Oleh: Ummu Azmi (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, OPINI– Masa muda sering digunakan untuk coba-coba. Mencoba hal baru yang mungkin membuat seru. Atau, meraih sesuatu yang mungkin dirasa perlu.
Akan tetapi, tidak semua generasi paham mengenai kebutuhan dan keinginan. Tak jarang hanya karena sekadar ingin, mereka terjerumus ke dalam sesuatu yang merugikan, demi mendapatkan keinginan tersebut. Akhirnya, mereka harus berurusan dengan berbagai pihak. Seperti yang diberitakan oleh nasional.kompas.com (23/7/2024), sindikat pelaku eksploitasi perempuan dan anak di bawah umur melalui media sosial dibongkar oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Berdasarkan penjelasan dari Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Dani Kustoni, sindikat ini mempekerjakan serta menawarkan pekerjaan seks komersial (PSK), dan juga menjual video pornografi melalui aplikasi X dan Telegram.
Parahnya lagi, sebagian orang tua mereka ternyata mengetahui dan membiarkan anaknya menjadi pekerja seks. (inews.id, 25/7/2024)
Lalu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, mengatakan bahwa ditemukan transaksi mencapai Rp127 miliar yang diduga terkait dengan prostitusi anak. (antaranews.com, 26/7/2024)
Dan, dari hasil analisis, terdapat lebih dari 24.000 anak berusia 10 tahun hingga 18 tahun yang terlibat praktik prostitusi dan pornografi tersebut. (nasional.kompas.com, 26/7/2024)
Mengerikan sekali bukan? Para remaja yang seharusnya memiliki kehidupan yang sehat, malah terperosok ke dalam bisnis haram. Mengapa hal ini bisa terjadi?
*Efek dari Sekuler Kapitalisme*
Sumber dari masalah ini ialah sistem sekuler kapitalisme yang baik secara sadar maupun tidak sadar teraplikasi ke dalam hidup individu, termasuk para remaja. Sistem ini membuat individu jauh dari agama. Individu menjadi bebas dalam bertindak.
Sistem sekuler kapitalisme ini membuat remaja kini lebih senang kepada hal-hal yang terlihat keren. Mereka menjadi mencari-cari kesenangan dan kepuasan tanpa batas. Meskipun ada harga yang harus dibayar mahal dengan hilangnya kesucian dan risiko penyakit menular agar mendapatkan yang diinginkan, mereka seolah tidak peduli.
Di lain sisi, ekonomi yang lemah pun menjadi alasan yang mungkin selalu tersampaikan jika ada yang bertanya. Kebutuhan hidup per orang yang tidak sedikit dijadikan dalih untuk mendapatkan uang lewat jalur haram. Orang tua yang tidak mampu menanggung beratnya biaya hidup pun seakan membiarkan anaknya berbisnis syahwat. Padahal, keluarga lah yang seharusnya menjadi pelindung bagi anak-anaknya.
Perekonomian yang kapitalis membuat yang lemah menjadi makin sulit bersaing. Negara pun seolah tutup mata atas susahnya hidup rakyat. Ditambah dengan media yang menjadi alat promosi pun dapat dengan mudah digapai.
Selain itu, media juga nyatanya menjadi salah satu alat referensi gaya hidup. Banyak tayangan yang mempertontonkan seseorang dengan gaya hidup yang mewah, hedon, flexing, dan lain-lain. Tidak sedikit pula, ternyata membuat individu lain ingin memiliki hal yang serupa. Sehingga, tidak menutup kemungkinan, jika tanpa iman yang kuat, remaja akan tergoda untuk melakukan hal apapun demi mendapatkan hal yang diinginkannya. Remaja tidak lagi memikirkan dosa saat melakukan hal yang dilarang oleh agama.
Begitupun dengan pergaulan. Lingkungan tempat generasi berteman maupun dengan siapa dia berteman pun menjadi jalan bagi generasi untuk menjadi rusak atau hebat. Dia akan menjadi suka foya-foya jika bergaul dengan teman yang suka menghabiskan uang pada hal yang sia-sia. Atau, dia akan menjadi generasi yang hebat jika bergaul dengan orang-orang yang paham agama.
*Solusi Menurut Islam*
Sebagai seorang muslim, standar kebahagiaannya ialah rida Allah Swt.. Halal dan haram adalah rujukannya dalam berbuat. Apapun yang akan dilakukan, harus dipertimbangkan dahulu halal-haram nya.
Selain itu, dalam Islam, negara harus memenuhi kebutuhan hidup rakyatnya. Negara akan mengedukasi orang yang menafkahi (ayah/suami) untuk mencari nafkah. Negara juga yang memiliki kewajiban untuk membuka lapangan kerja bagi mereka. Apabila ayah atau suami sudah tidak ada, maka kerabat yang akan menafkahi. Jika sudah tidak ada kerabat, maka sesama akan saling membantu atau tolong menolong. Namun, jika semuanya sudah tidak bisa, maka negara harus turun tangan sampai kebutuhan individu terpenuhi. Konsep nafkah ini bersifat krusial karena agar individu tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, seperti terlibat prostitusi.
Negara pula wajib mengatur tata sosial masyarakat sesuai dengan syariat Islam. Interaksi antara perempuan dan laki-laki dikontrol oleh negara. Interaksi antara perempuan dan laki-laki diperbolehkan di bidang pendidikan, kesehatan, dan muamalah syar’i.
Dalam Islam, media harus bersih dari hal-hal yang dapat merusak masyarakat. Negara wajib menindak tegas setiap tayangan yang memiliki potensi dapat memunculkan syahwat. Negara dalam Islam menjadi pengurus dan pelindung rakyat.
Dalam Islam juga, sanksi yang diberikan bersifat tegas dan menimbulkan efek jera. Hukum seperti ini dapat mencegah terjadinya prostitusi. Tidak ada prinsip kebebasan yang menjadi alasan bagi manusia untuk berbuat semaunya.
Selain itu, suasana keimanan pun tercipta di masyarakat karena individu-individu nya yang bertakwa. Benteng mereka dari perbuatan maksiat ialah keimanan yang ada pada diri mereka. Kehidupan masyarakat yang terikat dengan aturan, pemikiran, dan perasaan yang sama, akan menjadikan terciptanya masyarakat Islam.
Berbeda dengan kehidupan masyarakat sekuler, masyarakat Islam akan senantiasa melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar, individu nya memiliki kepribadian Islam, hidup dengan tenang, aman, dan sejahtera. Serta, generasi nya menjadi generasi yang kuat, beriman, bertakwa, cerdas, dan siap mengisi peradaban Islam yang gemilang. Wallahualam.
Views: 12
Comment here