Oleh Novianti
wacana-edukasi.com, OPINI– Gegap gempita pesta lima tahunan baru saja usai. Banyak harapan rakyat digantungkan pada pemimpin berikutnya yang menang dalam pemilu. Semua menginginkan keadaan jauh lebih baik dari sebelumnya sesuai janji-janji manis selama kampanye.
Tetapi nampaknya rakyat kembali harus menelan pil pahit. Pemilu usai tetapi kehidupan mereka semakin diabaikan. Rakyat menjerit akibat naiknya harga berbagai kebutuhan pokok. Beras hilang dari pasaran, jika ada harganya melangit. Harga pangan lainnya kompak ikut naik. Harga cabai tembus dengan kenaikan 100%. Demikian pula komoditi lain seperti beberapa sayuran. (kompas.com, 18/02/2024).
Pemandangan menyesakkan terlihat di beberapa tempat. Ratusan warga antri demi memperoleh beras murah terjadi di Probolinggo. Warga berdesak-desakan selama 3 jam di Bandung. Demikian juga di Kabupaten Sumedang, sejak subuh warga menunggu. Semua berebut beras murah.
Realitas ini menunjukkan semakin beratnya ekonomi. Jumlah keluarga miskin diperkirakan bertambah. Padahal pemerintah berkoar-koar sejak 2023 akan menghapus kemiskinan ekstrem hingga mendekati nol persen pada 2024.
-Potret Buram-
Ada 6,7 juta jiwa penduduk miskin di Indonesia menurut standar global yaitu berdasarkan standar garis kemiskinan sebesar 2,15 dollar Amerika purchasing power parity (PPP) per hari. Sedangkan versi pemerintah lebih sedikit yaitu sejumlah 5,8 juta jiwa. Basis perhitungan standar garis kemiskinan menggunakan standar 1,9 dollar Amerika (PPP) per hari.
Namun, standar mana pun yang dipakai tetap tidak bisa menutupi kenyataan bahwa kemiskinan sudah menjadi persoalan kronis di negara kaya raya dengan sumber daya alam ini. Tikus mati di lumbung padi adalah pepatah yang menggambarkan keadaan rakyat saat ini. Hidup miskin meski tinggal di negara subur dan kaya sumber daya alam.
Jika menggunakan logika, darimana muncul angka standar kemiskinan pun tidak masuk akal. Pemerintah tidak memasukkan keluarga dengan penghasilan UMR sebagai kategori miskin. Padahal, berat sekali tanggungan seorang kepala keluarga misal yang tinggal di Jakarta berpenghasilan sebesar Rp5 juta untuk hidup dengan layak. Dalam pandangan kapitalis, kemiskinan hanya tentang utak atik angka. Angka tersebut tidak mencerminkan kondisi sesungguhnya. Jika ada yang mati kelaparan pun tidak dipedulikan.
-Perlinsos Bukan Solusi-
Pemerintah sudah menggelontorkan dana untuk menekan tingkat kemiskinan melalui perlindungan sosial (perlinsos). Pada 2024 pemerintah menggeber program bansos dengan jumlah mencapai Rp496 triliun dan cakupannya diperluas. Anggaran tertinggi sepanjang sejarah pemerintahan sebelumnya.
Kendati demikian, angka kemiskinan dI Indonesia tetap terbilang banyak. Ekonom sekaligus Direktur of Public Policy Center of Economic and Law Studies Media Wahyu mengatakan kemampuan pemerintah mengurangi kemiskinan justru menurun. Semakin besaran anggaran tidak langsung menurunkan angka kemiskinan. Program bansos hanya meningkatkan pengeluaran konsumsi yang bersifat sementara. Tetapi kelompok miskin ini tetap sulit naik kelas dan meningkatkan taraf hidupnya.
Fakta menunjukan program perlinsos bukan solusi andalan. Bantuan dalam bentuk uang atau beras bakal habis dalam hitungan hari. Kelompok miskin seharusnya dibantu agar berdaya melalui dukungan lintas sektor menggunakan berbagai mekanisme.
-Kapitalisme Sumber Masalah-
Masalah kemiskinan kronis sudah menjadi persoalan global. Berdasarkan data Organisasi Buruh Internasional, Unicef, dan Save the Children, terdapat 333 juta anak hidup dalam kemiskinan ekstrem. Mereka harus bertahan hidup dengan pendapatan di bawah Rp33.565 per hari. Sementara hampir satu miliar anak hidup dalam kemiskinan multidimensi. (kumparan.com, 15/02/2024).
