Opini

Ramadan Tanpa Junnah, Maksiat Tetap Jalan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Dite Umma Gaza (Pegiat Dakwah)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Ramadan bulan suci penuh berkah. Bulan untuk beribadah khusyuk, jauh dari maksiat. Masyarakat sangat mendambakan lingkungan yang mendukung. Sayangnya pemimpin di negeri ini masih memperbolehkan tempat-tempat maksiat beroperasi.

Dilansir dari Republika.co.id (2-3-2025), Telah terbit pengumuman Nomer e-0001 Tahun 2025 tentang Penyelenggaran Usaha Pariwisata pada Bulan Suci Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 1446 H/2025 M. Pengumuman ini diterbitkan oleh Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Disparekraf) Provinsi DKI Jakarta. Peraturan ini mengatur tentang operasional usaha pariwisata di Jakarta selama Ramadhan.

Pengumuman ini berisi antara lain, diwajibkan tutup bagi beberapa jenis usaha pariwisata selama H-1 Ramadhan sampai H+1 hari kedua Idul Fitri. Usaha tersebut adalah karaoke, kelab malam, diskotek, rumah pijat, mandi uap dan area permainan ketangkasan manual, mekanik dan elektronik untuk orang dewasa.

Seluruh usaha pariwisata yang menunjang usaha diatas juga diwajibkan tutup. Tetapi ada pengecualian jika usaha pariwisata tersebut diselenggarakan di hotel bintang empat dan hotel bintang lima yang tidak berdekatan dengan rumah ibadah, pemukiman warga, rumah sakit dan sekolah.

Selain beberapa ketentuan diatas, dilarang pula memasang poster, reklame, publikasi dan pertunjukan film yang bersifat erotime, pornoaksi dan pornografi. Perjudian, taruhan, pemakaian dan pengedaran narkoba juga dilarang. Untuk jenis usaha makanan dan minuman yang tidak diatur dalam pengumuman, dihimbau agar ditutup tirai agar tidak terlihat utuh.

Ramadhan di Negeri Ini

Ramadhan bulan mulia, bulan untuk selalu melatih kesabaran dan meningkatkan kualitas takwa kepada Allah Swt. Masyarakat sudah sangat memahami bahwa kedatangan tamu agung ini akan membawa keberkahan bagi kaum muslim di seluruh dunia. Bulan istimewa yang telah dijamin Allah Swt akan meningkatkan derajat takwa bagi hambaNya yang menjalankan perintah dan menjauhi laranganNya.

Sayangnya, potret di negeri ini memperlihatkan kondisi sulit bagi masyarakat untuk memperoleh gelar takwa. Dalam menjalankan ibadahnya, masyarakat tidak di dukung oleh support sistem yang akan menjamin masyarakat untuk totalitas dalam beramal dan beribadah di bulan suci ini.

Yang lebih menyedihkan lagi, pemerintah justru membuat kebijakan yang membuka celah kemaksiatan. Tempat hiburan yang menjadi sarang kemaksiatan malah diberi ijin beroperasi.

Sekularisme Kapitalisme Biang Masalah

Negeri demokrasi yang menganut sekulerisme kapitalisme hari ini sungguh telah merubah tata laksana kehidupan. Kehidupan yang tenteram dan penuh keberkahan susah diwujudkan. Sistem yang menganut kebebasan, dimana masyarakat sudah dinodai dengan paham kebebasan berperilaku.

Pemimpin yang seharusnya menentukan kebijakan untuk melindungi rakyatnya, malah membuat aturan yang hanya berasaskan manfaat untuk menghasilkan pundi-pundi uang. Masyarakat dibiarkan melanggar ketentuan syariat. Dan membiarkan kemaksiatan tumbuh subur di negeri ini.

Inilah gambaran pengaturan urusan umat yang berasaskan kapitalisme dan sekularime. Sistem ini tidak dapat menjadi perisai masyarakat yang melindungi dan menjaga mereka dari semua kemaksiatan.

Pemimpin seolah nihil dalam mengambil perannya sebagai junnah (perisai) yang wajib melindungi rakyatnya dari maksiat. Aturan yang dibuat tidak tegas, hingga rakyat mudah berbuat dan terjerumus di lingkaran maksiat. Hal ini bertentangan dengan sabda Rasulullah saw yang bunyinya :

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدْلٌ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ ، وَإِنْ يَأْمُرُ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ [رواه البخاري ومسلم]

Artinya: “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/adzab karenanya.” [HR. Bukhari dan Muslim]

Junnah dan Islam

Dalam syariat Islam, pemimpin/ imam/ khalifah disebut sebagai junnah (perisai), karena pemimpin dialah perisai satu-satunya yang bertanggung jawab atas segala urusan rakyatnya. Aturan yang dipakai adalah hukum syara’ yang berasal dr Allah ta’ala. Bukan aturan yang dibuat dan disahkan oleh manusia.

Jika terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap peraturan tersebut, pemimpin berhak memberikan sanksi tegas. Sanksi yang diberikan juga berdasar syariat Islam, sehingga akan menimbulkan efek jera.

Kepemimpinan dalam Islam akan mencegah segala kemaksiatan, baik saat Ramadhan maupun bulan-bulan lainnya. Dengan diterapkannya syariat Islam kafah dalam naungan khilafah akan memberantas semua kemaksiatan.

Pengaturan semua lini kehidupan termasuk didalamnya hiburan dan pariwisata akan berlandaskan akidah Islam. Bukan dengan asas kemanfaatan seperti yang terjadi sekarang ini. Kemaksiatkan yang menjerumuskan akan dilarang.

Individu yang bertakwa dihasilkan oleh Sistem Pendidikan Islam. Pendidikan Islam ini diajarkan pada seluruh rakyat dan berjenjang tanpa biaya yang berat bahkan gratis. Individu yang bertakwa yang berpegang pada syariat, akan lebih bijaksana dalam memilih hiburan maupun membuka usaha atau mencari pekerjaan.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here