Oleh: A. Tenri Sarwan, S.M.
Wacana-edukasi.com, OPINI– Hujan kehujanan, panas kepanasan. Sekolah negeri masih punya gambaran seperti itu? Lumrah. Agaknya hadirnya berita renovasi mampu jadi semilir angin segar. Mampukah?
Presiden Prabowo sudah mengklaim akan menjadikan sektor pendidikan sebagai skala prioritas. Sebab menurutnya majunya sektor pendidikan, menjadi salah satu kunci kemajuan suatu negara.
Demi wujudkan pendidikan negeri yang lebih baik. Anggaran yang akan dialokasikan untuk renovasi sekolah sebesar Rp19,5 triliun. Renovasi dan rehabilitasi sekolah ini diklaim adalah Quick Wins Kementerian PU dalam rangka mendukung Asta Cita pemerintahan Prabowo-Gibran. Dimana implementasinya diharapkan mampu memberikan sekolah yang lebih layak bagi anak-anak Indonesia. (m.antaranews.com, 26/11/2024).
Presiden Prabowo Subianto mengatakan pemerintah mengalokasikan dana Rp17,15 triliun pada 2025 untuk rehabilitasi dan renovasi sekolah rusak. Presiden juga dengan bangga mengakui bahwa anggaran pendidikan Indonesia pada 2025 menjadi yang terbesar sepanjang sejarah. Hal ini disampaikan pada puncak Hari Guru Nasional 2024 di Velodrome, Rawamangun. (edukasi sindonews.com, 28/11/2024).
Ini bukanlah kebijakan baru, pemimpin sebelum-sebelumnya sudah terlalu sering membicarakan hal ini. Pada pemerintahan era Jokowi misalnya, Menteri PUPR saat itu Basuki Hadimuljono mengaku, perbaikan sekolah sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Sidang Kabinet Paripurna di Bogor pada 18 Juli 2018 lalu. Saat itu, Jokowi menginstruksikan Kementerian PUPR untuk melakukan percepatan pembangunan dan rehabilitasi sebanyak 10.000 sekolah dan madrasah di seluruh Indonesia.(cnbcindonesia.com 15/08/2019).
Nyatanya? Hingga hari ini sekolah tak layak masih juga jadi PR yang tak kunjung selesai. Mengapa hal ini terus terjadi?
— Tabiat? —
Pendidikan negeri kian hari, memperihatinkan. Akses sekolah “wah” juga butuh dana “wah”. Pendidikan berkualitas hanya untuk yang “mampu” saja. Visi besar Indonesia Emas agaknya kian jauh panggang dari api.
Kala prasarana sekolah bak kandang binatang? Padahal isinya adalah generasi yang kelak akan melanjutkan estafet kepemimpinan negeri.
Pemimpin baru hadirkan angin segar, renovasi sekolah sebagai upaya meningkatkan pendidikan bermutu dan merata, just it? Apakah dana tersebut mampu terealisasi pada tempatnya? Apakah dana tersebut mampu memenuhi ekspektasi pemerataan yang hendak dicapai?
Tabiat? Penguasa dalam sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Ya, dapat menjadi kesimpulan bahwa ini adalah tabiat yang sudah mengakar pada penguasa sistem sekuler-kapitalis. Hadirnya hanya sekedar sebagai pembuat aturan. Memberikan aturan yang mampu menyegarkan pendengaran tapi tidak mampu menyelesaikan penderitaan. Yang terjadi justru semakin menunjukkan tabiat “abai” tidak peduli pada pendidikan generasi.
Banyaknya sekolah yang membutuhkan perhatian adalah bentuk abainya penguasa terhadap cita-cita luhur, mencerdaskan kehidupan bangsa. Terlebih cita-cita hadirnya generasi emas dimulai dari pendidikan. Jika untuk sarana dan prasarana saja, penguasa masih juga belum mampu mewujudkannya. Lantas akan bagaimana nasib pendidikan negeri ini selanjutnya?
Alih-alih hadirkan kenyamanan dan keselamatan bagi generasi, yang terjadi bangunan sekolah rusak masih juga jadi PR usang tak kunjung selesai. Kegiatan belajar mengajar berkualitas tentu harus ditunjang dengan sarana dan prasarana memadai agar visi generasi emas kian dekat terwujud bukan hanya menjadi cita-cita kosong yang lapuk ditelan zaman.
Lagi-lagi inilah tabiat penguasa hasil didikan sistem batil, yang memisahkan agama dari kehidupan. Antara rakyat dan penguasa tak ubahnya berdagang. Rakyat inginkan pelayanan terbaik? Maka rakyat harus siap disedot dengan berbagai kenaikan pajak. Alih-alih atas nama “demi kepentingan rakyat” faktanya rakyatlah yang lagi-lagi menderita. Bagaimana subsidi kian berkurang, sementara biaya hidup kian merangkak. Lalu bagaimana seharusnya?
— Hanya Dengan Islam? —
Generasi terbaik dan berkualitas bukan hanya ditunjang dari sarana dan prasarana saja. Banyak faktor yang harus menyertainya dan sistem sekuler-kapitalis telah gagal merealisasikannya.
Islam hadir sebagai sistem yang sempurna dan paripurna yang bersumber dari Sang Maha Pengatur, Allah SWT. menjadikan pendidikan adalah kebutuhan pokok rakyat. Negara dengan sistem Islam akan memastikan setiap individu mendapatkan hak pendidikannya. Pendidikan diakses setiap individu secara gratis dan berkualitas. Lihatlah bagaimana Baitul Hikmah pada masa kepemimpinan Khalifah Harun Al-Rasyid yang menjadi pusat keilmuan yang sangat dibutuhkan dunia. Jauh sekali dengan target yang diharapkan oleh sistem sekuler-kapitalis yang orientasinya hanya tentang materi. Yang relevansinya hanya terhadap kebutuhan dunia kerja. Lalu berakhir menjadi buruh korporasi.
Sekolah tak layak hanya secuil masalah kecil, dunia pendidikan negeri punya problem dari hanya sekedar ketidaklayakan sarana dan prasarananya. Tentu, segala problem dunia pendidikan hanya mampu diatasi oleh sistem pendidikan yang shahih.
Hadirnya kurikulum berasaskan aqidah Islam akan membentuk generasi berkepribadian Islam (pola pikir dan pola sikap Islam) dengan sarana prasarana memadai, hadirkan keamanan dan kenyamanan belajar mengajar. Guru-guru kompeten dengan gaji layak. Hingga mampu melahirkan ilmuwan-ilmuwan sekelas Ibnu Sina, Fatimah Al-Fihri, Al- Khawarismi dan banyak lagi.
Alhasil, bukankah ummat merindukan suasana pendidikan yang mampu mencetak generasi terbaik? Penguasa yang hadirnya mengurusi urusan rakyatnya bukannya abai terhadap urusan rakyat. Kasus sekolah tak layak tak akan ada dalam sistem Islam sebab negara hadir untuk mengurusi urusan rakyat. Siapkah kita merealisasikannya?
Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin (raa’in) dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR Bukhari).
Wallahu’alam bishshawab.
Views: 2
Comment here