Opini

Rekonstruksi Arah Pergerakan Mahasiswa

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Siti Eva Rohana, S.Si (Guru dan Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com–Setidaknya masyarakat bisa sedikit lega ketika melihat ribuan mahasiswa di Indonesia secara serentak telah melakukan aksi demonstrasi pada Senin (11/4/2022). Tak tertinggal Aksi tersebut juga terjadi di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra). Mahasiswa yang tergabung dalam Massa Aksi 11 April, memadati Kantor DPRD Provinsi Sultra untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan kepada wakil rakyat untuk tidak menghianati konstitusi negara Republik Indonesia dan mendengarkan apa yang menjadi keluhan masyarakat. (Telisik.id, 11 April 2022).
Terdapat enam tuntutan yang disuarakan oleh mahasiswa, yang menjadi permasalahan utama dan telah melahirkan banyak penderitaan bagi rakyat Indonesia. Dimulai dari kelangkaan minyak goreng hingga harga-harga barang pokok yang melambung tinggi, ditambah kenaikan pajak, persoalan UU IKN yang menyisakan banyak masalah, konflik agraria hingga menyentuh isu tiga periode kepemimpinan Presiden.

Namun tuntutan tersebut belum juga mendapatkan respon tegas dari pemerintah. Koordinator Pusat Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia atau BEM SI, Kaharuddin, mengatakan pihaknya mengancam bakal menggelar aksi susulan, jika pemerintah tidak memenuhi tuntutan yang salah satunya menolak perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Bahkan Aliansi Mahasiswa Indonesia menyampaikan akan melakukan aksi besar pada 21 April 2022 agar Jokowi memenuhi tuntutan tersebut (nasional.tempo.co, 17 April 2022).

Gerakan mahasiswa atau student movement menjadi bagian yang tidak akan pernah hilang dari negeri ini, keberadaannya telah menjadi warna Indonesia di setiap perjuangan melawan ketidakadilan. Menjadi ‘aneh’ rasanya ketika banyak kedzoliman para pemangku jabatan namun mahasiswa bungkam, tak peduli dengan derita rakyat, hanya sibuk dengan urusan akademiknya, atau malah justru menambah panjang catatan kerusakan. Sungguh kita tidak mengharapkan hal tersebut terjadi.
Mahasiswa sebagai agent of change sudah selayaknya menjadi garda terdepan penyambung lidah masyarakat, mengawasi dan mengkritik segala kebijakan menyimpang, serta melakukan arah perubahan reformasi hingga revolusi. Namun sayang dari banyaknya pergerakan mahasiswa di Indonesia , belum ada satupun yang mampu melepaskan Indonesia dari jeratan persoalan yang kian hari menambah beban.

Mari kita buka kembali kenangan peristiwa ’66 dan ’98. Semangat juang mahasiswa dalam menuntut bubarnya orde lama berhasil menggugah Sang Presiden untuk meresmikan orde baru dengan menerbitkan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) kepada Letjen Soeharto. Surat berisi instruksi presiden agar Letjen. Soeharto sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat untuk mengambil tindakan dalam rangka menjamin keamanan, ketenangan, dan stabilitas pemerintahan demi keutuhan bangsa dan negara Republik Indonesia. (sumber.belajar.kemdikbud.go.id).
Namun harapan besar itu pupus, orde baru yang digadang-gadang dapat mewujudkan Indonesia lebih baik justru tak mampu menstabilkan perekonomian Indonesia. Harga-harga melambung tinggi, jumlah utang luar negeri mencapai 163 miliar dollar AS lebih, pengangguran dan kemiskinan penduduk meningkat tajam, banyaknya bank bermasalah, pertumbuhan ekonomi minus 20% – 30%, dan KKN dikalangan para pejabat.

Kondisi krisis ekonomi dan krisis kepercayaan rakyat terhadap pemerintah ini kemudian mendorong ribuan mahasiswa turun ke jalan untuk berdemonstrasi. Hingga pada 12 Mei 1998 terjadilah tragedi Triksakti, empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas tertembak oleh aparat keamanan hingga dijuluki sebagai pahlawan reformasi. Tragedi tersebut tidak membuat mereka takut justru Mahasiswa bersama-sama rakyat semakin gencar menuntut Presiden Soeharto untuk mundur dari jabatannya.  (sumber.belajar.kemdikbud.go.id).

