Oleh Ai Siti Nuraeni (Pegiat Literasi)
wacana-edukasi.com, OPINI-– Industri tekstil Indonesia sedang tidak baik-baik saja, buktinya banyak perusahaan tekstil yang gulung tikar dan melakukan PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) besar-besaran pada pekerjanya.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi menjelaskan bahwa yang terbaru telah ada 6 perusahaan tekstil yang kembali melakukan PHK kepada 4.584 pekerja, dan merumahkan 460 pekerja lainnya. Angka ini diprediksi lebih besar dari faktanya karena ada banyak perusahaan yang tidak melaporkan tutup atau mem-PHK pekerjanya.(Cnbcindonesia.com,06/10/2023)
Sebenarnya ada banyak faktor yang melatarbelakangi lesunya industri tekstil di Indonesia, namun yang paling berpengaruh adalah karena menurunnya permintaan barang-barang tekstil dan produk tekstil (TPT) dari luar negeri terutama Amerika dan Eropa yang selama ini menjadi andalan tujuan ekspor Indonesia. Hal itu disebabkan oleh turunnya perekonomian dua benua tersebut yang menyebabkan tingkat order pada produk TPT pun mengalami penurunan termasuk ke Indonesia.
Kondisi mengenaskan ini tidak hanya dialami oleh Indonesia tapi juga oleh negara lain yang melakukan ekspor ke sana seperti negara China. Mereka juga turut kena imbasnya kehilangan pasar untuk produk yang mereka hasilkan. Mau tidak mau China pun memutar otak dan mencari wilayah lain yang bisa dijadikan target untuk memasarkan produknya. Dan Indonesia pun terpilih menjadi salah satu target karena besarnya jumlah penduduk yang dimiliki.
China pun mulai memasarkan berbagai macam produknya ke Indonesia lewat berbagai macam platform seperti e-commerce dan media sosial. Desain yang menarik serta harga yang sangat murah dijadikan strategi untuk menggaet para pelanggan di dalam negeri. Strategi ini berhasil memikat para pembeli karena sesuai dengan daya beli masyarakat yang memang saat ini sedang menurun.
Selain itu menjadi trennya budaya thrifting (membeli pakaian bekas) kian menambah pelik persoalan. Banyak baju-baju bekas diimpor dari luar negeri dan diolah sedemikian rupa oleh pengusaha yang ada untuk dijual kembali kepada khalayak ramai. Masyarakat banyak yang beralih membeli produk ini karena tidak mampu membeli barang baru dan menyebut bahwa sekalipun barang bekas tapi baju hasil thrifting ini memiliki kualitas yang baik dan memiliki merek terkenal karena berasal dari luar negeri. Dengan adanya ini industri tekstil dalam negeri pun kian terpinggirkan.
Tindakan antisipasi mengatasi keadaan ini sebenarnya telah dilakukan Indonesia. Melalui para pejabatnya telah membuat berbagai strategi untuk menyelamatkan industri pertekstilan. Adapun cara yang ditempuh diantaranya adalah dengan menerapkan bea masuk, melarang impor barang bekas, mewajibkan produk dilabeli berbahasa Indonesia, mengevaluasi keberadaan Pusat Logistik Berikat (PLB) yang disinyalir menjadi jalur masuknya barang impor murah, memberikan insentif keringanan pembayaran listrik bagi industri teksti, mendorong kerjasama Free Trade Agreement (FTA) dengan Uni Eropa dan Amerika Serikat, menggencarkan promosi, melakukan pengembangan SDM industri, restrukturisasi mesin dan peralatan industri serta memberikan subsidi harga gas bumi bagi industri tekstil.
Namun segala upaya tersebut tidak menjadi solusi tuntas bagi para pengusaha dan masyarakat. Bahkan terkadang ada sebagian masyarakat yang dirugikan dari kebijakan yang diberlakukan. Seperti pelarangan impor barang bekas membuat para pelaku usaha thrifting menjadi kehilangan mata pencaharian yang selama ini mereka jalani. Mereka bahkan tidak mendapatkan kompensasi apapun dan dipaksa untuk mencari pekerjaan lain. Kebijakan ini juga lemah, karena tidak bisa menghentikan serbuan barang impor yang dikirim lewat e-commerce atau perseorangan yang mengadakan jastip (jasa titip) barang.
Inilah yang terjadi jika kapitalisme menjadi dasar dalam sistem ekonomi serta seluruh sistem kehidupan di dunia. Ia tidak mampu menyelesaikan masalah manusia secara keseluruhan dan selalu berpihak pada kepentingan pemilik modal saja bukan pada rakyat secara keseluruhan. Berbagai upaya yang dilakukan tidak akan mampu menjadi solusi karena hanya berasal dari pemikiran manusia yang serba terbatas.
Berbeda jika Islam yang mengatur kehidupan kita dalam setiap aspek. Pemimpin dalam Islam akan senantiasa melindungi rakyatnya dari kerusakan dan mencegah musuh menyerang kaum muslim termasuk dalam perekonomian. Karena pemimpin dalam Islam adalah pelindung sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang artinya
“Imam/Khalifah itu tak lain laksana perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng.” (HR Bukhari dan Muslim)
Selain itu pemimpin dalam Islam akan senantiasa memberikan pemecahan masalah yang sempurna tanpa menzalimi pihak yang lain. Termasuk dalam menyelesaikan persoalan industri tekstil hari ini. Ada berbagai mekanisme yang akan dilaksanakan diantaranya sebagai berikut: Pertama, negara dalam Islam akan memperkuat terlebih dahulu industri tekstil dalam negeri agar bisa mencukupi kebutuhan rakyat. Penyediaan mesin yang canggih dan pelatihan akan diberlakukan agar SDM yang ada mampu memproduksi barang TPT yang berkualitas. Selain itu, bahan bakar untuk mesin juga bisa didapatkan dengan harga murah. Karena negara sendiri yang melakukan pengelolaannya, tidak diserahkan kepada pihak swasta. Dengan demikian akan dihasilkan produk yang berkualitas lagi terjangkau harganya. Sehingga, masyarakat tidak akan memilih barang impor murah dengan kualitas buruk atau barang impor bekas seperti sekarang.
Kedua, negara yang menerapkan Islam tidak akan menjalin kerjasama internasional yang dirasa akan membahayakan negara. Seperti halnya perdagangan bebas, negara tidak akan mengambil opsi tersebut. Karena akan menyebabkan derasnya impor barang yang tidak sesuai dengan standar yang ada. Juga bisa mematikan industri dalam negeri jika keadaannya belum kuat. Adapun bila negara telah mampu untuk melakukan ekspor barang, maka hal itu akan dilakukan jika kondisi dalam negeri sudah tercukupi. Ekspor hanya dijadikan sebagai tambahan pemasukan bagi baitul mal saja, bukan sebagai tumpuan inti.
Dengan mekanisme seperti ini, Islam akan mampu menciptakan industri tekstil yang kuat dan tidak bergantung pada pihak luar. Inilah keagungan ajaran Islam, syariatnya yang berasal dari Sang Khalik akan mampu menyelesaikan persoalan manusia. Baru dalam masalah ekonomi saja sudah demikian jelas akan menyejahterakan rakyat. Apalagi jika diterapkan dalam setiap aspek kehidupan, tentu kehidupan yang sejahtera itu bukan lagi angan-angan. Oleh karenanya sudah sewajarnya jika umat saat ini menginginkan kembali pada syariat Islam yang kafah.
Wallahua’lambishawab
Views: 6
Comment here