Oleh: Anisa Rahmi Tania
Wacana-edukasi.com — Di tengah pandemi yang belum juga berakhir, Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi, melontarkan pernyataan kontroversial.
Fachrul menyampaikan masuknya paham radikalisme melalui orang-orang good looking yang memiliki pengetahuan agama luas, pandai berbahasa Arab, dan hafal Al Quran. Menurut dia, hal ini seperti masuknya Snouck Hurgronje ke Aceh (news.detik.com, 4/9/2020)
Sontak pegiat media sosial bereaksi. Karena pernyataan Menag tersebut menyakiti kaum muslim. Seakan ada pembenaran bahwa radikalisme yang selama ini disuarakan barat memang ditujukan hanya kepada umat Islam.
Sebagaimana MUI yang bereaksi keras dan meminta Menag untuk menarik kembali ucapannya tersebut. MUI menilai tuduhan Menag tak berdasar. Hal itu sangat menyakitkan dan mencederai perasaan umat Islam. Padahal umat Islam punya andil besar dalam perjuangan kemerdekaan.
Meski Menag kemudian telah berkilah bahwa pernyataannya hanya disampaikan di forum tertutup untuk para ASN, tidak membuat maksud dari pernyataannya untuk membatasi syiar Islam telah tampak jelas.
Hal tersebut dipertegas dengan adanya sertifikasi penceramah yang akan dimulai September 2020. Sertifikasi ini akan diikuti 8.200 penceramah dari semua agama.
Program yang menggandeng ormas keagamaan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Pembinaan Ideologi Pnacasila (BPIP) ini, bertujuan mencetak penceramah yang memiliki bekal wawasan kebangsaan dan menjunjung tinggi ideologi Pancasila serta mencegah penyebaran paham radikalisme. (cnnindonesia.com 3/9/2020)
Paham radikalisme ini tiada lain paham khilafah yang saat ini semakin hangat dibicarakan di berbagai forum. Fachrul Razi bahkan meminta seluruh kementerian dan lembaga pemerintahan untuk tidak menerima peserta yang mendukung paham khilafah sebagai ASN. Hal tersebut disampaikannya dalam webinar ‘Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara’ di kanal YouTube Kemenpan RB. (cnnindonesia.com, 2/9/2020)
Sementara dia pun menyatakan bahwa Khilafah bukanlah paham yang dilarang di negeri ini. Lantas mengapa Menag memojokkan umat Islam dengan tuduhan pada orang yang taat syariat?
Sungguh ironis. Di tengah kegusaran negeri ini menghadapi pandemi yang tidak juga berakhir, Menag malah membuat kegaduhan yang menyakitkan umat. Akankah ini hanya bentuk legitimasi atas posisi Kemenag sebagai leading sector penanganan radikalisme?
Umat tentu tidak lupa kala perang terhadap radikalisme disuarakan, beberapa sektor dipandang paling berkompeten menghilangkan gerakan radikal di Indonesia. Salah satunya adalah kementerian agama yang di kepalai Fachrul Razi. Hal ini diungkapkan pengamat intelijen dan keamanan, Stanislaus Riyanta, yang menilai Kabinet Indonesia Maju menjadi sinyal perang terhadap radikalisme. (m.mediaindonesia.com, 23/10/2020)
Sebuah tindakan untuk mengukuhkan eksistensi diri dan legitimasi dengan melakukan kinerja sesuai keinginan rezim merupakan hal biasa dalam sistem saat ini. Sistem demokrasi yang menjadikan para penguasa tamak akan harta dan tahta mendorong penganutnya melakukan apapun untuk mempertahankan itu.
Bagaimana tidak? Materi yang dikeluarkan untuk duduk di kursi panas tidaklah sedikit. Sehingga untuk tetap bisa dipandang loyal oleh pimpinan tertinggi, tentu harus ditunjukkan dengan melakukan sesuatu yang ia senangi. Barulah jabatannya akan langgeng.
Meski itu harus dengan memojokkan umat Islam. Karena dalam alam demokrasi, perjuangan menyuarakan khilafah tentu akan dijegal. Melalui tangan siapapun. Hakikatnya air dengan minyak, demokrasi dengan khilafah tidak akan pernah menyatu. Karena satu sama lain saling bertentangan.
Demokrasi yang berasaskan sekularisme menjadikan agama sebagai pelengkap waktu luang. Sementara dalam Islam, agama dan aqidahnya adalah inti bernegara dan bermasyarakat yang tidak boleh dijauhkan apalagi dipisahkan.
Sehingga tak heran jika saat ini berbagai upaya untuk menghalangi perjuangan tegaknya kembali Khilafah dilakukan terus-menerus. Di sinilah saatnya umat harus menyadari bahwa sudah seharusnya memperjuangkan tegaknya Khilafah. Karena dengan tegaknya khilafah artinya syariah Islam akan bisa diterapkan secara kaffah.
Hukum-hukum Allah Swt dan sunah-sunah Rasulullah Saw, sepenuhnya akan bisa diterapkan sebagai satu-satunya rujukan. Dengan begitu setiap permasalahan hidup dipastikan akan selesai. Keberkahan hidup, keadilan, dan kesejahteraan akan tercipta. Hal ini tidak hanya terasa oleh umat Islam, tetapi juga seluruh umat manusia bahkan alam semesta.
Karena Allah Swt telah menjamin kesempurnaan aturan Islam. Telah menjamin pula kemashlahatannya jika Islam benar-benar diterapkan.
Tujuan inilah yang diinginkan para pejuang Khilafah. Bukan untuk mengejar kepentingan pribadi maupun golongan. Bukan pula untuk meraih harta dan tahta yang tinggi. Namun semuanya atas dorongan keimanan dan ketakutan hanya pada Allah Swt.
Wallahu’alam
Views: 1
Comment here