Oleh : Vikhabie Yolanda Muslim
wacana-edukasi.com, OPINI– Setiap memasuki tanggal 1 Mei, masyarakat dunia memperingati Hari Buruh Internasional. Namun di tengah peringatan hari buruh ini, problem buruh masih sangat kompleks. Mulai dari upah rendah, eksploitasi tenaga buruh, hingga maraknya PHK dan sempitnya lapangan kerja, juga membuat nasib buruh makin terpuruk.
Dalam perjalanan sejarah setelah Indonesia merdeka, kondisi dunia kerja atau kaum buruh tampaknya tidak menunjukkan ke arah yang lebih baik dibandingkan pada masa sebelum kemerdekaan. Buruh yang bekerja di sektor pertanian, sektor manufaktur skala kecil dan menengah, memiliki standar upah yang sangat kecil disertai kondisi kerja yang sangat buruk.
Begitu pula di era orde baru dan di zaman reformasi sekalipun, kondisi buruh sangat memprihatinkan. Standar upah yang ditetapkan atas buruh, jauh dari memenuhi kebutuhan bahkan sangat minim. Ditambah pula dengan kondisi kerja yang buruk, serta jaminan keamanan kerja buruh tidak menentu. Kondisi buruk yang dialami para buruh tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga secara global.
Hari Buruh Internasional pada dasarnya berawal dari aksi demonstrasi para buruh di Chicago, Amerika Serikat, pada tahun 1886. Para buruh menuntut jam kerja 8 jam per hari, 6 hari seminggu, dan upah yang layak. Aksi ini kemudian diwarnai dengan kerusuhan dan tragedi Haymarket Affair. Sejak saat itu, 1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional di berbagai negara di seluruh dunia. Mengacu pada laporan Internasional Labour Organization (ILO) tentang Tren Ketenagakerjaan dan Sosial 2024, ada dua isu utama yang menjadi sorotan terkait buru. Pertama, tingkat pengangguran global yang tinggi pada tahun 2024, diperkirakan 200 juta orang lebih masih menganggur. Kedua, kesenjangan sosial yang semakin lebar. Saat ini ketimpangan antara orang kaya dan orang miskin semakin parah. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa 1 persen populasi manusia terkaya dunia, menguasai lebih dari setengah kekayaan global (tirto.id, 26/04/2024).
Persoalan buruh yang belum tertangani hingga saat ini, jika kita lihat dari akar permasalahan utama, tidak lain ialah buah dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme menganggap buruh atau pekerja hanya sebagai faktor produksi. Nasib buruh pun sangat tergantung pada perusahaan, sementara perusahaan hanya mementingkan keuntungan dalam bisnisnya. Upaya memaksimalkan keuntungan ini sejatinya adalah cita-cita besar kapitalisme-liberal. Lantas, perusahaan akan berusaha meminimalisir biaya produksi untuk mendapatkan keuntungan yang besar.Salah satunya adalah dengan menekan upah buruh.
Di sisi lain, tidak ada jaminan kesejahteraan dari negara atas seluruh rakyatnya. Negara malah tampak menyerahkan nasib kesejahteraan buruh ke perusahaan. Selain memberikan upah, perusahaan dituntut memberikan jaminan-jaminan tertentu pada buruh, seperti jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, hingga jaminan kematian. Dalam kondisi ini, negara hanya mengambil peran sebagai regulator atau pembuat aturan, serta penengah antara buruh dan perusahaan. Alhasil, posisi buruh rawan menjadi korban kedzaliman, karena tidak memiliki posisi tawar di hadapan pengusaha atau perusahaan akibat ketergantungan kesejahteraannya pada pengusaha yang bersangkutan.
Dari semua fakta yang ada, jelaslah bahwa akar persoalan ini adalah akibat dari cengkeraman sistem kapitalisme. Sistem ini terbukti gagal memberikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi buruh. Sudah saatnya negeri-negeri di dunia menerapkan sistem ekonomi yang adil, yakni sistem ekonomi Islam yang berlandaskan pada aturan syariat Sang Pencipta Semesta, tentunya dengan pengelolaan yang amanah dan professional. Bahkan tidak hanya di bidang ekonomi, bidang lainnya seperti politik, sosial budaya, hukum, pendidikan dan sebagainya juga harus dibersihkan dari racun kapitalisme-sekuler. Seluruh sistem Islam ini tentu hanya bisa diterapkan di bawah institusi negara dengan berlandaskan Islam. Pandangan dan cara Islam dalam mengatasi dan menyelesaikan masalah ketenagakerjaan yang ada pun mutlak diterapkan.
Solusi yang ditawarkan Islam bukanlah solusi yang tambal sulam, melainkan solusi yang fundamental dan komprehensif terhadap persoalan-persoalan ketenagakerjaan. Islam memandang buruh adalah bagian dari rakyat, dan negara bertanggung jawab untuk memastikan kesejahteraannya. Rasulullah bersabda, “Imam (penguasa) adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya” (HR. Muslim).
Negara memiliki mekanisme ideal melalui penerapan sistem Islam yang menjamin kebaikan atas nasib buruh dan keberlangsungan perusahaan, sehingga menguntungkan semua pihak. Yang pertama, berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat. Islam telah menetapkan bahwa negara wajib menjalankan kebijakan makro yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok atau primer tiap masyarakat secara keseluruhan. Disertai dengan adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan pelengkap (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan mereka. Negara di dalam Islam wajib memberikan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan keamanan secara cuma-cuma kepada seluruh rakyatnya.
Yang kedua, berkaitan dengan masalah kontrak kerja antara pengusaha dan pekerja. Islam telah mengatur agar kontrak kerja dan kerjasama antara pengusaha dan pekerja tersebut saling menguntungkan. Tidak boleh ada pihak yang mendzolimi dan merasa dizalimi oleh pihak lainnya. Islam mengatur secara jelas dan rinci hukum-hukum yang berhubungan dengan ijarah al-ajir (kontrak kerja). Islam menetapkan bahwa upah dalam akad kerja ditentukan berdasarkan kesepakatan atau keridhaan antara pekerja dan pengusaha. Penentuan upah dalam Islam ditentukan berdasarkan manfaat yang diberikan oleh pekerja kepada pengusaha, yakni berkaitan dengan waktu bekerja, jenis pekerjaan, dan lain-lain.
Jika terjadi perselisihan antara pengusaha dan pekerja, negara akan segera menyelesaikan persengketaan tersebut dengan mengutus wakilnya yang kompeten dibidangnya. Penyelesaian ini dilakukan dengan segera untuk mencegah terjadinya tindak kedzaliman diantara kedua belah pihak. Maka pada hakikatnya, sungguh hanya Islamlah yang mampu menyejahterakan pengusaha maupun pekerja, dan menghilangkan kedzaliman diantara keduanya.
Views: 28
Comment here