Opini

Remisi, Efektifkah Menekan Kriminalitas?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Irawati Tri Kurnia (Aktivis Muslimah)
 
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-
– Sudah menjadi tradisi jika saat momen tertentu, seperti pada hari Raya Idul Fitri, selalu ada remisi (pemotongan masa tahanan) bagi para narapidana (rutannegara.kemenkumham.go.id) (1). Pada momen lebaran ini Pemerintah juga banyak memberikan remisi  (tirto.id, 100 April 2024) (2). Apakah ini efektif menekan angka kriminalitas?
 
Remisi pada momen tertentu ini menunjukkan sistem sanksi yang tidak menjerakan. Para pelanggar hukum ini akan cenderung meremehkan tindakan kejahatan mereka karena mereka yakin akan keluar penjara lebih cepat karena adanya remisi. Ditambah fakta bahwa bertambahnya kejahatan dengan bentuk yang makin beragam, menjadi bukti tidak adanya efek jera. Hal ini akan berakibat hilangnya rasa takut sehingga melakukan kejahatan lebih besar.
 
Selain itu sistem pidana yang dijadikan rujukan tidak baku, mudah berubah. Ini karena sumber aturan dari manusia, buatan manusia. Akal manusia penuh dengan keterbatasan dalam memahami hakikat yang terbaik bagi dirinya sendiri. Sehingga mudah disalahgunakan dan ditarik ulur sesuai keinginannya. Akhirnya kebenarannya relatif, bukan hakiki. Inilah ciri khas sekuler kapitalisme. Manusia menghasilkan produk hukum buatannya sendiri, dengan memarjinalkan peran agama, yang justru akan merugikan dirinya sendiri.
 
Berbeda dengan Islam. Islam berasal dari Allah SWT, Zat Yang Maha Tahu. Allah sebagai pencipta tentu paling memahami apa yang terbaik bagi manusia sebagai makhluk ciptaanNya. Sehingga produk hukum buatan Allah, yaitu Syariat, pasti yang terbaik untuk manusia.
 
Bagi manusia, ada keterbatasan akal. Karena tidak mampu menjangkau kebenaran hakiki, yang hanya Allah yang bisa mewujudkannya. Sehingga ruang bagi manusia di sini adalah, cukup memahami apakah hukum itu dari Allah atau tidak? Benarkah Allah memerintahkan hal itu? Manusia diperintahkan untuk mengejar kebenaran dengan menggunakan potensi akalnya. Jika kebenaran itu telah dia dapatkan, maka dia harus menyikapi Syariat tersebut : aku mendengar dan aku taat (sami’na wa atho’na). Seperti dalam firmanNya :
“Kami dengar dan Kami taat. Ampunilah Kami, Ya Tuhan Kami, dan Kepada-Mu tempat (Kami) kembali.” (Al-Baqarah : 285).
 
Syariat memiliki kebenaran mutlak dan hakiki. Di mana Syariat yang hukumnya fardhu (wajib), maka bersifat mutlak. Tidak akan memberi ruang untuk diperdebatkan lagi. Sehingga relatif mudah  Sedangkan yang sunah, mubah, makruh; ada landasan hukumnya (dalil dari Al-Qur’an dan Hadis). Diperdebatkannya dari sisi kekuatan dalilnya.
 
Menggantungkan semua jenis kriminalitas pada hukuman penjara juga bukan solusi. Malah justru memboroskan kas negara. Dalam Islam ada sistem sanksinya khas, di mana hukuman penjara hanya sebagai salah satunya saja. Ini dikenal Nidzamul Uqubat (Sistem Sanksi). Syekh Abdurrahman Al-Maliki dalam kitabnya “Nidzamul  Uqubat fil Islam” (Sistem Sanksi dalam Islam)  menjelaskan, Uqubat disyariatkan untuk mencegah manusia dari tindak kejahatan. Allah berfirman :
“Dan dalam (hukum) qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa” (Al-Baqarah : 179).
 
 
Uqubat ada lima, yaitu hukum jinayat, ta’zir dan mukhalafat. Ini bersifat khas, tegas dan menjerakan (zawajir); karena akan mencegah orang berbuat kejahatan karena takut akan beratnya hukuman tersebut. Juga sebagai Jawabir (sebagai penebus dosa di akhirat kelak). Uqubat juga akan mengurangi jumlah narapidana, karena sifat tindakannya bisa cepat dan langsung selesai tanpa proses panjang. Juga yang berujung pada hukuman penjara hanya sedikit. Sehingga biaya operasional penjara bisa ditekan.
 
Teknis pelaksanaan Uqubat akan sah manakala yang menjatuhkan sanksi adalah seorang Qadhi (hakim) yang diangkat oleh seorang Khalifah. Maka mengikuti kaidah fikih “ma laa yatimu alwajibu illa bihi, fahuwa wajibun” (tidak akan terlaksana sesuatu yang wajib kecuali dengannya, maka dia (ikut) wajib). Maka keberadaan Khalifah sebagai pemimpin Khilafah pemersatu umat dan penjaga Syariah, harus diperjuangkan. Sehingga ini harus menjadi besar umat Islam saat ini.
 
Demikian pula perlu didukung sistem pendidikan yang mampu mencetak individu yang beriman dan bertakwa, sehingga jauh dari kemaksiatan. Maka Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan berdasar akidah Islam, yang akan membentuk umat Islam menjadi sosok yang berkepribadian tangguh, berkepribadian Islam. Dengan demikian akan senada, antara pola pikir dan pola sikapnya; sama-sama Islaminya. Maka akan terbentuk masyarakat Islami yang terbiasa dengan budaya dakwah, saling menasehati tentang Islam. Sehingga kontrol sosial untuk mencegah tindak kriminalitas, kejahatan perilaku maksiat akan berjalan maksimal.
 
Demikianlah Islam dalam menanggulangi tindak kriminalitas, sehingga tidak dibutuhkan remisi yang kontraproduktif.
 
Wallahu’alam Bisawab
 
Catatan Kaki :

(1)       https://rutannegara.kemenkumham.go.id/faq-2/layanan-pemberian-remisi-bagi-narapidana#:~:text=Remisi%20Khusus%20(Keagamaan)%20diberikan%20setiap,tahun%20pada%20tanggal%2017%20Agustus
 
(2)       https://tirto.id/159-ribu-napi-terima-remisi-hari-idulfitri-977-langsung-bebas-gXJf

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here