Oleh Linggar Esty Hardini, S.Geo
(Aktivis Muslimah, Ngaglik, Sleman, DIY)
wacana-edukasi.com, OPINI– Pengesahan revisi UU IKN no.3 tahun 2022 semakin mempertegas ke mana sistem kapitalisme berpihak. Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Suharso Monoarfa menilai bahwa Badan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) perlu diberikan keleluasaan dalam mengelola anggaran untuk kepindahan ibu kota negara. Perlu adanya revisi UU IKN yang baru untuk memberikan kewenangan lebih terhadap OIKN dari yang awalnya sebagai pengguna menjadi pengelola anggaran dengan kedudukannya sebagai Pemerintah Daerah Khusus (Pemdasus) (Antaranews.com, 21/8/2023).
Revisi UU IKN no.3 tahun 2022, akhirnya disahkan pada hari Selasa, 03 Oktober 2023. Sesuai dengan rencana untuk memberikan keleluasaan pada OIKAN, terdapat perubahan dan penambahan pasal baru yang lebih menguntungkan Investor. Pasal tersebut berkaitan dengan hak menjadi bagian dari pemerintahan dalam pengambilan kebijakan dan pemberian HGU hingga 190 tahun. Di sisi lain, hingga saat ini warga justru kesulitan untuk meminta hak sertifikatnya sebagai penduduk lokal yang sudah menetap lama. Warga Sepaku sudah mengajukan perubahan dokumen tanah miliknya menjadi sertifikat hak milik ke pihak pemerintah Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur sejak 2019, namun pemerintah daerah tak kunjung mengabulkannya (koran.tempo.com, 4/10/2023).
Fakta tersebut berbeda dengan pernyataan Menteri PPN/Bappenas yang menapis bahwa dengan disahkannya revisi UU IKN ini hanya mengistimewakan investor saja. Justru, menurutnya dengan revisi UU IKN hak-hak atas tanah masyarakat setempat dilindungi (detik.com, 4/10/2023). Benarkah hak-hak tanah masyarakat setempat akan dilindungi di tengah gempuran pembangunan berbasis investasi para kapitalis?
Otak-atik kebijakan demi investor
Minimnya minat investor IKN membuat pemerintah melakukan revisi UU no.3 tahun 2022. Untuk menarik investasi pemerintah melakukan perubahan dan penambahan pasal baru dalam peraturan IKN. Perubahan pasal pada revisi UU no.3 tahun 2022 diantarnya yaitu pasal 12 dan pasal 42. Pasal 12 terkait otorita IKN menjadi bagian dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Artinya otorita IKN nantinya akan memiliki hak untuk mendapatkan fasilitas dan kemudahan dalam berusaha serta dapat ikut dalam pengambilan arah kebijakan IKN. Tentu saja pasal perubahan tersebut sangat berbahaya karena pemerintah harus berkompromi dengan para investor sebagai otorita IKN dalam pengambilan kebijakan. Hal tersebut akan membuat pemerintah sulit untuk membuat kebijakan yang mementingkan rakyat.
Selain itu Pasal 42 yang dapat disebut juga sebagai pasal sapu jagad dimana dalam ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa seluruh peraturan yang bertentangan dengan pengembangan IKN dinyatakan tidak berlaku termasuk UU yang mengatur tentang pemerintah daerah. Perubahan tersebut sejalan dengan penambahan pasal baru yaitu pasal 16A yang menyatakan bahwa HGU yang akan diberikan pada investor berlaku 190 tahun dan HGB selam 160 tahun. Namun, pasal tersebut bertentangan dengan UU Pokok Agraria yang menyatakan HGU yang boleh diberikan 60 tahun dengan HGB paling lama 50 tahun. Dengan adanya Pasal 42 maka UU Pokok agraria menjadi tidak berlaku karena pertentangan dengan pengembangan IKN. Lagi, pemerintah mengabaikan hukum produk sendiri demi menarik investor.
Revisi UU No.3 Tahun 2022 jelas sangat berpihak pada kepentingan investor dan jauh dari kepentingan masyarakat. Pemberian otorita IKN sampai pada level pengambilan kebijakan dan pemberian HGU 190 tahun akan berbahaya. Pemerintah akan kehilangan wewenang penuh terhadap kawasan yang HGU-nya dikuasai oleh investor. Selain itu, Investor pasti akan memaksimalkan eksploitasi kawasan IKN bahkan 3 generasi. Pemerintah juga tidak memiliki wewenang untuk mengubah tata ruang dan pemanfaatan wilayah sampai HGU habis. Jika dalam wewenang kebijakan sudah sampai pada para kapitalis sedangkan penguasa tidak memiliki wewenang penuh, lantas bagaimana pemerintah sebagai penguasa memaslahatkan rakyatnya?.
