Qalam Ramadan

Ramadan dan Sekularisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Ramadhan Dan Sekularisme

Oleh:Ekke Ummu Zahra

Alhamdulillah kita sekarang sudah memasuki pertengahan bulan Ramadan. Seluruh kaum Muslim melakukan ibadah. Baik ibadah wajib maupun amalan sunah seperti membaca Al-Qur’an, salat tarawih berjemaah di masjid, dilanjutkan dengan qiyamul lail di sepertiga malam, salat rawatib, memberikan menu sahur ataupun berbuka puasa, hadir di majelis-majelis ilmu dan aktivitas ibadah ritual-spiritual lainnya.

Spiritualitas sebagian umat Islam pada bulan Ramadan memang meningkat. Mereka sibuk memperbanyak ibadah ritual saat Ramadan. Namun sayang, sebagian dari mereka tidak terlihat sibuk dalam masalah keumatan. Kesalehannya hanya terlihat dalam aspek pribadi dan ibadahnya saja. Adapun dalam masalah sosial-kemasyarakatan, yakni kepedulian terhadap nasib umat/rakyat secara keseluruhan, tidak terlihat.

Kita juga dengan mudahnya bisa melihat bagaimana sebagian umat Islam masih mempraktikkan muamalah ribawi, padahal banyak sekali dalil yang menunjukan betapa besarnya dosa riba. Rasulullah saw., bersabda, “Riba itu memiliki 73 pintu. Yang paling ringan dosanya adalah seperti seseorang yang menzinai ibunya sendiri.” (HR al-Hakim dalam Al-Mustadrak dan al-Baihaqi dalam Su’ab al-Imân)

Ramadan juga identik dengan istilah ngabuburit dan buka puasa bersama. Sayang, itu dilakukan juga dengan nonmahram. Astaghfirullah! Terjadilah ikhtilath yang diharamkan di dalam Islam.

Lebih dari itu, terkait dengan kondisi perpolitikan, masih banyak umat Islam yang abai terhadap berbagai kebijakan Pemerintah yang zalim. Mereka abai saat hukum-hukum yang bertentangan dengan syariat Islam diterapkan.

Inilah bukti bahwa sekularisme benar-benar telah termutajasad dalam diri umat,Dalam pikiran mayoritas umat Islam, Ramadan seolah bulan yang khusus untuk beribadah saja kepada Allah Swt.. Ramadan telah dianggap sebagai waktu yang khusus untuk urusan ritual, spiritual, dan keakhiratan. Pada bulan suci ini, aktivitas yang dianggap duniawi harus ditinggalkan atau minimal dikurangi. Tampaknya latar belakang pemikiran inilah yang mendorong sebagian umat Islam untuk menjauhkan aktivitas politik saat Ramadan. Tidak lain karena politik dianggap sebagai aktivitas duniawi dan cenderung kotor; kalau disatukan atau dimasukkan ke dalam aktivitas Ramadan dianggap akan mengotori kesucian Ramadan.

Cara pandang seperti itu merupakan cara pandang sekuler, yakni memisahkan urusan dunia dengan urusan akhirat. Dalam konteks waktu, dengan cara pandang sekuler, seakan-akan ada waktu-waktu yang khusus untuk akhirat; yang harian adalah waktu-waktu salat lima waktu, yang mingguan adalah hari Jumat, dan yang tahunan adalah Ramadan.

Ramadan bagi umat Islam haruslah menjadi momentum untuk melakukan instropeksi diri agar Ramadan jangan sampai menjadi siklus tahunan tanpa makna.

Ramadan juga harus dijadikan momentum untuk membangkitkan taraf berpikir umat, khususnya taraf berpikir terkait aktivitas politik. Politik di dalam Islam adalah perkara yang ada dan wajib untuk turut serta dalam aktivitas politik. Aktivitas politik adalah segala aktivitas yang terkait dengan pengaturan urusan masyarakat (ri’âyah syu’ûn al-ummah), baik yang terkait dengan kekuasaan (as-sulthân) sebagai subyek (al-hâkim) yang melakukan pengaturan urusan masyarakat secara langsung, maupun yang terkait dengan umat sebagai obyek (al-mahkûm) yang melakukan pengawasan (muhâsabah) terhadap aktivitas kekuasaan dalam mengatur urusan masyarakat.

Semoga Ramadan tahun ini Ramadhan terakhir tanpa khilafah dan semoga dibulan Ramadhan ini saat aspek ruhiyah seorang muslim menjadi lebih baik, diharapkan juga mampu meningkatkan kesadarannya terkait dengan aktivitas politik, aktivitas untuk menegakkan kembali institusi politik yang bernama Khilafah Islamiyah.

Wallahu’alam bishawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 31

Comment here