Opini

Ramadan, Pelaku Maksiat Enggan Tobat

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Emmy Harti Haryuni

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Seorang musisi dangdut yang sudah melanglang buana dalam dunia hiburan banting setir berjualan es cendol selama bulan Ramadan. Bung Anjas, demikian panggilannya tak kekurangan akal memilih berjualan es demi bisa menghasilkan uang di bulan Ramadhan ini. Berbagai es segar tersedia dalam gerobaknya, dari mulai es cendol, es buah, maupun es campur menggoda para pelanggan untuk terus membeli dagangannya.

Ingin merengguk keberkahan di bulan Ramadhan dengan cara yang lain dari biasanya, demikian yang diinginkan bung Anjas. Biasanya sehari-hari bergelut dengan panggung musik dangdut di dunia hiburan, namun saat Ramadhan tiba pemerintah mengambil kebijakan membatasi jam operasional bisnis hiburan. Membuat musisi ini putar otak agar tetap menghasilkan uang untuk menghidupi keluarganya (rri.co.id, 13/3/2025).

Berbagai simpati dan dukungan diberikan warga sekitar kepada musisi yang memilih berjualan es cendol sebagai contoh yang baik. Hal ini sangat bertolak belakang dengan respon pelaku bisnis dunia hiburan di daerah lain. Seperti yang diberitakan Jawa Pos.com (13/3/2025), bahwa Ketua Paguyuban Warung dan Hiburan Tulungagung (Pawahita) memprotes kebijakan pembatasan jam operasi tempat hiburan malam. Menganggap akan menghambat pemasukan uang, sehingga menolak menutup tetap hiburan pada jam yang sudah ditentukan selama bulan Ramadhan.

Begitupula dengan tempat hiburan di daerah lain, bahkan ada yang bandel tetap membuka diskotik dalam bulan Ramadhan. Beberapa tempat hiburan malam seperti di Gading Serpong tetap beroperasi di bulan suci Ramadhan ini. Satpol PP Kabupaten Tangerang, Banten, mengadakan operasi untuk mengawas dan memastikan ketertiban dan kepatuhan tempat-tempat hiburan malam terhadap pengaturan waktu operasi selama bulan suci Ramadan.

Operasi yang dilakukan di beberapa titik tempat hiburan termasuk di panti-panti pijit. Hal tersebut bermaksud agar kenyamanan masyarakat selama menjalankan ibadah bulan Ramadhan bisa terjaga. Selain itu, untuk penegakkan peraturan daerah yang berlaku dan keputuhan terhadap Surat Edaran Bupati Tangerang No. 2 Tahun 2025, yang mengatur pelarangan operasional tempat hiburan malam selama bulan suci (baratanews.co.id, 12/3/2025).

Dalam surat pemberitahuan dari Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) daerah khusus ibu kota Jakarta tertuang dalam undang-undang Nomor: e-0001 Tahun 2025 Tanggal 27 Februari tahun 2025. Poin pertama menjelaskan bahwa klub malam, diskotik, Mandi uap, Rumah pijat, dan area bermain ketangkasan manual, mekanik dan/atau elektronik untuk orang dewasa diharuskan tutup pada satu hari sebelum dan sesudah Ramadan. Namun sayang, kebijakan tersebut banyak dilanggar oleh pelaku usaha bisnis hiburan malam.

Lemahnya Penegakan Hukum dan Sanksi dalam Sistem Kapitalisme

Sejatinya kebijakan yang tidak lahir dari akar permasalahan umat, justru akan menyebabkan munculnya berbagai permasalahan baru. Termasuk kebijakan pengaturan waktu operasi tempat hiburan malam. Alih-alih menjaga kesucian bulan Ramadhan, justru yang terjadi adalah berbagai protes pelaku bisnis hiburan dan pelanggaran terhadap kebijakan tersebut.

