Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Bulan Ramadan adalah bulan penuh keberkahan, karena di dalamnya terdapat banyak pahala dan kebaikan. Salah satu pelajaran penting di bulan Ramadan adalah sebagai bulan pendidikan. Betapa tidak, Ramadan mengajarkan kita untuk tidak melaksanakan kemaksiatan, sekecil apapun.
Hanya saja, dalam sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan membuat seolah kemaksiatan hanya tidak boleh dilakukan di bulan tertentu saja. Sebagaimana terjadi pada sejumlah tempat hiburan malam, diskotek, serta rumah pijat yang dibatasi jam operasionalnya. Ketentuan ini tertuang dalam Pengumuman Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Idulfitri Tahun 1446 Hijriah/2025.
Bukan hanya dilakukan pembatasan, ada juga tempat yang diminta tutup atau diberikan izin operasional, tetapi ada peraturan tertentu. Seperti misalnya kelab malam dan diskotek yang berada di hotel, tempat komersial, serta tak berdekatan dengan pemukiman warga, rumah ibadah, sekolah, serta rumah sakit. Selain itu, dilarang memasang reklame/poster/publikasi/serta pertunjukan film dan pertunjukan lainnya yang bersifat pornografi, pornoaksi, dan erotisme.
Pengaturan jam operasional tempat hiburan selama Ramadan, menunjukkan kebijakan yang setengah hati memberantas kemaksiatan. Kemaksiatan hanya dihentikan di bulan tertentu saja, sementara di bulan lain dianggap bebas. Bukankah di bulan lain pun sama? Tidak boleh ada kemaksiatan, karena buah dari maksiat adalah kerusakan. Sungguh, ini adalah bentuk sekularisasi yang nyata.
Terlebih, sekularisasi nampak pada kebijakan ini, hiburan malam dipandang dari sisi kebermanfaatan ekonomi semata. Prinsip utamanya adalah keuntungan materi dan kesenangan duniawi. Padahal jelas, kegiatan tersebut sejatinya bertentangan dengan Islam.
Sungguh, kemaksiatan hanya mampu diberantas tuntas dengan penerapan syariat Islam secara kafah (menyeluruh). Karena Islam, memiliki seperangkat aturan yang terbaik untuk kehidupan manusia.
Sayang, tanpa junnah (perisai) rakyat tak mampu berlindung dari segala jenis kemaksiatan yang ada. Hanya mampu meredam, itu pun sekadar satu bulan dalam setahun. Kehadiran bulan Ramadan seharusnya menjadi bulan pendidikan bagi setiap individu. Bahwa kemaksiatan yang dikerjakan di bulan lain, merupakan hal yang seharusnya tidak dilakukan. Secara fitrahnya manusia tentu tidak akan ingin berbuat maksiat, karena merusak segala lini kehidupan.
Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan,
“Di antara efek maksiat ialah pelakunya tidak banyak mendapatkan hidayah, pikirannya kacau, ia tidak melihat kebenaran dengan jelas, batinnya rusak, daya ingatnya lemah, waktunya hilang sia-sia, dibenci manusia, hubungannya dengan Allah renggang, doanya tidak dikabulkan, hatinya keras, keberkahan dalam rezeki dan umurnya musnah, diharamkan mendapat ilmu, hina, dihinakan musuh, dadanya sesak, diuji dengan teman-teman jahat yang merusak hati dan menyia-nyiakan waktu, cemas berkepanjangan, sumber rezekinya seret, dan hatinya terguncang. Maksiat dan lalai membuat orang tidak bisa kepada Allah, sebagaimana tanaman tumbuh karena air dan kebakaran terjadi karena api.” (Kitab Al-Fawaid, hlm. 43).
Untuk itu, jadikan Ramadan sebagai momentum menghadirkan junnah (perisai), yang menjaga manusia dari kemaksiatan pada semua bulan.
Ismawati
Views: 0
Comment here