Opini

Proyek Kereta Cepat, Apakah Tepat saat Pandemi Meningkat?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Novriyani, M.Pd. (Praktisi Pendidikan)

Ketergantungan utang kepada asing hanya dijadikan jebakan asing untuk menyetir kebijakan yang ada pada negara yang berutang dan mampu menguasai Sumber Daya Alam (SDA) di negeri tersebut.

Wacana-edukasi.com — Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung (KCJB) diprediksi akan mengalami cost deficiency (kekurangan biaya) operasi pada awal pengoperasiannya.

Hal ini yang menjadikan pemerintah kembali melakukan negoisasi dengan Cina agar mendapat bantuan pinjaman. Pinjaman tersebut dapat diperoleh dari Cina dengan jaminan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.

Seperti yang dilansir dari CNN Indonesia.com, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan untuk kelangsungan operasional usaha cash flow negatif yang terjadi diawal operasional proyek dengan pembiayaan dari bank yaitu China Development Bank. Selain cost deficiency, Kartika juga mengatakan proyek tersebut juga berpotensi mengalami pembengkakan konstruksi (cost overrun) sampai dengan US$1,4 miliar-US$1,9 miliar.

Karena itu, pemerintah tengah bernegosiasi dengan China untuk menambal pembengkakan itu. Ia menambahkan pembengkakan terjadi akibat keterlambatan pembebasan lahan dan perencanaan yang terlalu optimis di awal (8/7/2021).

Sementara fakta lain menujukkan kasus harian covid-19 di Indonesia terus meningkat sejak Juli 2021. Pada Jumat 9 Juli 2021 kasus positif cetak rekor baru dengan 38.124 sementara kematian masih tinggi di angka 871 (Portonews.com,10/7/2021)

Kebijakan yang diambil tidak sesuai dengan masalah pandemi yang semakin meningkat di tengah-tengah masyarakat. Bagaimana bisa disaat rakyat berusaha melawan virus, justru pemerintah membuka kran utang baru untuk proyek infrastruktur. Disaat rakyat membutuhkan banyak bantuan, proyek kereta cepat malah diprioritaskan.

Dilihat dari berbagai kebijakan mulai dari dibukanya pusat pariwisata, PPKM, hingga vaksinasi prabayar, semua kebijakan dilakukan dengan pertimbangan ekonomi, bukan pada prioritas keselamatan masyarakat. Jadi, wajar saja jika proyek infrastruktur menjadi opsi terbaik pemerintah untuk meningkatkan perekonomian di tengah wabah disaat meroketnya kasus pandemi di negeri ini.

Pernyataan ini diperkuat dengan ungkapan Mantan Menpora Roy Suryo mengkritik keras kebijakan pemerintah terkait proyek kereta cepat yang diusung pemerintah Jokowi saat ini. Pemerintah telah gagal fokus dalam menangani pandemi, memilih sektor ekonomi ketimbang kesehatan. Pemerintah justru menambah utang lagi ke China dan proyek-proyek Infrastruktur Tol yang selama ini jadi “jualan” harus dijual beneran. Calon IBN masih jalan terus, sementara Nakes yang meninggal sudah 1000 lebih.

Dengan dalih demi tercapainya pertumbuhan ekonomi, pemerintah menjadikan utang sebagai solusi untuk menutup defisitnya anggaran APBN. Sehingga, alasan defisitnya anggaran menjadikan pemerintah enggan mengurusi urusan rakyat. Namun, memanfaatkan momen pandemi dengan menambah utang.

Ketergantungan utang kepada asing hanya dijadikan jebakan asing untuk menyetir kebijakan yang ada pada negara yang berutang dan mampu menguasai Sumber Daya Alam (SDA) di negeri tersebut. Maka wajar saja jika saat ini asing yang selalu menyetir kebijakan di negeri ini dan menguasai seluruh SDA yang ada.

Beginilah jika segala sesuatunya digantungkan kepada asing. Asing dijadikan sebagai mitra politik. Sehingga, setiap kebijakan yang dibuat pemerintah akan senantiasa memihak kepada korporasi sebagai pemilik modal dan tidak heran jika proyek infrastruktur akan terus berjalan meskipun pandemi.

Maka jangan heran jika penguasa atau pemimpin yang lahir dalam sistem demokrasi hanya bekerja bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan demi kepentingan jabatan, kekuasaan, dan kekayaan mereka. Rakyat hanya dijadikan cara untuk memperoleh kekuasaan tersebut.

Kewajiban sebagai seorang pemimpin adalah mengurusi kepentingan rakyatnya dan memenuhi segala kebutuhannya. Terlebih saat pandemi seperti ini, penanggulangan pandemi seharusnya menjadi skala prioritas daripada proyek kereta cepat yang dananya terbatas. Selain itu, terlebih dengan pengerjaan proyeknya yang menimbulkan kerumunan dan berpotensi penyebaran covid-19 meningkat.

Dalam APBN, sudah seharusnya pemerintah dapat mengaturnya dengan baik tanpa harus bermitra dengan asing. Dengan memanfaat SDA yang ada dan mengelolanya dengan baik, maka anggaran tidak akan mengalami defisit apalagi sampai harus berhutang dengan asing. Dengan pengelolaaan yang tepat dan sesuai, maka negara akan mampu mandiri dalam pemenuhan kebutuhan rakyatnya bahkan akan mampu membiayai seluruh pembangunan infrastruktur.

Oleh karena itu, kebijakan negeri ini tidak akan disetir oleh siapapun dan fokus pada kepentingan rakyat. Terlebih memprioritaskan segala sesuatu yang berkaitan dalam penyelesaian pandemi, seperti obat-obatan, tenaga medis, dan kebutuhan lainnya sebagai penunjang penyelesaian pandemi.

Maka sangat dibutuhkan pemimpin yang memposisikan perlindungan nyawa sebagai prioritas utama kebijakannya dan amanah dalam melayani rakyat. Pemimpin seperti ini hanya dapat ditemukan dan lahir dari sistem yang segala peraturannya bersandarkan pada aturan sang pencipta, yakni Islam.

Wallahu’alam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 12

Comment here