Opini

Program Pembangunan Desa, Apakah Menyejahterakan?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Nia Umma Zhafran

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Dilansir dari laman Antaranews.com dalam acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI bersama Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (MN KAHMI), di Kompleks, Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (31/7/2024), Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) mengatakan bahwa pembangunan desa memiliki peran sentral dalam mengurangi kesenjangan pembangunan antarwilayah. Pembangunan desa akan menjadi penyeimbang untuk memangkas jurang perbedaan antara kehidupan di perkotaan dan pedesaan.

Dia menyatakan pembangunan desa memiliki peran sentral dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024 yang mencatat persentase angka kemiskinan di desa mencapai 11,79 persen, jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan perkotaan sebesar 7,09 persen, ungkap Bamsoet.

Dia mengingatkan agar arah kebijakan penggunaan dana desa harus tetap dikedepankan untuk program pemulihan ekonomi, diantaranya yakni untuk perlindungan sosial, penanganan kemiskinan ekstrem, bantuan permodalan kepada BUMDes, dana operasional pemerintahan desa, serta dukungan program sektor prioritas di desa. Slogan “tinggal di desa, rezeki kota, bisnisnya mendunia” harus digaungkan dalam menurunkan laju urbanisasi.

Pembangunan desa diklaim dapat memeratakan pembangunan dan membawa kesejahteraan masyarakat desa. Sayangnya, realitanya tidak demikian. Sampai saat ini masih banyak penduduk miskin di desa dan masih banyak desa tertinggal. Maraknya urbanisasi terlebih pasca lebaran menjadi salah satu bukti adanya kesenjangan tersebut. Tinggal di kota bukan berarti sudah sejahtera, setidaknya di kota lapangan pekerjaan serta akses terhadap fasilitas hidup yang dianggap lebih mudah didapat.

Terlebih dalam sistem hari ini maraknya korupsi, termasuk dana pembangunan desa yang rawan dilakukan oleh pejabat desa. Tak ayal dikatakan pemerataan pembangunan desa hanyalah ilusi. Sistem desentralisasi yang diterapkan juga berdampak pada tidak meratanya pembangunan desa. Sebab, sistem ini menjadikan pemerintah pusat abai atau berlepas tangan atas pembangunan yang terjadi di desa.
Setiap desa di dorong untuk mencari sumber pemasukan secara mandiri untuk dipergunakan membangun desa. Padahal kemampuan dan potensi ekonomi yang dimiliki tiap desa tentu berbeda-beda. Memang benar negara tidak sepenuhnya lepas tanggung jawab, karena kita mengetahui ada program dana desa yang seolah merupakan bentuk perhatian pemerintah pusat ke desa-desa di berbagai pelosok negeri. Program dana desa ini bahkan menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk setiap desa. Namun, dibalik itu semua ternyata tersimpan motif Neoliberalisasi ekonomi, khususnya melalui sektor pariwisata dan sumber daya alam strategis negeri ini.

Negara dalam sistem Kapitalisme berpijak pada kepentingan dan keuntungan karena itu program-program yang dicanangkan untuk mengelola desa didasarkan pada untung dan rugi. Tak heran kita menemukan ada desa yang mendapat perhatian lebih karena sumber daya alam sebagai potensi ekonomi yang dimiliki desa tersebut.

Mirisnya, sumber daya alam tersebut diserahkan pengelolaannya kepada pihak swasta atau asing dan aseng. Sehingga tidak ada keuntungan yang di dapatkan desa kecuali sangat sedikit. Negara sendiri mendapatkan pemasukan pajak dari izin privatisasi sumber daya alam oleh swasta. Segala bentuk pembangunan yang dilakukan pemerintah di pedesaan tidak akan mewujudkan pemerataan selama paradigma pembangunannya masih berasaskan Kapitalisme. Pembangunan ala Kapitalisme hanya berorientasi paa keuntungan bukan mewujudkan kesejahteraan rakyat, sebab keuntungan tersebut hanya dapat dinikmati para pemilik modal yang diberi peluang besar mengelola kekayaan alam negeri ini.

Berbeda dengan paradigma Islam, Islam menempatkan negara sebagai pengatur urusan umat yang bertanggung jawab penuh dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan seluruh warga negaranya. Pembangunan infrastruktur dalam Islam adalah prasarana yang dibuat demi kemaslahatan umat sehingga pembangunannya tak berpusat pada sentra ekonomi tapi menyebar merata pada setiap permukiman warga. Maka pembangunan di kita da di desa tidak akan timpang seperti kondisi hari ini yang hanya fokus pada perkotaan dan mengabaikan pedesaan. Pembangunan di desa juga tidak didasarkan pada keuntungan segelintir orang atau pemilik modal, tetapi kesejahteraan warga desa. Sebab inilah visi politik negara Islam dalam bingkai Khilafah, yakni mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh warga negaranya.

Selagi sistem ekonomi Islam memiliki aturan kepemilikan yang mengharamkan pengelolaan sumber daya alam diserahkan pada pihak swasta apalagi asing dan aseng. Seluruh sumber daya alam dengan jumlah berlimpah adalah milik rakyat atau publik. Karena itu negara berkewajiban mengelola sumber daya alam demi kemaslahatan umat. Pembangunan desa akan didukung oleh sidtem sentralisasi, semua daerah akan dalam pantauan negara dengan pejabat dan pegawai yang amanah. Maka akan terwujud desa yang maju dan sejahtera. Sebagaimana di wilayah kota. Adapun pembiayaan pembangunan infrastruktur diambil dari dana Baitul Maal.

Pembangunan Infrastruktur berupa jalan umum, sekolah, rumah sakit, saluran air minum, listrik dan sarana publik lainnya akan diprioritaskan di seluruh wilayah kota maupun desa. Sebab, ketiadaannya akan menimbulkan bahaya atau dharar bagi umat. Akan tetapi jika dana dari Baitul Maal tidak mencukupi, maka negara wajib membiayai dengan memungut pajak atau dharibah dari rakyat. Pajak diambil dari rakyat yang kaya (aghnia) saja sejumlah biaya yang dibutuhkan.

Jika waktu pemungutan dharibah membutuhkan waktu yang lama sementara infrastruktur harus segera dibangun, maka boleh bagi negara meminjam kepada pihak lain selama tetap dalam koridor syariah. Pinjaman yang diperoleh tidak boleh ada bunga atau menyebabkan negara bergantung kepada pemberi pinjaman. Pinjaman tersebut akan dibayar dari dana dharibah yang dikumpulkan dari rakyat yang kaya tadi.

Sejarah Khilafah yang pernah tegak 13 abad telah membuktikkan terwujudnya pemerataaa pembangunan di kota dan desa. Urbanisasi besar-besaran tidak akan terjadi di dalam tata kelola negara Islam, karena di wilayah mana pun, rakyat akan menemukan kesejahteraannya.

WalLaahu a’lam bishshowwab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here