Oleh: Dwi D.R.
wacana-edukasi.com, OPINI– Di bulan Ramadhan yang agung bagi seluruh umat Islam, kenaikan bahan pokok sudah menjadi kebiasaan setiap tahunnya. Ditambah lagi, PPN yang dikabarkan akan mengalami kenaikan menjadi 12%. Semakin berat rupanya beban rakyat di negeri ini.
Kenaikan PPN di tahun 2025 bukanlah sekadar kabar burung, melainkan dibenarkan oleh Menteri koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto. Beliau memastikan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025 mendatang, dan tidak akan ada penundaan. Seperti dilansir cnbcindonesia.com (08/03/2024), menurutnya sudah jelas bahwa kebijakan ini tentunya akan dilanjutkan oleh periode pemerintahan selanjutnya. Lalu, apakah kenaikan pajak ini adalah kebijakan yang tepat?
Pajak Naik, Hidup Rakyat Makin Sulit
Saat bahan pokok naik, pemerintah dengan entengnya membuat kebijakan yang makin mempersulit kehidupan rakyat. Kenaikan pajak ini tentunya akan berimbas pada kehidupan rakyat. Terutama mereka yang ada di level menengah ke bawah. Kenaikan pajak yang selalu berulang ini merupakan fakta bahwa pemerintah negeri ini tidak bisa menyejahterakan rakyatnya. Bagaimana akan sejahtera, sementara harga kebutuhan pokok selalu naik, hingga pajak? Kondisi ini tentunya membuat rakyat resah. Apalagi jika masa kenaikan pajak itu tiba, akan menambah kesulitan rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Sehingga, biaya hidup yang semakin mahal membuat banyak orang akhirnya mencari solusi yang bukan solusi. Misalnya pinjaman online yang hanya menambah masalah. Karena tidak sedikit mereka yang tidak bisa membayar cicilannya, justru terlilit utang riba yang semakin bertambah, mengerikan bukan?
Inilah sepenggal derita rakyat yang hidup dalam kepemimpinan sistem ekonomi kapitalis. Rakyat yang seharusnya disejahterakan malah dicampakkan. Buktinya dengan kebijakan-kebijakan yang membuat harga kebutuhan pokok naik dan PPN yang juga akan naik. Sudah jelaslah di sini, pemerintah lalai dalam memikirkan rakyatnya.
Akibat kenaikan PPN ini, dimungkinkan akan terjadinya peningkatan pengangguran. Karena, kenaikan akan membuat daya beli masyarakat menurun, sehingga akan melemahkan kinerja keuangan perusahaan. Dampaknya, akan menurunkan penyerapan tenaga kerja yang mengakibatkan meningkatnya angka pengangguran, sungguh miris.
Dalam sistem ekonomi kapitalisme, kewajiban pajak adalah kepastian. Karena, sistem ini mutlak menjadikan pajak dan utang sebagai sumber utama pemasukan negara. Hal ini merupakan konsep sistem ekonomi kapitalisme. Karena dari sinilah negara memiliki pemasukan yang besar dibandingkan dengan sumber pemasukan negara yang lain. Negara yang bersistemkan ekonomi kapitalisme secara mutlak menjadikan pajak dan utang sebagai sumber utama pemasukan negara, inilah bagian dari konsep ekonomi kapitalisme.
Namun, pendapatan negara dari sektor pajak ini, sangat rawan dikorupsi. Sehingga, jika pendapatan negara tidak mencapai target, maka kenaikan pajak menjadi solusi agar pendapatan negara sesuai target. Menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan negara adalah kebijakan yang salah. Karena, pada faktanya negara memiliki sumber-sumber penghasilan lain, seperti pengelolaan sumber daya alam (SDA) untuk rakyat, yang juga berpotensi memberikan penghasilan yang besar untuk negara.
