Oleh Ummu Hanan (Aktivis Muslimah)
Sistem pendidikan ala kapitalisme terbukti telah gagal mewujudkan pemenuhan akan pendidikan kepada seluruh rakyat.
Wacana-edukasi.com — Penyelenggaraan pendidikan tinggi di masa pandemi tengah menghadapi ujian. Tingginya angka putus kuliah semasa pandemi Covid-19 telah menjadi keprihatinan banyak pihak. Diberitakan bahwa mengutip data dari Kemendikbudristek sepanjang tahun 2020 angka putus kuliah di Indonesia mencapai 602.208 orang. Data tersebut disampaikan oleh Kepala Lembaga Beasiswa Baznas Sri Nurhidayah saat peluncuran Zakat untuk Pendidikan (jawapos.com,16/08/2021). Mayoritas para mahasiswa putus kuliah berasal dari perguruan tinggi swasta (PTS).
Di antara sebab terhalangnya mahasiswa untuk melanjutkan kuliah adalah ketidakmampuan dalam membayar biaya perkuliahan. Menurut survei yang dilakukan oleh BEM Universitas Indonesia, 72 persen dari 3.321 mahasiswa mengaku kesulitan membayar biaya kuliah (mediajabodetabek.com, 21/08/2021). Pembayaran biaya kuliah atau Uang Kuliah Tunggal (UKT) menjadi tertangguhkan sebab menurunnya status ekonomi keluarga terdampak pandemi Covid-19. Para mahasiswa juga harus menghadapi kenyataan ketika banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang memengaruhi akses pemasukan bagi keluarga.
Jumlah mahasiswa yang terancam putus kuliah diperkirakan semakin hari kian bertambah. Prediksi ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTSI) Budi Djatmiko. Menurut Budi dugaan makin bertambahnya jumlah mahasiswa putus kuliah karena hampir setiap hari dirinya mendapati laporan terkait hal tersebut. Diantara PTS terdampak putus kuliah sebagian besar terdapat di Pulau Jawa seperti di daerah Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur (republika.co.id,27/04/2020).
Fenomena putus kuliah penting menjadi perhatian semua pihak. Kondisi ini juga ibarat paradoks di tengah gegap gempita pelaksanaan program kampus merdeka. Kampus Merdeka yang digadang-gadang mampu mencetak kaum intelektual yang handal dan diterima di dunia kerja nyatanya tak mampu mengimbangi ancaman putus kuliah. Disini pula setidaknya menyadarkan kitas semua bahwa butuh sebuah sistem pendukung yang memastikan penyelenggaraan pendidikan dapat berjalan optimal dan ideal. Karenanya dibutuhkan visi dan misi pendidikan yang jelas serta berbasis pada ideologi yang benar.
Dalam pandangan ideologi kapitalisme pendidikan adalah aset bagi perbaikan taraf hidup seseorang. Latar belakang pendidikan dijadikan sebagi sebuah ukuran dalam mencari penghidupan yang lebih baik. Ijazah telah menjelma menjadi secarik kertas sakti yang akan mempermudah proses lamaran kerja. Alhasil, orientasi pembelajaran hanya bersandar pada teraihnya nilai dan kecakapan secara akademik semata. Tak sedikit pula akhirnya muncul praktik jasa memalsukan ijazah demi memenuhi syarat administrasi dalam dunia profesi.
Pendidikan adalah asas yang mendasari proses pembentukan generasi suatu bangsa. Baiknya kualitas pendidikan akan melahirkan generasi yang baik, begitupula sebaliknya. Kualitas pendidikan ditunjang oleh beberapa faktor diantaranya sarana dan prasarana. Persoalan putus kuliah menjadi evaluasi dalam hal pemenuhan prasarana pendidikan, yakni soal pembiayaan. Tak dimungkiri kualitas pendidikan terbaik pasti membutuhkan adanya dukungan pembiayaan yang sangat besar. Terlebih ketika cakupan pendidikan ditujukan kepada seluruh anggota masyarakat tanpa terkecuali. Tentu negara memiliki porsi utama dalam pemenuhan pembiayaan ini.
Sistem pendidikan Islam tegak di atas asas akidah Islam. Sistem ini pula merupakan salah satu bagian yang saling terkait dan melengkapi dengan sistem kehidupan yang lain, seperti halnya ekonomi, hukum, politik dan sosial. Sistem pendidikan Islam menempatkan aktivitas belajar dan mengajar sebagai bagian dari kewajiban dalam Islam. Oleh karena itu pendidikan dalam Islam termasuk dalam kebutuhan pokok dan pemenuhannya dijamin oleh negara. Negara Islam berpegang pada prinsip pemimpin adalah raa’in atau penanggungjawab urusan rakyat.
Sistem Islam memandang setiap individu rakyat wajib memperoleh pendidikan yang layak dengan kualitas terbaik. Negara akan memfasilitasi dalam hal menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dengan dukungan pembiayaan yang berasal dari kas baitulmal. Kas baitulmal salah satunya berasal dari sumber pendapatan negara seperti zakat, fa’I, jizyah, kharaj, usyur, ghanimah dan lainnya. Melalui sumber pendapatan ini negara akan mampu melakukan pengelolaan atas ragam pembiayaan kebutuhan rakyat, termasuk pendidikan.
Sistem Islam menjamin terpenuhinya hak rakyat untuk memeroleh pendidikan yang layak. Tidak sebatas memberikan jargon namun dengan bukti nyata sebagaimana sejarah mencatat pada masa Kekhilafahan Al Ma’mun mampu melahirkan Banu Musa yang yatim menjadi polymath. Tidak dapat dibayangkan bagaimana nasib generasi seperti Banu Musa bin Shakir jika pendidikan pada masa mereka berbiaya tinggi dan harus mereka tanggung sendiri. Inilah letak perbedaan bentuk pengaturan sistem pendidikan Islam dan sistem kapitalisme.
Mewujudkan generasi berkualitas tentu tidak sebatas berbicara soal biaya pendidikan. Kualitas output pendidikan hanya mungkin diraih melalui penerapan sistem kehidupan yang shahih. Sistem pendidikan ala kapitalisme terbukti telah gagal mewujudkan pemenuhan akan pendidikan kepada seluruh rakyat. Sebaliknya, sistem Islam nampak nyata memberikan fokus perhatian yang besar dalam urusan ini. Karenanya masihkan kita mempertahankan sistem gagal seperti kapitalisme yang telah mengorbankan generasi terbaik kita? Sepertinya sudah tiba masanya bagi kita untuk merombak sistem yang ada hari ini menuju pada sistem shahih, yakni sistem Islam.
Wallohualam bishowab
Views: 10
Comment here