wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Berbagai daerah di Indonesia tengah dalam ancaman bencana ekologi akibat perubahan iklim. Mulai dari banjir, tanah longsor, hingga angin puting beliung. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengingatkan agar pemerintah bijak dalam menetapkan rencana tata ruang dan wilayah, agar tidak menimbulkan bencana ekologis yang lebih serius. [1]
WALHI Jawa Timur menyoroti masifnya upaya alih fungsi hutan dan lahan untuk pertambangan, khususnya di kawasan pesisir selatan Jawa yang rawan terhadap berbagai bencana ekologis. Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur, Wahyu Eka Setyawan, meminta pemerintah tidak memaksakan pemberian konsesi lahan untuk pertambangan, di lokasi yang termasuk zona merah atau rawan bencana.
WALHI Jawa Timur pun menyebut ada sedikitnya tujuh wilayah yang termasuk dalam kawasan krisis, antara lain timur Jawa, pesisir selatan, Malang Raya, Mataraman, pantai utara, hingga Madura kepulauan. Catatan tahunan kolaborasi WALHI Jawa Timur juga menyebut, kerusakan lingkungan dan bencana, yang terjadi selama tahun 2022, banyak disebabkan oleh alih fungsi lahan yang diatur dalam rencana tata ruang wilayah. Wahyu mengatakan, faktor ekonomi sering dijadikan dalih perubahan fungsi lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan produksi.
Pandangan sistem kapitalisme tentu berbeda dengan sistem Islam. Sistem Kapitalisme yang merusak lingkungan, sistem Islam justru menjaga lingkungan karena itu merupakan tempat hidup manusia. Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya, dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya, rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS Al-A’raf: 56).
Oleh sebab itu, pembangunan dan pemanfaatan hutan lebih mengutamakan kemaslahatan umat ketimbang segelitir elite yang memiliki kuasa dan harta. Sempurnanya syariat Islam telah mengatur dengan detail terkait hal tersebut. Misalnya, dengan mengategorikan kepemilikan hutan pada kepemilikan umum, sehingga tidak boleh ada yang menguasainya, termasuk asing.
Adapun negara hanya bertugas mengelola hutan dan mengembalikan kebermanfaatannya pada umat. “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput (hutan), air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Begitu pun negara, tidak boleh mengubah hutan menjadi perkebunan sawit walaupun hal tersebut mendatangkan devisa negara. Selain hal tersebut berpotensi menciptakan banjir dan longsor, negara telah memiliki sumber pemasukan yang melimpah dari fai, kharaj, dan kepemilikan umum lainnya, seperti tambang, minyak bumi, batu bara, dan lainnya yang semuanya tak boleh diprivatisasi.
Halimah
Views: 17
Comment here