Namun, lagi lagi sangatlah disayangkan. Negara dengan konsep liberalisasi dalam ekonomi kapitalisme nyatanya melegalkan privatisasi SDA tersebut. Sehingga, bisa dikelola dan dinikmati oleh swatsa hingga asing (para pemilik modal/korporasi). Hingga kahirnya rakyat yang kembali kesusahan, karena harus membayar untuk mengaksesnya. Dalam sistem ini, negara hanyalah regulator (pembuat aturan), yang memberi jalan kepada para korporasi untuk bisa menguasai SDA milik rakyat. Dan inilah pil pahit dari konsekuensi penerapan sisitem ekonomi kapitalisme.
Sistem Eknomi Islam Sejahterakan Rakyat
Berbeda dengan sistem ekonomi kapitalisme, sistem ekonomi dalam Islam memiliki berbagai sumber pendapatan negara yang dapat menyejahterakan kehidupan seluruh rakyat. Dalam Islam, hukum syara’-lah yang menentukan penyusunan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), berikut pos pendapatan dan pengeluaran negara. Setelah itu, pemimpin negara dapat menyusun APBN sendiri melalui hak tabanni. Sehingga, APBN yang telah ditetapkan oleh pemimpin (Khalifah) akan menjadi UU yang harus dijalankan oleh seluruh aparatur pemerintahan.
Adapun, pengelolaan APBN dikelola oleh lembaga khusus tempat menerima dan mengeluarkan dana yang disebut Baitul Maal. Lembaga tersebut merupakan bagian dari struktur sitem pemerintahan Khilafah Islamiyah, yang bertugas menangani harta yang diterima negara. Serta mengalokasikannya untuk kaum muslimin yang berhak menerimanya. Dalam sistem keuangan Baitul Maal, menghabiskan anggaran di akhir tahun tidak akan terjadi.
Seperti yang disebutkan dalam Chanel Youtube Muslimah Media Center, bahwa dalam sistem Islam, Baitul Maal akan mampu menguatkan perekonomian negara menjadi kuat dan stabil, karena sumber pemasukan Baitul Maal banyak dan berbagai jenis, tidak bergantung pada utang dan pajak. Jelasnya pengaturan alokasi pengeluaran dan setiap jenis pengeluaran memiliki alokasi sumber pendanaannya.
Penyusunannya tidak dilakukan tahunan, melainkan sepanjang waktu sesuai alokasi yang diatur syara’.
Adapun, sumber pendapatan Baitul Maal terbagi menjadi tiga pos, sesuai dengan jenis hartanya, di antaranya, Pos Fa’i dan Kharaj, tersusun dari beberapa bagian sesuai dengan harta dan jenis harta yang masuk. Seperti ghanimah yang mencakup anfal, fa’i, dan khumus; kharaj; status tanah; jizyah; fa’i; dan dharibah atau pajak. Namun, pajak dalam Islam berbeda, hanya diberlakukan pada kaum muslim yang kaya dan hanya bersifat temporal (sementara). Jika kondisi di Baitul Maal sudah stabil, maka penarikan pajak pun dihentikan.
Pos Kepemilikan Umum, terbagi atas jenis harta kepemilikan umum, seperti minyak dan gas, listrik dan pertambangan, laut dan sungai, perairan dan mata air, hutan dan padang rumput gembalaan, serta aset-aset yang dilindungi negara untuk keperluan khusus. Negarapun tidak boleh memberikannya pada swasta dan asing, justru wajib mengelolanya untuk kemaslahatan umat yang dialokasikan untuk kesehatan, pendidikan, dan lain-lain. Pos Sedekah, tempat penyimpanan harta-harta zakat seperti uang perdagangan, pertanian dan buah-buahan, zakat ternak unta, sapi dan kambing. Bertujuan untuk meringankan beban rakyat ketika pendapatan negara yang tidak bergantung pada pajak demi mewujudkan kesejahteraan seluruh rakyat.
Maka, hanya dalam sistem Islamlah kesejahteraan akan terwujud. Karena dilandaskan pada aturan syara’. Bukan aturan manusia yang mementingkan segelintir pihak saja. Wallohu’alam.
Views: 7
Comment here