Oleh : Nur Octafian Nalbiah L. S.Tr Gz.
Wacana-edukasi.com, OPINI– Pada peringatan Hari Guru Sedunia tahun 2024 ini, tema yang diangkat adalah “Valuing teacher voices: Towards a new social contract for education” atau “Menghargai suara guru: Menuju kontrak sosial baru untuk pendidikan”. Tema ini diangkat untuk menyoroti pentingnya ‘suara’ seorang guru.
Pasalnya, suara para guru sangat diperlukan agar mereka dapat memberikan pembinaan dan memanfaatkan potensi terbaik dari setiap anak didiknya (Detiknews.com, 5/10/24). Nyatanya sederet fakta menyedihkan di Indonesia justru menunjukkan hal sebaliknya.
Guru dihadapkan pada berbagai macam problematika, seperti gaji yang tidak sesuai dengan jasa mereka yang tanpa pamrih, beban kerja menumpuk, jarak tempuh yang cukup jauh, transportasi seadanya, fasilitas yang tidak memadai, belum lagi kurikulum yang membingungkan yang malah makin menjauhkan anak dari akhlaqul karimah karena pengaburan ajaran Islam, belum lagi tekanan hidup yang berat.
Guru juga tak dihargai selayaknya seorang pengajar, ia malah hanya dianggap sebagai faktor produksi dan pendidik siswa. Seperti yang diwartakan (Tirto.id, 2/10/24) seorang siswa SMP Negeri 1 STM Hilir berinisial RSS meninggal dunia setelah menjalani hukuman dari guru agamanya sebab tidak hafal ayat di kitab suci. RSS meninggal dunia setelah melakukan squat jump sebanyak 100 kali.
Kejadian serupa juga terejadi di salah satu pondok pesantren di Kecamatan Ponggok, Kabupaten Blitar. KAF tewas setelah mengalami pendarahan hebat akibat terkena lemparan kayu dari seorang ustadz di pesantren tersebut.
Kejadian tersebut diduga terjadi saat ustadz itu memarahi santri lain yang tidak segera bersiap mandi. Namun nahas lemparan kayu mengenai KAF yang saat itu tiba-tiba melintas.
Kasus kriminal yang marak di lakukan oleh oknum guru saat ini adalah imbas dari di terapkannya sistem kehidupan kapitalisme sekulerisme yang melihat sebelah mata peran guru. Sistem ini mempengaruhi jati diri guru, sehingga tega melakukan tindakan buruk pada siswa, seperti pencabulan, kekerasan verbal maupun non verbal, bahkan tak jarang tindakan kekerasan fisik yang dilakukan seorang guru berimbas pada hilangnya nyawa seperti kasus diatas.
Hal ini sangat berbeda jauh ketika Islam menjadi aturan hidup. Islam memandang profesi guru adalah tugas yang amat mulia.
Guru diibaratkan seperti petani yang menyemai benih tanaman, ia berperan penting dalam masalah pemeliharaan, rutin memberikan pupuk dan menyiram tanamannya dengan air, membasmi hama pengganggu dan perawatan lainnya.
Tanah tempat ia menyemai tanaman tersebut bagaikan lingkungan sekolah yang menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya tanaman tersebut. Sehingga kualitas tanah sangat di tentukan oleh kesabaran dan ketekunan petani dalam mengolah tanah tersebut.
Begitu pula peran guru dalam membersamai anak didiknya. Begitu krusialnya peran guru dalam membentuk masa depan generasi harapan bangsa sudah seharusnya mereka diperhatikan kesejahteraan hidupnya.
Agar dapat fokus dalam mencetak generasi cemerlang yang berakhlakul karimah.
Guru memiliki banyak keutamaan, maka wajar guru memiliki tempat dan derajat yang tinggi di dunia juga di akhirat kelak.
Kedudukan guru dalam Islam telah Allah terangkan dalam QS. Al-Mujadilah: 11 “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Sementara itu, Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik kamu adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR Bukhari). Dalam Islam profesi guru adalah pekerjaan yang mulia. Allah berikan ilmu pada seorang guru yang dengan ilmunya itu ia menjadi perantara manusia yang lain untuk bertakwa dan mengantarkannya menuju kebaikan di dunia maupun di akhirat.
Dalam Islam guru tidak hanya bertugas mendidik muridnya cerdas secara akademik, tetapi juga guru mendidik muridnya cerdas secara spritual agar generasi yang terbentuk adalah generasi berkepribadian Islam. Dalam sejarah emas penerapan sistem Islam guru mendapatkan penghargaan sangat tinggi dari negara. Sebagai perbandingan, Imam Ad Damsyiqi menceritakan sebuah riwayat dari Al Wadliyah bin Atha yang menyatakan bahwa, di Kota Madinah ada tiga orang guru yang mengajar anak-anak.
Khalifah Umar bin Khatthab menggaji guru tersebut masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Jika di kurs dalam bentuk Rp. Artinya gaji guru sekitar Rp 30.000.000. Selain itu, berbagai fasilitas pendukung pendidikan seperti sarana dan prasarana dapat dengan mudah dinikmati tanpa beban biaya yang besar.
Ini adalah salah satu dari sekian banyak sejarah, bagaimana Islam menghargai guru dengan mensejahterakannya. Maka tak heran di masa kejayaan Islam 13 abad lamanya banyak generasi kokoh berkualitas yang terlahir.
Islam mengharuskan guru memiliki kualifikasi tinggi, sebab tugas dan tanggung jawabnya berat. Sehingga tak heran jasanya sangat di hormati dan dimuliakan dalam Islam.
Islam mempunyai konsep khusus untuk mewujudkan generasi kokoh yang berkepribadian Islam. Sebab desain pendidikan dalam sistem Islam akan menjadikan akidah Islam sebagai landasannya, hal ini agar terbentuk pola pikir dan pola sikap islam, begitu juga dengan kurikulum yang diterapkan sesuai dengan Islam, bukan semata berorientasi materi.
Diterapkannya sistem Islam secara sempurna dan menyeluruh mampu menyelamatkan generasi, mereka akan terjaga dari segala kerusakan dan kesejahteraan guru pun terjamin, sehingga mereka mampu menjalankan perannya sebagai pendidik dengan baik.
Wallahu alam bishowab[]
Views: 6
Comment here