Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Dilansir kompas (24/8/2024), mahasiswa Universitas Bale Bandung Andi Andriana terancam kehilangan mata, akibat kekerasan aparat, ketika berunjuk rasa mengawal putusan MK. Saat ini masih menjalani perawatan di RS mata Cicendo, Bandung Jawa Barat. Andi mengalami luka berat di mata bagian kiri karena terkena lemparan batu saat berunjuk rasa menolak Rancangan UU Pilkada didepan kantor DPRD Jawa Batat.
Rancangan UU Pilkada memuat ketentuan batas pencalonan Kepala Daerah sesuai keputusan MK NO, 60/ PUU – XX11/ 2024,yang mengejutkan banyak pihak, karena mengubah ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah dipilkada mendatang. Yang diselenggarakan serentak pada tahun 2024, dengan hasil bahwa Badan Legistasi, DPR, DPD dan Pemerintah sepakat mengadopsi putusan MK merubah atas UU NO.1 tahun 2014. Tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi UU yang buat MK tertuang dalam undang-undang NO.60/ PUU – XX11/2024.
Pemilihan umum yang diselenggarakan lima tahun sekali mengeluarkan bajed tidak sedikit, akan tetapi tidak menghasilkan perubahan yang diinginkan rakyat untuk kesejahteraan mereka. Justru aturan yang dibuat semakin zalim.
Dalam demokrasi, harusnya siapapun warga negara berhak dan bebas mengeluarkan pendapat, baik melalui opini, kritik dan sarana lainnya. Tetapi nyatanya pemerintah seolah melakukan pembungkaman dan tindakan represif kepada pengunjuk rasa. Sebagaimana yang dialami mahasiswa yang tidak puas akan kinerja penguasa.
Selain itu mahasiswa juga banyak yabg ditangkap, ujung-ujungnya pengunjuk rasa dengan pasal-pasal dapat dipenjara. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena negara bisa menjadi negara yang otoriter dan semena-mena terhadap rakyat kecil. Dalam era demokrasi liberal kekuatan dan kekuasaan berada pada pemodal, sehingga suara rakyat dianggap penjegal kekuasaan. Suara rakyat hanya dicari ketika pemilu saja.
Sebagaimana dalam UUD Negara RI tahun 1945, pasal 28E ayat 3 yang berbunyi, ” Setiap warga negara berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Namun, kebebasan yang ada dalam UUD 1945 tidak dapat terealisasi karena khawatir dan takut mengingat bagaimana penguasa akan bertindak terhadap rakyat ingin menyuarakan haknya, karena sanksinya tindakan anarkis. Ini membuktikan penguasa anti kritik dan anarkis, represif terhadap rakyat yang ingin menyuarakan kebebasan berpendapat.
Negara Islam dipimpin oleh khalifah yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan, dan penerapan hukum-hukum syariah. Dalam pemerintahannya Islam, majelis umat mengontrol serta mengoreksi tugas-tugas dan kebijakan- kebijakan yang ditetapkan oleh khalifah. Apabila para penguasa, ketika mereka menjalankan tugasnya melanggar hak rakyat, melalaikan kewajiban-kewajibannya, mengabaikan salah satu urusan rakyat, menyalahi hukum Islam atau memutuskan hukum dengan selain wahyu yang telah Allah turunkan, maka majelis umat akan melakukan koreksi.
Khalifah dalam keputusannya, dan dalam kepemimpinannya meminta pendapat atau mendengar pendapat majelis umat, sebelum mengambil keputusan, kemudian khalifah menetapkan keputusan sesuai hukum syariah, karana keputusan hukum berada ditangan syara’.
Wallahu’alam bishowab.
Watiningsih
Ngawi, Jawa Timur
Views: 3
Comment here