Setelah perjuangan reformasi itu berlalu faktanya Indonesia tetap saja tidak menemukan jalan keluar bahkan sekedar bernafas dari sesaknya masalahpun tak mampu dilakukan. Setiap rezim yang berkuasa, selalu saja menyisakan persoalan atau bahkan menambah rumit, dan lagi-lagi rakyatlah yang harus menanggung beban. Menariknya pernah ditemukan poster yang membangkitkan memori kolektif masyarakat yang lahir di bawah tahun Sembilan puluhan dalam bentuk tulisan dengan tampilan foto mendiang Presiden Suharto dibeberapa tempat yang berisi jargon “Isih penak zamanku toh?” kata-kata sederhana yang mengingatkan sekaligus mengungkapan hati nurani masyarakat kepada publik bagaimana “enaknya hidup di zaman orde baru”. Sebuah masa yang mendorong mahasiswa bergerak untuk menghapuskan, hingga menumpahkan darah perjuangan namun masa itu justru dirindukan?

Perlu kiranya kita berfikir sejenak, dari sekian banyak pergerakan mahasiswa, dari sekian banyak rezim berganti mengapa tuntutan-tuntutan mahasiswa tak kunjung terealisasi?

Pergerakan mahasiswa memang tidak bisa dipandang sebelah mata, keberanian dan kerjakeras mereka dalam mewujudkan cita-cita lama menjadi nyata perlu mendapatkan dukungan terutama oleh seluruh element masyarakat. Tentu kita mengharapkan wajah Indonesia yang selalu dirundung nestapa dapat memancarkan kebahagiaan.

Namun untuk mewujudkan Indonesia yang Bahagia, tidak cukup hanya sekedar bermodal semangat, mahasiswa dan seluruh masyarakat harus membawa dirinya kepada level berpikir yang “beyond physical needs” bukan sekedar “tuntutan perut” semata. Tuntutan yang hanya sebatas menolak kenaikan BBM, menolak kenaikan harga sembako, menolak kenaikan pajak, dan persoalan lainnya tanpa sedikitpun menyentuh akar persoalan. Hingga akhirnya solusi yang digaungkan hanya sebatas ganti presiden. Faktanya setiap rezim berganti selalu saja mengulang SOP yang sama. Sesuai arahan asing kebijakan yang dikeluarkan atas nama rakyat kian hari hanya berpihak kepada korporasi. Kebijakan yang menguntungkan mereka namun nyatanya sangat mencekik rakyat. Kebijakan itu selalu ada karena negara saat ini berada dalam cengkeraman para oligarki. Oligarki yang dimaksud adalah para pemilik modal bahkan sekaligus menempati sebagian kursi kekuasaan.

Oligarki tentu tak dapat berdiri sendiri, namun ada sistem yang mendukung dan telah mengakar kuat menguasai negara ini. Dialah sistem Kapitalisme yang melahirkan Demokrasi dan selalu saja dianggap sebagai korban kekuasaan, padahal sebetulnya dialah sebab banyaknya persoalan. Demokrasi yang lahir dari sistem kapitalisme dengan asas sekulerisme telah memberikan ruang kekuasaan tertinggi berada di tangan manusia. Padahal manusia yang sejatinya lemah dan terbatas tidak akan pernah mampu mengatur kehidupan dengan sendirinya. Kesombongan manusia atas nama demokrasi telah memisahkan kehidupan dari aturan Sang Pencipta. Wajar saja, setiap kebijakannya hanya bisa melahirkan persoalan yang kian rumit.

Maka seharusnya sekuler-demokrasi ini perlu dikaji kembali oleh mahasiswa, sehingga tuntutan yang dilakukan akan sampai pada masalah yang mendasar, tidak lagi melakukan gerakan pragmatis, menginginkan perubahan sebisanya saja atau yang paling memungkinkan semisal ganti pemimpin.

Selain itu mahasiswa juga penting mengkaji dan memahami sistem politik Islam berikut metode mewujudkannya sebagai alternatif solusi bagi negara. Sehingga mahasiswa yang sejatinya sebagai agent of change harus memiliki ideologi pemikiran yang berbasis Islam, tidak cukup diwujudkan sekedar melakukan demonstrasi saja, namun mereka juga bergerak memahamkan masyarakat terkait Islam politik sehingga rakyat menjadi cerdas dalam menentukan sistem negara yang akan melayaninya dengan baik. Sehingga dengan memahami Islam disertai landasan keimanan yang kuat, mahasiswa akan mampu merespon setiap persoalan dengan memberikan solusi yang menuntaskan. Sudah saatnya bersama kita selamatkan negeri ini, wujudkan keberkahan dengan kembali kepada syariat-Nya. Wallahu a’lam bishawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 67

Comment here