Faktanya tempat hiburan malam banyak sekali yang tidak mematuhi kebijakan pemerintah tersebut. Tempat-tempat hiburan masih ramai dan kendaraan masih penuh terparkir di halaman tempat-tempat hiburan malam di berbagai daerah. Seakan tidak peduli dengan aturan pemerintah ataukah masyarakat dan pelaku usaha bisnis hiburan malam sudah mengetahui bahwa aturan di negeri ini dibuat untuk dilanggar. Tampaknya mereka mengetahui bahwa sanksi yang diberikan bila melanggar tidak membuat mereka taubat.

Kebijakan waktu operasional bisnis pariwisata atau tempat-tempat hiburan selama bulan Ramadhan adalah kebijakan setengah hati. Hal ini semakin menegaskan bahwa penguasa saat ini tidak serius menghilangkan kemaksiatan secara total. Terlebih terdapat wilayah yang tak melarang operasinya selama bulan Ramadhan.

Beginilah fakta miris manajemen negara berasaskan aturan kapitalisme yang sekuler. Para penguasanya memandulkan aturan Allah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sistem yang menggunakan paradigma asas manfaat keuntungan materi. Mereka tidak peduli sekalipun mendurhakai Allah sebagai pembuat syariat hidup manusia.

Betapa hadirnya kemuliaan bulan Ramadan pun tak bisa membendung bisnis kemaksiatan. Sehingga kesucian bulan Ramadhan menjadi ternoda dengan praktek-praktek kemaksiatan yang dilindungi negara. Beginilah kenyataan kehidupan dalam sistem sekularisme. Melahirkan kebijakan yang sejatinya menunjukkan kegagalan dalam sistem pendidikan sekuler.

Islam sebagai Solusi

Sesungguhnya berbagai kemaksiatan yang ada saat ini hanya mampu diselesaikan tuntas dengan pelaksanaan aturan Islam secara kafah atau menyeluruh dalam naungan sistem Islam. Mengapa? karena dalam paradigma Islam praktik kemaksiatan adalah sebuah pelanggaran hukum Allah yang menjatuhkan pelakunya dalam genangan dosa. Sehingga wajib hukumnya diberikan sanksi sebagai konsekuensi terhadap pelanggaran aturan Islam.

Dalam sistem Islam kaaffah pengaturan semua ruang kehidupan termasuk dunia hiburan dan bidang pariwisata, akan berlandaskan asas Islam. Bukan dengan asas manfaat yaitu keuntungan materi yang sebesar-besarnya. Sehingga segala perilaku yang menjerumuskan pada jurang kemaksiatan akan dilarang keras. Sehingga akan diberikan sanksi tegas yang menjerakan pelaku dan orang lain.

Pendidikan sistem Islam berperan penting dalam melahirkan manusia yang bertakwa, yang akan berpegang teguh pada aturan Allah. Termasuk ketika memilih hiburan ataupun saat membuka usaha, dan menggeluti pekerjaan yang diridhoi Allah SWT. Tidak semata-mata melihat keuntungan materi tapi menjauhkan keberkahan dunia dan akhirat.

Rasulullah SAW bersabda:
الصِّيَامُ جُنَّة

“Puasa adalah perisai.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sejatinya puasa yang dilakukan seorang muslim bisa menjadi perisai dari hawa nafsu segala kemasiatan. Menghindarkan dirinya dari perbuatan keji dan mungkar. Tapi sayang, dalam sistem sekuler sekarang tampaknya hal tersebut tidak terjadi. Mengapa? Karena berbagai kemaksiatan justru difasilitasi dan dijaga penguasa sehingga tetap berlangsung.

Padahal Rasulullah SAW juga bersabda:

إنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ، فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ، وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ

“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya. Jika seorang imam (khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad).

Perisai inilah yang kini tidak ada dalam tubuh kaum muslim sehingga kemaksiatan seakan tidak pernah padam. Malah justru makin marak dan menjadi-jadi di berbagai tempat. [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here