Oleh: Meitya Rahma, S.Pd
Seorang seles dealer mobil memberikan promo diskon pembelian unit mobil pada beberapa hari yang lalu di sebuah SMP, namun nampaknya mereka tidak terlalu bersemangat untuk menyambut diskon gede-gedean. Lumrah saja, pandemi yang belum berakhir ini membuat kurangnya daya beli masyarakat terhadap barang barang tersier turun apalagi barang barang mewah seperti mobil. Kebutuhan pokok saja sulit untuk dicukupi.
Saat ini roda ekonomi seakan berhenti berputar. Bagaimana ekonomi mau semarak kalau sebagian masyarakat daya beli rendah. Ekonomi yang masih lemah-letih-lesu ini kemudian menuju pada inflasi, bahkan deflasi karena minimnya permintaan. “Kita semua melihat perkembangan ekonomi global masih dipenuhi ketidakpastian. Inflasi di berbagai negara mengalami perlambatan, dan mengarah ke deflasi. Perkembangan harga komoditas pada Juli secara umum menunjukkan penurunan,” kata Suhariyanto, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), belum lama ini.CNBC. Inflasi yang lambat, bahkan deflasi, adalah cerminan lemahnya konsumsi rumah tangga. Terbukti pada kuartal II-2020 konsumsi rumah tangga anjlok -5,51% YoY. Tidak heran ekonomi Indonesia terkontraksi -5,32% YoY saat konsumsi rumah tangga bermasalah (CNBCnews)
Maka Pemerintah melalui kebijakan fiskal berupaya membangkitkan konsumsi rumah tangga. Caranya adalah dengan pemberian gaji ke-13 bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) hingga Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada karyawan swasta bergaji di di bawah Rp 5 juta/bulan. BLT itu bernilai Rp 600.000/bulan dan diberikan selama empat bulan ( CNBCnews).
Namun dua ‘perangsang’ itu rasanya belum cukup untuk menggenjot perekonomian kembali lagi. Gaji ke-13 hanya diberikan kepada PNS maksimal Golongan III yang jumlahnya tak seberapa. Total PNS yang berhak atas gaji ke-13 adalah 3.402.697 orang. Sedangkan jumlah penduduk yang bekerja se-Indonesia Raya? Ada 131,03 juta orang, berdasarkan catatan BPS per Februari 2020. (CNBC)
Oleh karena itu, boleh dibilang stimulus dari pemerintah hanya cukup untuk menyambung hidup. Pandemi yang belum juga usai memberikan dampak yang luar biasa terhadap perekonomian diberbagai negara. Singapura menjadi negara pertama di Asia mengalami resesi. Indonesia pun juga terkena imbasnya. Penanganan pandemi yang belum tuntas dan terkesan berubah ubah membuat bertambahnya zona merah di berbagai wilayah di Indonsia. Bahkan Jakarta yang menjadi pusat ibu kota pun masuk dalam zona hitam. Keputusan AKB ( adaptasi kebiasaan baru) yang mempertimbangkan kepentingan ekonomi pun tak bisa membawa perekonomian melaju, tetapi malah masuk pada jurang resesi. Bak sudah jatuh tertimpa tangga, perekonomian menuju resesi, pandemi pun kian menjadi.
Nasib negri ini ditangan penguasa yang tidak mengambil kebijakan lockdown secara total, akhirnya jadilah seperti ini. Beginilah kalau manusia itu mengabaikan sebuah sabda Rasulullah. Dari Siti Aisyah RA, ia berkata, Aku bertanya kepada Rasulullah SAW perihal tha‘un, lalu Rasulullah SAW memberitahukanku, dahulu, tha’un adalah azab yang Allah kirimkan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang beriman. Maka tiada seorang pun yang tertimpa tha’un, kemudian ia menahan diri di rumah dengan sabar serta mengharapkan ridha-Nya seraya menyadari bahwa tha’un tidak akan menimpanya selain telah menjadi ketentuan Allah untuknya, niscaya ia akan memperoleh ganjaran seperti pahala orang yang mati syahid,” (HR. Bukhari, Nasa’i dan Ahmad).
Dari hadist tersebut harusnya penguasa memberikan kebijakan Lockdown secara serentak agar covid 19 ini tidak menyebar. Kemudian baru memikirkan laju perekonomian. Peran negara harus hadir disini untuk rakyat bukan untuk pengusaha. Pemerintah harus memberikan kebutuhan bagi rakyat selama Lockdown. Mendengarkan para ahli epidomologi, dokter,para ahli lain dalam penanganan wabah, abaikan dulu apa kata pengusaha yang tidak mau merugi.
Resesi sudah di depan mata, pandemi juga belum usai. Dibutuhkan solusi sistemik yang bisa menyelesaikan kedua masalah tersebut. Sistim kapitalis yang bercokol di negri ini sudah terbukti gagal dalam menangani ekonomi dan pandemi. Cobalah mengambil sistim Islam yang bersumber pada syariat Islam. Syariat yang bersumber dari pencipta tidak akan dzolim terhadap makhluknya. Berbeda dengan sistim kapitalis yang diciptakan oleh manusia yang syarat kepentingan.
Wallohualam Bishowab
Views: 1
Comment here