya, pada saat yang bersamaan justru pemerintah menerima kedatangan rombongan WNA (Warga Negara Asing) dari India. Wajar saja angka kasus Covid-19 melonjak bahkan dengan varian baru yang dibawa oleh WNA India tersebut.

Saat PPKM Darurat ini pun terdapat 20 TKA China yang mendarat di Bandara Internasional Makassar Kabupaten Maros pada tanggal 3 Juli 2021. Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi, Arya Pradhana Anggakara, mengatakan bahwa tujuan TKA China tersebut untuk membangun proyek strategis nasional smelter di Kabupaten Bantaeng Sulawesi Selatan (financedetik.com, 5/7/2021)

Kebijakan paradoks seperti ini tentu melukai hati rakyat. Bagaimana tidak? Rakyat mengalami kesulitan perekonomian sejak awal pandemi atau bahkan saat PPKM Darurat kali ini, namun dengan mudahnya TKA China masuk melenggang kangkung ke bumi Pertiwi mendapatkan pekerjaan bergaji besar. Selain itu, dalih bantuan selama PPKM Darurat pun tidak tepat sasaran.

Islam Mengatasi Pandemi

Sejak awal pandemi, banyak ahli memberikan saran untuk dilakukan karantina wilayah. Namun, itu semua tidak digubris oleh pemangku kebijakan dengan dalih perekonomian mati jika diterapkan karantina wilayah atau lockdown. Sebagai jalan tengah maka diambil langkah PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Bantuan sosial pun didistribusikan kepada masyarakat yang terdampak pandemi. Sayangnya, bantuan sosial ini tidak tepat sasaran.

PPKM Mikro atau sekarang PPKM Darurat pun tak jauh berbeda, hanya berganti istilah. Semestinya sejak awal pandemi pemerintah mengikuti saran dari para ahli yang juga sesuai dengan sudut pandang Islam.

Islam menyelesaikan pandemi secara tuntas. Langkah awal yang ditempuh saat terjadi pandemi adalah dengan melakukan karantina wilayah. Masyarakat di wilayah wabah tidak diperkenankan keluar. Begitu juga sebaliknya, masyarakat di luar wilayah pandemi tidak diperkenankan memasuki wilayah wabah.

Kemudian memperbanyak tracing dan tes di masyarakat. Sehingga bisa segera terdeteksi yang terkena virus dan diisolasi dengan fasilitas kesehatan yang bagus. Sedangkan yang tidak terkena virus bisa melakukan aktivitas seperti biasa.

Bagi masyarakat yang diisolasi maka seluruh kebutuhan pokok keluarganya dipenuhi oleh negara. Pun juga bagi masyarakat di wilayah wabah yang biasanya aktivitas perekonomiannya di luar wilayah wabah mesti dipenuhi juga kebutuhan pokoknya. Apabila kondisi misalnya sudah cukup genting atau darurat karena terjadi tsunami pandemi dan menurut ahli langkah paling aman tetap berada di rumah, maka kebutuhan pokok masing-masing individu tanpa terkecuali dipenuhi negara. Sehingga masyarakat tidak perlu pusing memikirkan kesulitan ekonomi saat pandemi kian gawat.

Dalih perekonomian bakalan mati, bisa didongkrak kembali saat pandemi telah berakhir. Daripada terus mengeluarkan kebijakan paradoks yang justru semakin membuat rakyat tercekik karena kesulitan ekonomi. Pada satu sisi rakyat ingin berdiam diri di rumah tidak berkerumun, namun di sisi lain kebutuhan pokok harus terpenuhi supaya kehidupan terus berjalan.

Konsep karantina wilayah saat wabah ini pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Beliau dengan tegas menyetujui usul dari Amr bin Ash untuk melakukan karantina wilayah saat terjadi wabah tha’un di Syam. Sehingga wabah dahsyat yang bahkan merenggut gubernur Syam, dapat berakhir dalam waktu yang cepat. Kehidupan pun bisa berjalan dengan normal kembali setelah wabah berakhir.

Semestinya begitulah tindakan seorang penguasa. Kebijakan yang diambil haruslah cepat, tanggap, tepat, dan sandaran pengambilan kebijakan tak lepas dari syariat . Karena seorang penguasa bertanggung jawab atas seluruh rakyat yang dipimpinnya. Semoga pandemi Covid-19 ini lekas berakhir.

Wallahu a’lam bish showab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here