Opini

Remaja Pelaku Pembunuhan, Potret Buram Generasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Fitriani, S.Pd (Praktisi Pendidikan)

wacana-edukasi.com, OPINI– Tragis. Lagi-lagi publik dikejutkan dengan pemberitaan tentang seorang remaja yang tega melakukan pembunuhan pada satu keluarga yang juga tetangganya di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Tidak hanya membunuh, dia juga memperkosa jasad korban anak dan ibunya. Setelah melakukan pemerkosaan terhadap jasad korban, pelaku juga mengambil ponsel dan uang korban.

Mirisnya, ternyata pelaku masih kelas 3 SMK yang berusia 17 tahun. Motifnya juga hal sepele, keluarga pelaku dan korban sempat terjadi konflik masalah ayam dan korban belum mengembalikan helm yang dipinjam selama 3 hari. Namun, pelajar yang masih dibawah umur ini tak terima, hingga akhirnya ia nekat membunuh seluruh anggota keluarga korban. Selain itu, juga dipicu persoalan dendam asmara remaja. Peristiwa sadis ini berawal saat pelaku usai berpesta minuman keras bersama teman-temannya pada hari Senin (5/2/2024).

Atas kejadian ini, pelaku akan dijerat pasal 340 KUHP subs pasal 338 KUHP subs Pasal 365 KUHP Jo Pasal 80 Ayat (3) Jo Pasal 76 c UU Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman mati atau seumur hidup. Berlaku regulasi UU tindakan kejahatan dibawah umur.

Tindak kriminal yang dilakukan remaja ini bukan yang pertama kali terjadi, jumlah dan bentuk kasusnya semakin banyak dan merata di berbagai daerah di Indonesia.

Potret Buram Generasi

Kasus pembunuhan yang dilakukan oleh remaja ini merupakan salah satu potret buram Pendidikan Indonesia yang gagal mewujudkan peserta didik yang berkepribadian terpuji. Remaja yang seharusnya menjadi penerus cita-cita peradaban bangsa, kini malah terjerumus ke dalam tindakan kriminal yang keji dan sadis.

Kasus-kasus seperti ini tentu mengundang pertanyaan besar tentang apa yang salah dengan sistem pendidikan dan pembinaan karakter remaja di Indonesia. Mengapa remaja yang seharusnya berada di masa penuh semangat dan kreativitas, malah terjerumus ke dalam tindakan kriminal yang brutal?

Para pakar remaja menyebutkan, ada banyak faktor X yang cenderung mempengaruhi pembentukan karakter remaja, diantaranya datang dari dalam keluarga. Lingkungan keluarga yang tidak harmonis, remaja yang tumbuh dalam keluarga yang penuh kekerasan, pertengkaran, atau broken home, lebih rentang terpengaruh untuk melakukan tindakan kriminal.

Kecenderungan perilaku seseorang juga terbentuk dari teman, lingkungan masyarakat yang abai dan terkesan cuek serta paparan media yang tidak sehat, remaja yang sering menonton film atau video game yang penuh kekerasan dan sarat tindakan kriminal akan lebih mudah terpengaruh untuk melakukan tindakan serupa.

Kemudian kondisi sosial ekonomi yang rendah, remaja yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang rendah, dan memiliki akses yang terbatas terhadap pendidikan dan layanan kesehatan, lebih rentan terhadap perilaku kriminal.

Juga lemahnya sistem sanksi, sehingga tidak mampu mencegah individu melakukan kejahatan. Hukum saat ini tidak memberikan efek jera pada pelaku atau orang lain, karena kondisinya sistem sanksi ini terbentuk dari kesepakatan manusia tanpa melibatkan aturan Allah. Penerapan hukumnya secara umum berlaku keras terhadap orang-orang bawah dan tumpul kepada orang atau kelompok kuat yang bermodal.

Di sisi lain, lemahnya sistem sanksi dalam masyarakat akan berefek pada mudahnya seseorang bermaksiat seperti melakukan seks bebas, konsumsi obat terlarang, dan minuman keras. Dapat disimpulkan, akar dari semua permasalahan ini adalah karena penerapan sistem sekuler liberal. Sistem yang memisahkan urusan agama dengan kehidupan.

Generasi Tangguh Dalam Sistem Islam

Kondisi yang berbeda dalam penerapan sistem Islam yang memiliki sistem kehidupan terbaik dan berasaskan akidah Islam. Diantaranya adalah sistem pendidikan yang mampu melahirkan generasi berkualitas dan berkepribadian baik. Sistem pendidikan Islam mampu mencetak remaja yang sadar dan memahami tujuan hidup yang benar.

Dalam sistem Islam juga diberlakukan sistem sanksi yang diterapkan secara adil dan sepenuhnya didasarkan pada aturan Allah. Allah swt. berfirman:

“Menetapkan hukum itu adalah hak Allah.” (QS. Al-An’am:57).

Setiap kemaksiatan merupakan kejahatan yang harus disanksi, tanpa melihat apakah pelakunya masih dalam status pelajar atau bukan. Sistem sanksi diberlakukan kepada semua individu mukallaf yang melakukan pelanggaran yakni orang yang sudah akil (berakal), baligh (dewasa) dan mukhtar (melakukan perbuatan atas pilihan secara sadar).

Sistem Islam jelas memiliki berbagai mekanisme yang mampu mencegah tindak kejahatan, termasuk pengharaman khamar yang merupakan induk kejahatan. Kemaksiatan meminum khamr akan dikenai sanksi cambuk 80 kali ditempat umum. Selanjutnya sanksi pembunuhan adalah qishash (hukuman mati) dan membayar diyat, dengan memberikan 100 ekor unta, 40 diantaranya dalam keadaan hamil.

Kemudian untuk kasus pemerkosaan akan dijatuhi sanksi cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun bagi pelaku yang belum menikah. Sedangkan untuk pencurian disanksi dengan potong tangan atau ta’zir.

Dengan demikian, penerapan sanksi Islam bersifat jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pencegah) agar masyarakat tidak melakukan kemaksiatan yang serupa. Begitu mulia kehidupan masyarakat yang diatur dengan sistem Islam dalam bingkai Daulah Khilafah. Menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi remaja, membentuk generasi muda yang tangguh dan berprestasi serta memiliki kepribadian Islami.

Wallahualam Bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here