Surat Pembaca

Rumah Gratis untuk Rakyat, Mungkinkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA— Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merencanakan adanya cicilan rumah sangat rendah bagi Generasi Z yang termasuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Hal itu disampaikan Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo dalam dialog interaktif terkait program 3 juta rumah yang digelar di Menara BTN, Jakarta, Jumat (29/11/2024). Adapun cicilan sangat rendah itu bisa diterapkan dalam skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) atau skema kredit jangka panjang dengan tenor 30 tahun.

Mendagri Tito Karnavian mengatakan, berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) bahwa masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang berhak menikmati fasilitas program 3 juta rumah rakyat ialah memiliki pendapatan maksimal Rp7 juta bagi yang belum menikah. Sedangkan, bagi kelompok masyarakat sudah menikah memiliki maksimal pendapatan Rp8 juta per bulan.

Sementara itu, sumber dana untuk program ini akan melalui beberapa instrument, seperti program Tapera, Bank Tabungan Negara (BTN), dan perusahaan pelat merah, PT Sarana Multigriya Finansial (SMF). Selain itu juga disebut akan menggandeng pemerintah daerah (Pemda) untuk pembangunan 1 juta unit hunian di kota. Adapun untuk pembangunan 2 juta unit di desa, akan dikerjakan sektor BUMDes, Koperasi, dan UMKM. Namun seperti yang telah kita ketahui program tapera sendiri saat ini menjadi polemik di tengah masyarakat.

Sebenarnya apabila negara dapat mengelola berbagai sumber daya alam secara benar, memungkinkan untuk memberikan rumah secara gratis bagi rakyat miskin yang membutuhkan. Mengingat sumber daya alam di negeri ini melimpah. Hanya saja, sebagian besar SDA dikuasai asing. Jika mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 Ayat (2) dan (3) secara tegas diatur bahwa segala bentuk usaha yang diperoleh dari kekayaan alam Indonesia harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Sejatinya negara wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan rumah pada masyarakat. Sulitnya kepemilikan rumah sejatinya akibat distribusi kepemilikan harta yang timpang sehingga segelintir orang bisa punya banyak rumah, sedangkan yang lainnya tidak punya rumah. Ketimpangan ini karena kapitalisme menganut liberalisme ekonomi yang melegalkan para pengusaha bermodal besar untuk menguasai tanah seluas-luasnya. Negara bahkan memberikan kemudahan dan insentif pada perusahaan properti sehingga mereka leluasa menguasai tanah seluas apa pun.

Sebaliknya, rakyat kecil kesulitan memiliki rumah. Bagi mereka, membeli satu rumah saja butuh biaya yang sangat besar, begitu juga dengan membangun rumah. Harga tanah dan material seperti semen, batu, bata, pasir, kayu, dan cat melejit tinggi. Penerapan sistem ekonomi kapitalisme menyebabkan harga rumah, tanah, dan material bahan bangunan sangat mahal.

Hal yang terjadi dilapanganpun, ditemukan beberapa kasus bahwa banyak rumah bersubsidi yang terjual bukan kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang telah ditetapkan sebagai target sasaran. Pengamat Ekonomi dan Properti dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Ariyanto Adhi Nugroho menyebut, masih banyak pembeli rumah subsidi yang bertujuan meraup keuntungan besar melalui program pemerintah terhadap masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Adapun rumah murah yang menjadi program pemerintah ternyata kualitas bangunan tidak bagus dan mudah rusak. Lokasinya juga jauh dari tempat kerja sehingga pekerja akan menghabiskan dana besar untuk biaya transportasi. Wajar jika akhirnya rumah tersebut banyak kosong dan terbengkalai. Alhasil, program rumah murah tidak bisa menyolusi masalah kebutuhan rumah.

Fenomena ini akan terus terjadi selama tata kelola perumahan rakyat diatur oleh kapitalisme. Belum lagi diperkuat dengan penerapan konsep good governance yang membuat negara kehilangan visi riayah, khususnya dalam hal mengurusi rakyat yang membutuhkan tempat tinggal.

Yasyirah, S.P.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here