Opini

Refleksi Ramadan: Hiburan Cerminan Sistem

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Lely Novitasari (Aktivis Generasi Peradaban Islam)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Di tengah momen Ramadan yang memiliki nuansa berbeda dari bulan lainnya, umat hari ini dihadapkan dengan tantangan besar. Tidak hanya menahan haus dan lapar, tetapi juga menahan diri dari godaan gemerlapnya tempat hiburan.

Meskipun ada kebijakan penutupan tempat hiburan seperti diskotek, kelab malam, mandi uap, serta rumah pijat dengan diberikan kebijakan jam operasional oleh Pemprov DKI Jakarta, yang menyatakan pembatasan sehari sebelum Ramadan hingga sehari setelah Ramadan 2025 untuk tutup selama periode ini.

Namun, ketentuan yang tertuang dalam Pengumuman Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Usaha Pariwisata pada Bulan Suci Ramadan dan Hari Raya Idulfitri Tahun 1446 Hijriah/2025 ini, dikecualikan bagi tempat hiburan yang berada di hotel bintang 4 dan bintang 5, termasuk kawasan komersial dan tidak dekat dengan tempat ibadah, juga tidak dekat pemukiman warga serta tidak di sekitar rumah sakit. Dikutip dari laman Metrotvnews.

Pengaruh sistem yang memisahkan agama (baca: Islam) dari pengaturan kemasyarakatan alias sekulerisme, menjadikan kebijakan ini dianggap wajar karena menguntungkan bagi siklus ekonomi. Alhasil sebagian dunia hiburan tetap berjalan sekalipun Ramadhan.

Mengutip CNBC, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana menyatakan pada tahun 2023, pendapatan daerah dari pajak hiburan sebesar 2,2 triliun. Tentu bukan nominal yang kecil yang menjadikan industri hiburan masih menjadi primadona.

Namun, apakah dapat dipastikan tidak ada rangkaian kerusakan yang ditimbulkan? Memgingat bahwa ada peningkatan pergaulan bebas, penyalahgunaan obat terlarang, kecelakaan lalu lintas dan tindak kriminal lainnya yang sering terjadi di lingkungan diskotik dan sejenisnya. Dari realita ini selayaknya penguasa perlu mengkaji ulang, apakah kebijakan yang diberikan itu tepat?

Kebijakan Berasaz Manfaat

Kebijakan dalam sistem sekulerisme-kapitalis yang condong berlandaskan keuntungan/manfaat, bukan halal-haram, akan menghasilkan solusi yang menurut penguasa itu baik tapi belum tentu untuk semua masyarakat. Bahkan seringkali kontroversial akibat adanya kebijakan yang seolah dibenturkan dengan nilai-nilai Islam.

Bagaimana bisa? Momen Ramadan yang harusnya penguasa bisa mengarahkan masyarakatnya untuk memaknai dengan tepat, justru diberikan ruang untuk melanggar syariat.

Bukti kegagalan lain tercermin dari sistem pendidikan sekuler, yakni tidak mampu mencegah khususnya individu muslim untuk menahan hawa nafsu. Bahkan agama hanya dijadikan ranah privasi menjadikan umat Islam hidup seolah nafsi-nafsi.

Konon, adanya negara seharusnya menjadi penjaga keimanan. Tapi kenapa diberikan jalan melakukan kemaksiatan? Bagaimana nasib generasi ke depan saat hawa nafsu difasilitasi?

Bisnis hiburan yang dianggap menyenangkan dan menguntungkan justru bisa menjadi bumerang bagi keberlangsungan sebuah peradaban. Mungkin sebagian sudah merasakan, kebiasaan anak muda hari ini lebih memprioritaskan diri berkedok self reward ke dunia hiburan ketimbang pendidikan. Kondisi ini dapat menciptakan generasi lemah dan malas dalam menghadapi tantangan hidup. Keasyikannya mengejar hiburan, membuatnya lupa bahwa ada masa depan yang sedang mereka bentuk dari pilihan mereka hari ini dalam menentukan nasib negara dan generasi ke depan.

