Wacana-edukasi.com — Di saat perekonomian masyarakat lesu akibat pengaruh pandemi, mirisnya, pemerintah justru merencanakan kebijakan yang dinilai kontraproduktif. Yakni, rencana pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terhadap barang kebutuhan pokok yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak. Hal ini tertuang dalam draft RUU Perubahan Kelima Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
Akibat rencana ini, bermunculan reaksi di berbagai kalangan. Pedagang pasar hingga kalangan pengusaha menolak rencana pemerintah tersebut. Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), Abdullah Mansuri menilai rencana kebijakan pemerintah ini sangat tidak tepat. Berpeluang menambah beban masyarakat.
Pandemi yang tak kunjung mereda, memukul banyak sektor ekonomi masyarakat. Ritel-ritel besar pun sampai gulung tikar dan berujung pada PHK massal. Tidak sedikit, keluarga yang kehilangan sumber pendapatannya karena hal ini. Dengan adanya pemungutan PPN untuk sembako, akan memakin menambah beban masyarakat. PPN akan meningkatkan harga sembako. Hal itu akan menyebabkan masyarakat menengah ke bawah khususnya, kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Muncullah masalah ekonomi yang semakin pelik, yakni bertambah kemiskinan.
Sebaiknya kebijakan yang berorientasi profit ini tidak digulirkan oleh pemerintah. Meskipun tujuannya untuk menambah pemasukan negara yang semakin minim. Kebijakan ini akan berefek mempersulit rakyat. Justru seharusnya pemerintah mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh kebutuhannya dengan harga yang murah. Apalagi di masa pandemi seperti saat ini.
Itu karena pada hakikatnya peran pemerintah adalah pelayan rakyat. Memastikan tiap individu terpenuhi kebutuhan pokoknya. Sebagaimana perannya yang diatur dalam Islam. Pemerintah tidak boleh memungut pajak dari barang strategis yang dibutuhkan masyarakat yang akan berujung menzalimi mereka.
Wallahu a”lam bishshawab.
Lussy Deshanti Wulandari—Bogor
Views: 1
Comment here