Di sisi lain, ada segelintir orang sangat kaya. Jumlahnya sedikit tetapi menguasai hampir seluruh perputaran uang di dunia. Ketimpangan terjadi di semua negara bahkan antar negara. Jika dicermati menjamurnya kantong-kantong kemiskinan dan ketimpangan kaya-miskin adalah buah dari penerapan kapitalisme. Sistem buatan manusia tersebut memiliki daya destruktif yang luar biasa terhadap kehidupan masyarakat. Yang diserang bukan hanya tatanan ekonomi tetapi semua pilar negara. Dengan nafas liberalismenya, para kapital mengambil kepemilikan rakyat dan menguasai hajat hidup orang banyak.
Sherpa G20 Brasil, Ambassador Mauricio Carvalho Lyrio, menyatakan kesenjangan sosial harus segera diatasi. Forum G20 harus menjadikan pengurangan kesenjangan sosial menjadi agenda internasional, Tetapi ini akan sekadar wacana selama sistem kapitalisme masih menjadi referensi.
Sistem kapitalisme adalah sistem buruk, sumber penderitaan manusia. Namun, para pengusungnya memiliki berbagai cara memoles untuk menyembunyikan keburukannya. Seperti melahirkan berbagai teori di antaranya pertumbuhan ekonomi, angka kemiskinan. Bertumpu pada data seolah fakta yang kebenarannya berdasarkan ilmu. Padahal, itu semua upaya kamuflase untuk mempengaruhi opini publik dan menutupi kebobrokan kapitalisme.
-Mekanisme Islam-
Kemiskinan merupakan masalah yang tidak pernah lepas dari pemerintahan mana pun sepanjang zaman. Islam memandang rezeki setiap orang berbeda-beda. Namun, Islam memiliki mekanisme agar orang-orang miskin tidak terabaikan, tetap diriayah dan tidak menjadi warisan yang turun temurun.
Sabda Rasulullah saw., _“Imam Itu laksana penggembala, dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap gembalaannya.”_ (Hr. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menjadi dalil bahwa penguasa adalah pelayan rakyat dengan menerapkan mekanisme yang merujuk pada syariat Islam.
Pertama, Islam memberikan kewajiban kepada penguasa untuk menyelenggarakan pendidikan dan kesehatan bagi semua rakyatnya secara gratis. Dengan memperoleh kedua akses tersebut, siapapun mendapat kesempatan untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Kedua, negara membatasi kepemilikan berdasarkan hukum syarak. Apa yang menjadi milik rakyat tidak boleh dikuasai perorangan atau kelompok. Sumber daya alam, tanah dan yang berada di dalamnya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Inilah yang menjadi sumber pemasukan negara agar bisa memberikan pelayanan optimal kepada rakyat.
Ketiga, negara mengatur distribusi kekayaan agar tidak berputar hanya di kalangan orang-orang kaya. Melalui pengumpulan zakat yang kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya. Ajakan berinfak dan sedekah akan mendorong setiap orang untuk peduli dan mau meringankan beban orang lain.
Keempat, negara mengupayakan penyediaan harga sandang, pangan, dan papan terjangkau oleh masyarakat. Setiap keluarga bisa memperoleh kehidupan yang layak tanpa dihantui berbagai kecemasan.
Kelima, negara memberikan sanksi terhadap pelaku yang mengabaikan tanggung jawab kepada yang berada dalam tanggungannya. Jika ada janda dan anak-anak terlantar, negara memastikan kerabatnya untuk membantu. Terkecuali dari kerabatnya dalam keadaan kekurangan, maka menjadi kewajiban negara untuk melindungi orang-orang lemah seperti ini.
-Khatimah-
Ketika kapitalisme telah gagal menyelesaikan persoalan kemiskinan maka sistem tersebut sudah tidak layak untuk dipertahankan. Bukan memberikan solusi tetapi justru menambah panjang daftar persoalan dan penderitaan.
Sistem Islam jawaban agar kehidupan manusia antara yang miskin dan kaya bisa harmonis dalam naungan keberkahan Allah Swt. Tidak ada kekhawatiran akan kelaparan, tidak memiliki tempat tinggal, tidak bisa sekolah, atau tidak bisa berobat. Layanan-layanan tersebut disediakan negara yang memberikan perlindungan paripurna melalui penerapan sistem Islam secara kaffah.
Views: 22
Comment here