Opini

Predator Anak Makin Marak

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Rismayana (Aktivis Muslimah)

Wacana-edukasi.com, OPINI– Kasus kekerasan seksual pada anak di negeri ini seakan tidak pernah berhenti. Para predator beraksi dalam berbagai rupa. Berbagai cara telah dilakukan negara untuk mencegah maraknya pelecehan seksual terhadap anak. Namun, pelecehan terhadap anak bukannya makin berkurang, malah makin kian marak. Apa penyebab kasus pelecehan terhadap anak ini terus berulang?

Baru-baru ini viral berita ditemukannya bocah perempuan dalam keadaan sudah tidak bernyawa, di dekat bocah tersebut ada sepeda berwarna pink yang menjadi saksi bisu kematian bocah tersebut. Korban yang ditemukan dalam keadaan meninggal tersebut adalah anak perempuan berusia tujuh tahun. Bocah perempuan tersebut masih sekolah di Madrasah Ibtidaiyah kelas satu.

Saat kejadian bocah tersebut ditemukan bersama sepedanya oleh kepala sekolah anak tersebut menimba ilmu. Karena anak tersebut tidak pulang ke rumah pada saat waktunya pulang. Menurut keterangan kakek korban yang bernama Sutrisno, korban yang sehari-harinya pergi dan pulang sekolah selalu naik sepeda sendiri, dengan melewati jalan perkebunan. Menurut kakek korban, cucunya tidak pernah diantar oleh ibunya, karena kondisi ibunya dalam keadaan hamil sembilan bulan. Jadi tidak bisa mengantar jemput anaknya.

Kematian bocah ini diduga akibat diperkosa lalu dibunuh. Dan kasus ini ditindak lanjuti oleh pihak kepolisian kota Banyuwangi Jawa Timur dan pihak kepolisian sudah mengamankan sepeda berwarna pink sebagai alat bukti. Di samping itu juga pihak kepolisian juga mengamankan barang bukti berupa, pakaian, sepatu, perhiasan dan juga sebuah permen lolipop, untuk diteliti dan di periksa di laboratorium forensik (liputan6.com, 16/11/2024).

Tragisnya penemuan bocah yang meninggal akibat dugaan diperkosa lalu dibunuh. Hal ini mendapat kecaman dari Menteri Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak (PPPA) ibu Afifah Choiri Fauzi. Beliau sangat mengecam tindakan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap bocah berinisial DCN ( 7) tahun yang terjadi di Banyuwangi Jawa Timur. Beliau mengatakan Kementerian PPPA akan terus mengawal proses hukum kasus tersebut, dan akan memberi bantuan pendampingan terhadap keluarga korban dan beliau juga mendesak pihak kepolisian untuk mengungkap tuntas kasus pembunuhan dan pemerkosaan tersebut ujar beliau (kompas.com, 17/11/2024).

Mengapa predator anak kian marak? Padahal, negara sudah berupaya memberantasnya. Lagi-lagi inilah buah dari penerapan sistem kapitalis sekuler yang diterapkan oleh negara di tengah-tengah kehidupan masyarakat saat ini. Di mana sistem sekuler yang sejatinya memisahkan agama dari sendi kehidupan, di mana urusan moral masyarakat negara tidak akan ikut campur tangan.

Karena urusan moral merupakan urusan individu masing-masing masyarakat dan urusan moral juga merupakan bagian dari aturan agama. Sedangkan dalam sistem kapitalis urusan agama tidak akan di bawa ke ranah urusan publik (pemerintah). Sehingga ketika terjadi adanya kasus predator pada anak, negara hanya akan memberi sanksi (hukuman) bagi pelaku tindak kekerasan. Bukan mencari penyebab akar masalah mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Karena sistem sekuler hari yang memisahkan agama dari kehidupan, sehingga negara tidak aware pada urusan moral rakyatnya dan hal inilah yang menyebabkan rusaknya naluri dan akal manusia dalam bersikap, karena negara berlepas tangan dalam urusan moral masyarakat. Hal inilah yang menyebabkan faktor-faktor penyebab maraknya dan merajalelanya predator anak di masa sistem kapitalis yang saat ini sedang berkuasa. Karena terlepasnya negara dari urusan agama.

Hal ini diperparah lagi dengan kondisi saat ini karena lemahnya keimanan individu di tengah masyarakat, dan dengan adanya interaksi yang terjadi di tengah masyarakat tanpa adanya batasan interaksi, hal inilah yang juga bisa merangsang terjadinya kasus pemerkosaan dan pembunuhan dan yang lebih miris lagi dengan kondisi saat ini, di mana sistem sekuler negara dalam melindungi anak dalam berbagai aspek, baik itu dibidang pendidikan perannya sangat minim.

Sehingga ketika terjadi pelanggaran hukum, sistem kapitalis dalam menjatuhkan sanksi tidak ada efek jera. Inilah buah dari pendidikan yang berasaskan sekuler, segala sesuatu berdasarkan buah pemikiran manusia, yang semua itu serba lemah dan terbatas. Tidak bisa menenteramkan dan memuaskan fitrah manusia. Berbeda dengan sistem Islam. Islam menetapkan negara memiliki kewajiban meriah rakyatnya. Salah satunya dengan menjaga generasi, baik dalam kualitas hidup, maupun lingkungan yang baik.

Selain itu, negara juga menjaga keselamatan generasi dari berbagai bahaya. Termasuk dari berbagai bahaya macam kekerasan seksual dan pembunuhan. Karena sejatinya anak-anak adalah generasi gemilang pencetak peradaban dan dalam Islam negara mempunyai tiga pilar dalam menjaga dan melindungi rakyatnya termasuk melindungi anak. Yaitu dimulai dari pertama, ketakwaan individu, yang kedua peran keluarga dan yang ketiga kontrol masyarakat hingga penegakan sistem sanksi oleh negara yang tegas dan menyegerakannya.

Semua itu akan bisa terwujud hanya dengan menjalankan sistem syariat Islam secara menyeluruh. Sehingga setiap individu, keluarga, masyarakat maupun negara (Khalifah) kelak di hadapan Allah akan bersaksi bahwa mereka telah berupaya menjaga dan melindungi dari pedihnya azab api neraka. “Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu, dan keluargamu dari api neraka. Yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya Malaikat- Malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah. Terhadap apa yang diperintahkan-Nya. Kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (TQS. At-Tahrim ayat 6).

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 8

Comment here