Masyarakat Semakin Terpinggirkan
Perlu diketahui bahwa IKN bukanlah tanah kosong, namun terdapat sedikitnya 51 masyarakat adat dengan populasi 200.000 jiwa. Banyak dari mereka yang belum memiliki bukti kepemilikan lahan. Warga Sepaku sudah mengajukan perubahan dokumen tanah miliknya menjadi sertifikat hak milik ke pihak pemerintah Panajam Paser Utara, Kalimantan Timur sejak 2019, namun pemerintah daerah tak kunjung mengabulkannya (koran.tempo.com, 4/10/2023).
Hal tersebut sangat disayangkan karena rentan secara hukum. Tidak heran, sistem kapitalisme membuat pemilik modal lebih berwenang dari penguasa sendiri dan penguasa pun lebih berpihak kepada para kapitalis daripada melayani masyarakatnya. Bahkan apabila masyarakat punya legalitas pun, skema pembebasan lahan memungkinkan pemerintah untuk memaksa masyarakat melepaskan tanahnya. Seperti yang terjadi di PSN lainya yang berujung pada konflik agraria dan masyarakat yang dipaksa untuk pindah.
Kewenangan otorita IKN yang terlalu besar juga akan berpotensi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power). Jika hal tersebut terjadi maka kemungkinan semakin terpinggirnya masyarakat setempat sangat mungkin terjadi. Dengan cara pembangunan yang direncanakan IKN hanya akan menciptakan suatu masyarakat yang baru dari luar daerah. Masyarakat menengah atas yang tentunya mampu menjangkau segala fasilitas yang ada. Ketidakterjangkauan masyarakat lokal serta tidak adanya pengelolaan yang baik dari pemerintah hanya akan menciptakan kesenjangan sosial yang semakin memarginalkan masyarakat setempat. Jelas, bahwa UU No.3 tahun 2022 hanya menganakemaskan investor dan jauh dari kepentingan seluruh masyarakat.
Islam Berkeadilan dalam Ruang Hidup
Peraturan buatan manusia memang syarat akan kepentingan dan selalu mengistimewakan oknum atau kelompok tertentu. Sayangnya dalam sistem kapitalisme kepentingan tidak memihak pada masyarakat namun pada para pemilik modal dan kekuasaan. Kedaulatan di tangan rakyat nyatanya hanya sebatas slogan. Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam, dimana kedaulatan ada ditangan hukum syariat. Manusia hidup dengan aturan dan hukum dari selain manusia yaitu Allah SWT.
Islam memandang bahwa seluruh langit dan bumi hakikatnya adalah milik Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT berfirman: “Dan kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan kepada Allah-lah kembali (semua makhluk)” QS. Al-Nur [27]:42. Sebagai pemilik bumi dan seisinya Allah SWT memberikan kuasa kepada manusia untuk mengelola bumi sesuai dengan hukum-hukum-Nya. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah SWT: “Dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya” QS. Al-Hadid [57]: 7. Imam Al-Qurthubi menafsirkan ayat tersebut bahwa Allah SWT merupakan pemilik dan manusia tidak mempunyai hak kecuali memanfaatkan dengan cara yang diridhoi oleh Allah SWT. Maka jelas, dalam sistem Islam produk hukum akan kembali bersumber pada Al-Qur’an dan As Sunah. Termasuk dalam pengaturan kepemilikan dan pengelolaan tanah.
Adapun kepemilikan pemanfaatan tanah dalam Islam dibagi menjadi tiga yaitu kepemilikan pribadi, milik umum, dan milik negara. Kepemilikan umum akan membatasi seorang individu menguasai tanah yang manfaatnya untuk masyarakat umum tanpa terkecuali. Misalkan jalan, lapangan, hutan, taman, lahan yang memiliki sumber daya mineral dan lain-lain. Negara hanya sebagai pelaksana pengelolaannya saja. Sedangkan kepemilikan negara merupakan eksklusifitas yang diberikan oleh syariat yang hak pemanfaatannya di tangan negara. Di dalamnya termasuk pemanfaatan tanah untuk terselenggaranya pemerintahan negara. Sedangkan pengelolaannya langsung di urus oleh negara. Dengan demikian negara memiliki kewenangan penuh dalam pengambilan kebijakan sesuai syariat Islam, tanpa intervensi dari pihak mana pun. Adapun pemenuhan fasilitas umum misal sarana prasarana kesehatan maupun pendidikan boleh didirikan oleh individu namun akan tetap di bawah pengawasan negara. Dengan demikian negara memastikan bahwa pemanfaatan tanah adil untuk seluruh masyarakat.
Dalam Islam tidak mengenal feodalisme yang memungkinkan kepemilikan didominasi orang-orang kaya saja. Islam hanya mengenal sistem distribusi kekayaan yang adil untuk seluruh masyarakat. Bahkan apabila seorang memiliki tanah yang menganggur selama 3 tahun maka negara berhak mengambil tanah tersebut untuk dimanfaatkan untuk kemaslahatan umat. Itulah sistem Islam, selalu mementingkan masyarakatnya dan negara sebagai penyelenggara pengurusan masyarakat harus sesuai dengan hukum syariat. Sehingga keadilan akan tegak dan jauh dari kezaliman.
Wallahu A’lam Bish Shawab.
Views: 13
Comment here