Oleh Siti Juhana (Praktisi Pendidikan)
wacana-edukasi.com– Bagai makan buah simalakama. Begitulah kiasan yang tepat untuk kebijakan pelaksanaan proses Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas saat ini. Aturan yang saling tumpang tindih membuat berbagai pihak mengalami kesulitan untuk mematuhi dan merealisasikan kebijakan tersebut. Sebagaimana telah diketahui, proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) selama hampir 2 tahun ini telah memberikan dampak yang signifikan terhadap kualitas pelajar.
Berbagai keluhan terkait kesulitan mengakses proses pembelajaran baik yang bersifat teknis maupun non teknis telah membuat sebagian pelajar mengalami penurunan motivasi untuk terus mengikuti proses tersebut. Fakta ini menimbulkan adanya kekuatiran terhadap kesinambungan proses pembelajaran dan pencapaian target-targetnya. Atas dasar itulah maka pemerintah telah mempersiapkan mekanisme Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas sebagai solusinya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menilai bahwa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang diterapkan selama pandemi ini ternyata tidak efektif dan menimbulkan dampak psikologis besar bagi para pelajar terutama di jenjang SD dan PAUD karena peserta didik di dua jenjang ini memerlukan proses pembiasaan dan keteladanan. Bahkan, kekuatiran akan munculnya *learning loss* membuat rencana PTM ini dinilai semakin urgen untuk segera direalisasikan.
Apa yang dikuatirkan Mendikbud itu tentu tidak sepenuhnya salah. Banyaknya masalah yang muncul selama pandemi ini menjadi fakta yang tidak bisa dipungkiri. Namun demikian, kebijakan tersebut menjadi sulit dipahami dan direalisasikan ketika ada beberapa perbedaan sudut pandang terkait urgensi dari PTM ini. Mendikbud mendasarkan percepatan pelaksanaan PTM pada kekuatiran munculnya efek psikologis dan learning loss pada jenjang SD dan PAUD. Padahal, peserta didik di dua jenjang itu belum mendapatkan suntikan vaksin sebagai salah satu syarat terselenggaranya PTM.
Oleh karena itulah, kebijakan ini mendapat respon keras dari Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti. Dalam video yang ditayangkan di kanal youtube Kompas TV pada Minggu, 26 September 2021, Retno mendorong percepatan pelaksanaan vaksinasi pada anak usia 12-17. Dia juga menyarankan agar PTM di satuan pendidikan jenjang SD (khususnya untuk kelas 1, 2 dan 3), TK dan PAUD jangan dilangsungkan dulu (Tribunnews. com). Pendapat senada juga dikemukakan oleh Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo dengan alasan adanya potensi penularan tinggi pada 3 jenjang pendidikan tersebut karena para peserta didiknya belum mendapatkan suntikan vaksin dan perilaku prokes mereka yang sulit dikontrol. (Minggu, 25/9, CNN Indonesia).
Di sisi lain, pelaksanaan PTM ini mengharuskan adanya kepatuhan pihak penyelenggara pendidikan terkait ketersediaan sarana penunjang prokes seperti pembentukan satgas covid, penyediaan thermo gun, tempat cuci tangan, tisu dan lain sebagainya. Semua itu tentu hanya bisa terselenggara jika ada biaya pendukungnya. Untuk itulah, penyelenggara pendidikan diharuskan membuat Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) untuk memfasilitasi PTM terbatas ini.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Jenderal PAUD Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Jumeri dalam Webinar Kemkominfo yang berjudul “Peran UKS sebagai Satgas Penanganan Covid-19 di Sekolah” pada Kamis, 17/6. Menurut Jumeri, dana untuk pembiayaan ini bisa diambil dari Dana BOS 2020-2021. Perlu dicatat bahwa Dana BOS 2020-2021 sebesar Rp. 52,5 triliyun ini akan dialokasikan untuk 216.662 satuan pendidikan SD, SMP, SMA, SMK, serta SLB yang telah terdaftar di Dapodik. Jika ditelaah lagi, pernyataan ini tentu akan mempengaruhi tercapainya tujuan awal penyusunan program Dana BOS yaitu membebaskan biaya pendidikan bagi siswa miskin dari seluruh pungutan dalam bentuk apapun.
Sebagai Negara dengan jumlah muslim terbesar, aturan Islam terkait pendidikan seharusnya juga dicermati. Dalam Islam, tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam dan membekali para peserta didik dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang terkait dengan problem kehidupan mereka. Tujuan ini bersinergi dengan strategi dan metode yang akan diterapkan demi terealisasinya tujuan tersebut. Agar tujuan ini bisa diraih secara sempurna maka Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warganya secara cuma-cuma.
Negara juga wajib menyediakan segala fasilitas yang diperlukan untuk merealisasikan hal itu baik berupa dana, sarana dan prasarana maupun kesempatan pengembangan diri. Jika ada situasi darurat yang bisa menghambat proses ini maka Negara wajib turun tangan secara penuh. Kebijakan yang akan dikeluarkan selalu dipastikan tidak akan tumpang tindih karena keputusan terkait proses pembelajaran selalu seragam yaitu sesuai strategi dan tujuan pendidikan Islam.
Tentu kita berharap agar kebijakan yang tumpang tindih semacam ini tidak perlu ada lagi. Andai pemerintah memiliki komitmen untuk menangani pandemi ini dengan baik sejak awal maka kebijakan PTM ini takkan menuai pro dan kontra.
Wallahu a’lam bishowab.
Views: 158
Comment here