wacana-edukasi.com– Lagi-lagi nama institusi Polri tercoreng oleh anggotanya sendiri. Belum tuntas kasus Ferdy Sambo dan Tragedi Kanjuruhan, kini muncul kabar Kapolda Sumatra Barat, Inspektur Jenderal Polisi Teddy Minahasa dan sejumlah perwira polisi lainnya ditangkap karena terlibat dalam kasus peredaran gelap narkoba (suarapemredkalbar.com 14/10/2022).
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan, Irjen Pol. Teddy Minahasa (TM) terlibat dalam kasus peredaran gelap narkoba yang diselidiki oleh Polda Metro Jaya. “Kemarin minta Kadiv Propam dan lakukan pemeriksaan terhadap Irjen TM,” kata Sigit di Mabes Polri, Jumat (14/10) petang. Sigit menjelaskan keterlibatan Teddy Minahasa diketahui dari penyidikan kasus peredaran narkoba di Bukit Tinggi, Sumatera Barat. Penyidikan itu berdasarkan laporan masyarakat.
Narkoba menjadi bisnis yang menggiurkan. Jika dahulu penangkapan berputar di kalangan selebritas dan pekerja dunia hiburan, kini merambah ke kalangan ASN, TNI/Polri, remaja, bahkan anak-anak.Tertangkapnya oknum polisi dalam kasus narkoba, bukanlah yang pertama. Berulang kali dan di berbagai wilayah, aparat yang seyogianya memberantas peredarannya, justru masuk dalam cengkeraman gurita narkoba. Mengapa hal itu terus terjadi?
Sebagai negara kepulauan, posisi Indonesia memang sangat strategis. Dari sisi ekonomi, Indonesia menjadi wilayah tersibuk di Asia Tenggara dalam aspek perdagangan internasional.
Maka, kejahatan transnasional menjadikan Indonesia sebagai targetnya, salah satunya peredaran narkoba. Narkoba jenis psikotropika, seperti sabu-sabu dan ekstasi, membanjiri pasar gelap di sejumlah kota besar di Indonesia sejak 1990.
Ancaman penyelundupan narkoba di Indonesia ini tidak lepas dari keberadaan sindikat narkoba di “the golden triangle” (segitiga emas) meliputi Thailand, Laos, dan Myanmar. Penyelundup dari tiga negara ini memang secara aktif mengedarkan narkoba, khususnya jenis kokain dan heroin. Sementara itu, produsen sabu-sabu masih berada di Cina. Ini tidak lain karena bisnis dunia narkoba terkategori menggiurkan.
Untuk harga pasar Indonesia sendiri sangat tinggi. Di Cina, satu gram dijual seharga Rp20 ribu, di Iran Rp50 ribu, dan di Indonesia sendiri mencapai Rp1,5 juta/gram. Kepala BNN juga pernah menyatakan, beli sekilo sabu-sabu dari Cina, harganya Rp200 juta. Di Indonesia bisa dijual sampai Rp2 miliar.
Bisnis ini bukan hanya hitungan semiliar dua miliar, melainkan triliunan! Coba bayangkan, jika konsumsi narkoba per orang Rp500ribu/bulan, dengan 4 juta pengguna, bisa diperoleh Rp2 triliun/bulan. Inilah yang membuat gelap mata, termasuk para penegak hukum yang lemah iman.
Jerat hukum juga terlalu ringan bagi mereka pengedar yang berpenghasilan triliunan. Coba tengok pasal 115 ayat (1), “Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).”
Hukuman ini pun bisa berkurang dengan sikap baik mereka selama “dibina” di penjara. Bakal dapat remisi. Bahkan, bisa jadi mereka tidak mencicipi sama sekali dinginnya jeruji penjara tatkala hakim berhasil mereka suap dan memvonis bebas mereka.
Menghentilan bisnis narkoba adalah dengan memutus rantai peredaran narkoba. Memutus rantai narkoba menuntut perombakan mental kapitalisme yang telah mengakar di tubuh umat dan pejabat negeri ini. Kapitalismelah yang melahirkan manusia-manusia yang menjadikan manfaat sebagai tolok ukur hidupnya. Selama bisnis yang ditekuni menghasilkan uang banyak, tidak peduli lagi akan halal dan haramnya. Juga tidak peduli merusak generasi ataukah menghancurkan negeri sekalipun.
Kapitalisme pula yang menjadikan uang sebagai panglima dalam kehidupan. Peraturan, sanksi, dan keadilan, seolah tidak berdaya berhadapan dengan kekuatan uang. Semua bisa dibungkam dengan uang. Selama negeri ini masih bersandar pada kapitalisme, jangan berharap gurita narkoba akan melemah dan hilang.
Satu-satunya jalan adalah mengganti sistem kapitalisme yang rusak ini dengan sistem Islam. Sistem Islam akan melahirkan individu dan masyarakat yang bermental takwa sekaligus melahirkan pemimpin dan aparatnya yang takwa lagi amanah dalam mengurusi umat sesuai dengan syariat Illahi.
Halimah
Pontianak, Kalbar
Views: 12
Comment here