Islam Menjawab Segala Persoalan

Sistem Islam menjawab persoalan yang mendera generasi ini dengan begitu jelas dan detail. Sistem yang tidak menggunakan asaz manfaat dalam mengatur hajat hidup masyarakat. Menggambarkan keadilan bagi seluruh manusia yang tinggal di dalamnya serta mampu mensuasanakan masyarakat hidup dalam keimanan. Standar kebijakan diambil berlandas Al-Qur’an dan Hadist. Jelas jauh berbeda 180 derajat dengan sistem Kapitalisme-sekuler yang berasal dari ide/pemikiran manusia yang berasaz manfaat.

Sistem Islam tidak memberikan ruang sekecil apapun kemaksiatan, baik dalam lingkup individu, masyarakat dan negara sehingga dunia hiburan tidak melenceng dari tujuan adanya manusia di dunia. Bahkan masih bisa tetap eksis selama sesuai koridor syariat.

Merujuk firman Allah Swt;

۞ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.”
QS. Al-A’raf[7]:31

Rasul saw. juga pernah menganjurkan menghibur diri dengan kegiatan memanah, berenang, dan berkuda. Hal ini sesuai HR Bukhari, Rasulullah saw. bersabda, “Ajarilah anak-anak kalian berkuda, berenang, dan memanah.”

Manusia punya celah lalai, maka hukum Allah Swt. mampu menjadi solusi dengan memberikan batasan-batasan untuk manusia agar senantiasa terjaga hawa nafsunya.

Allah SWT berfirman:

وَلَا تُطِعْ مَنْ اَغْفَلْنَا قَلْبَهٗ عَنْ ذِكْرِنَا وَاتَّبَعَ هَوٰىهُ وَكَانَ اَمْرُهٗ فُرُطًا

“…dan janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti keinginannya dan keadaannya sudah melewati batas.”
QS. Al-Kahf[18]:28

Pengaturan semua aspek kehidupan termasuk hiburan dan pariwisata diatur berlandaskan akidah Islam. Segala aturanNya untuk kebaikan manusia tidak terkecuali mereka yang tidak beragama Islam pun akan mendapatkan kebaikan di dunia.

Allah juga mengingatkan bahwa jangan sampai kita tertipu dengan kesenangan dunia, sebagaimana firman-Nya, “Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah permainan dan senda gurau. .…” (QS Al-An’am: 32).

Apapun bentuk yang menjerumuskan pada kemaksiatan akan dilarang. Dengan diterapkan sanksi tegas sebagai bentuk Zawajir (pencegahan) dan Zawabir (penebus dosa di akhirat). Maka potensi kerusakan sangat mungkin bisa diminimalisir.

Di sisi lain, sistem Islam mengatur aspek pendidikan untuk berperan dalam menghasilkan individu yang bertakwa yang akan berpegang pada syariat, baik dalam memilih hiburan maupun dalam membuka usaha/memilih pekerjaan. Ditumbuhkan kesadaran sejak dini untuk mengenal Rabbnya juga mengetahui tujuan hidupnya.

Demikian dalam penerapannya, sistem Islam hanya bisa diterapkan dalam naungan Khilafah. Sebuah institusi negara yang memberlakukan hukum Allah di setiap aspek pengaturan hidup manusia. Mengkondisikan manusia hidup dalam suasana keimanan. Menaikkan taraf berfikir bahwa tujuan hidup manusia bukan untuk bersenang-senang di dunia yang fana, tapi mempersiapkan kehidupan kekal di akhirat kelak.

Mereka yang bukan muslim pun tetap bisa hidup berdampingan. Tiada paksaan untuk memeluk Islam, hanya saja mereka yang mau diatur dalam naungan Khilafah akan dijaga darah, harta, jiwa dan kehormatannya.

Kini, Ramadan selayaknya menjadi momentum perubahan untuk menaikkan level berfikir masyarakat dengan kebutuhannya akan Islam sebagai sistem yang mampu memanusiakan manusia. Sudah seharusnya umat Islam disibukkan dengan berbagai kegiatan bermanfaat dan mempersiapkan diri menjadi pemimpin bagi dirinya, keluarga juga peradaban umat manusia.

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim). [WE/IK].

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here