Opini

Rajab, Momentum Kemuliaan Umat

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Suniangsih

Wacana-edukasi.com, OPINI– Awal tahun Masehi saat ini bertepatan dengan awal bulan Rajab di tahun Hijriyah. Tentu saja bagi umat Islam, bulan Rajab tidaklah seperti bulan-bulan lainnya, karena banyak sekali nash-nash yang telah menyebutkan keutamaan bulan ini.

Seperti nash berikut ini dalam QS At-Taubah [9] : 36. “Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menzalimi dirimu dalam (bulan yang empat) itu, dan perangilah kaum musyrikin semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang takwa”.

Penjelasan ayat tersebut pun telah diperkuat dengan hadits Nabi Muhammad shalallahu alayhi wasallam : “Setahun ada dua belas bulan. Di antaranya empat bulan haram (mulia), tiga bulan berturut-turut, yaitu Zulkaidah, Zulhijah, dan Muharam, serta Rajab Mudhar yang berada di antara Jumadil-akhir dan Sya’ban.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Atas nash tersebut, maka umat Islam dianjurkan untuk banyak melakukan amal shalih dibulan haram. karena setiap amal shalih pahalanya akan dilipat gandakan, akan tetapi sebaliknya juga ketika pada bulan-bulan lain Allah Ta’ala telah melarang berbuat zalim (kemaksiatan) tetapi di Bulan Rajab lebih keras lagi larangannya. Bahkan sebelum Islam datang, budaya di suku-suku Arab telah menyepakati untuk mensucikan bulan tersebut dengan tidak melakukan peperangan di bulan haram. Jika melanggar maka akan terkena sanksi dan denda yang telah disepakati. Kemudian, setelah kedatangan Islam, kemuliaan bulan haram semakin diperkuat dengan wajibnya lebih bertaqorrub kepada Allah. Melakukan aktivitas-aktivitas yang diridhai Allah.

Selain nash yang menyebutkan kemuliaan bulan Rajab, di dalam bulan ini pun terjadi peristiwa yang luar biasa yaitu peristiwa Isra’ Mi’raj, di mana dalam peristiwa ini telah menunjukkan kemuliaan Rasulullah SAW. Dalam perjalanan Isra, Rasulullah diperjalankan oleh Allah ke masjidil Aqsha, dan beliau di sana bertemu dengan para nabi. Kemudian beliau mengimami sholat bersama para nabi lainnya. Lalu Nabi Muhammad Saw dibawa naik ke langit tertinggi untuk mendapatkan perintah kewajiban shalat lima waktu dari Allah langsung. Kemudian juga diperlihatkan surga dan neraka oleh malaikat Jibril.

Karena peristiwa Isra’ Mi’raj inilah, maka bulan Rajab menjadi momentum bagi umat Islam untuk mengadakan kegiatan pengajian atau tabligh Akbar. Hampir semua mesjid-mesjid mengagendakan acara tersebut. Tentu saja acaranya pun di isi dengan ceramah mengenai keutamaan bulan Rajab dan kisah Isra’ Mi’raj. Demikianlah berulang-ulang setiap tahun.

Namun, meskipun setiap tahun umat Islam memperingati Isra’ Mi’raj dan mengetahui bahwa bulan Rajab adalah bulan yang mulia, umat Islam sejatinya belum menyadari esensi kemuliaan Bulan Rajab ini. Sebagian besar umat Islam memperingati peristiwa tersebut hanya bersifat seremonial saja, tetapi tidak ada perubahan dalam kehidupan diri umat. Selama ini hampir tidak ada yang membahas atau mengaitkan momen bulan Rajab ini pada kesadaran akan kondisi umat Islam saat ini, yang terpuruk dari berbagai lini. Contohnya, dari segi ekonomi kita masih dijajah oleh sistem kapitalis, begitu pula dari segi pendidikan, generasi umat Islam saat ini jauh dari nilai Islam. Mereka lebih dekat pada sistem sekuler daripada keislaman. Belum lagi di bidang politik, hampir tidak ada negara muslim yang mempunyai kekuatan sekedar untuk melawan entitas y4hudi yang melakukan genosida di P4lestine, di mana hal ini merupakan hal yang sangat dekat dengan peristiwa Isra’ Mi’raj yaitu Baitul Maqdis.

Padahal jika kita cermati sejarahnya, umat Islam terdahulu justru mampu menunjukan kemuliaannya dengan membebaskan Baitul Maqdis, yaitu pada masa kepemimpinan Umar bin Al Khathab ra, pada bulan Rajab tahun 15 H (637 M). Saat itu Baitul Maqdis dikuasai oleh Romawi. Kemudian pembebasan kedua pun terjadi pada bulan Rajab tahun 583 H, tepatnya tanggal 2 Oktober tahun 1187 oleh Salahuddin Al Ayyubi dan ini juga merupakan peristiwa yang sangat terkenal dengan sebutan perang salib.

Pada saat itu umat Islam terpancar kemuliaannya karena institusi Islam kokoh berdiri menjadi negara adidaya yang disegani, karena landasan negaranya telah menerapkan syariat Islam.
Sebaliknya ketika kaum muslim menanggalkan syariat Islam bahkan berlepas diri dari sistem Islam, maka yang terjadi adalah kemunduran, begitulah munculnya peristiwa kelam dibubarkannya institusi Islam yakni kekhilafahan Utsmani yang peristiwa ini pun terjadi di bulan Rajab tepatnya pada tanggal 27 Rajab tahun 1342 Hijriyah. Umat Islam menjadi tidak memiliki kepemimpinan yang satu dan umat menjadi tercerai berai menjadi negara-negara kecil yang lemah. Bahkan menganut pandangan kuffar yakni nasionalisme dimana pandangan inilah yang telah mensekat-sekat kaum muslimin, sehingga bahkan tidak mampu menolong saudaranya di P4lestine dengan alasan batas territorial negara, padahal sejatinya mereka adalah sesama muslim yang seharusnya menjadi satu tubuh sebagaimana sabda Rasullullah Saw :

“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits tersebut baru akan terlaksana hanya ketika kaum muslimin menegakkan kembali khilafah, karena hanya seorang Khalifah sajalah yang dapat menggerakkan seluruh kaum muslim di seluruh dunia untuk menghadapi musuh Islam. Dengan khilafah maka akan terwujud kemuliaan umat Islam dan tercipta Islam rahmatan Lil ‘alamin sebagaimana era kekhilafahan Ummayyah saat dipimpin oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720).

Maka dari itu umat Islam harusnya menjadikan momen bulan Rajab ini menjadi semangat untuk mewujudkan kembali kemuliaan Islam dengan memahami islam secara kaffah, dan menjadikan syariat islam sebagai jalan hidup. Begitupun wajib bagi kita untuk berlepas diri dari kaum jahiliyah sebagaimana hadits berikut ini :

“Barangsiapa mati tanpa bai’at (sumpah setia) di atas pundaknya, maka matinya dalam keadaan jahiliyah.” (HR. Muslim no. 1851).

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here