Oleh: Muyessaroh
wacana-edukasi.com SURAT PEMBACA– Proyek P3A (Program Pembangunan Percepatan dan Pemberdayaan Masyarakat) yang dilaksanakan di wilayah RT.1/RT 1 Desa Teluk Empening, Kecamatan Terentang Kabupaten Kubu Raya tahun 2021, di duga tidak selesai sesuai dengan aspirasi yang diajukan oleh salah satu anggota DPR-RI.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPW Anti Korupsi Indonesia (Legatisi), Eddy Ruslan BA, telah mengambil sikap dengan mengajukan permintaan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Inspektorat untuk mengaudit proyek tersebut.
Menurutnya, audit ini diharapkan dapat mengungkapkan berbagai hal, termasuk potensi dugaan penyalah gunaan dana, pelanggaran kontrak,dan penyebab dugaan ketidak selesainya proyek.
Lebih lanjut Edy mengatakan ini salah satu contoh proyek P3A yang mangkrak dan tidak menutup kemungkinan di desa desa lain juga ada hal yang sama.
(https://kabardaerah.id/proyek-p3a-tahun-2021-di-wilayah-desa-teluk-empening-kecamatan-terentang-tidak-selesai-sesuai-aspirasi-anggota-dpr-ri/)
Proyek mangkrak bukanlah hal yang baru, proyek P3A Desa Teluk Empening hanyalah salah satu dari sekian banyak proyek mangkrak yang ada di Indonesia. Padahal pembangunan infrastruktur terutama di area pedesaan sangat di perlukan untuk mempermudah aktivitas masyarakat. Namun sayang, banyak yang menjadikan sebuah proyek sebagai kepentingan politik dan ekonomi. Sehingga demi kepentingan tersebut pelayanan terhadap umat di kesampingkan.
Tak pelak, sebuah proyek infrastruktur berjalan tanpa adanya dorongan kepentingan publik. Hal ini karena pembangunan infrastruktur dalam sistem kapitalis sekuler hanya berorientasi pada keuntungan korporasi atau kelompok bukan pada kepentingan publik. Sebab sudah menjadi tabiat kapitalisme untuk mencapai keuntungan sebesar-besarnya dengan modal serendah-rendahnya.
Berbeda dengan sistem Islam, pembangunan infrastruktur didasarkan pada kemaslahatan umat bukan pada kepentingan korporasi atau segelintir kelompok. Negara Islam berperan sebagai penanggung jawab atas pengadaan infrastruktur di setiap wilayah bahkan pelosok sekalipun. Sehingga kegiatan ekonomi dan upaya kesejahteraan umat bisa terwujud.
Adapun pembiayaan pembangunan seluruhnya di tanggung oleh negara yang berasal dari pos baitul maal sebagaimana hukum syariat Islam menetapkan, bukan dari hasil hutang ataupun pajak. Dana baitul maal di peroleh dari hasil sumber daya alam yang dikelola oleh negara yang kemudian hasilnya untuk kemaslahatan umat. Tidak seperti dalam sistem kapitalis, dimana sumber daya alam di privatisasi tapi pembangunan infrastruktur dari korporasi.
Kemudian pembangunan infrastruktur dilaksanakan oleh penguasa atas dorongan iman pada Allah SWT, karena sadar amanah yang di embannya akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat kelak. Sehingga praktik bisnis dalam meraup keuntungan dalam proyek pembangunan akan tertutup.
Rasulullah saw. bersabda, “Imam/Khalifah adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya.” (HR al-Bukhari dan Ahmad). Wallahualam bissawab.
Views: 8
Comment here