Surat Pembaca

Rusaknya Demokrasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Ustadzah Hj. Lathifah M.L.

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Seorang imam di Masjid Al-Muhajir, Kecamatan Buahbatu, Kota Bandung, menjadi korban pelecehan verbal dan fisik dari seorang warga negara asing (WNA) berinisial MBCAA (48). Kejadian ini terjadi ketika imam masjid sedang menyetel lantunan ayat suci Al-Qur’an atau murrotal (https://kalbar.harianhaluan.com 30/04/2023).

Pada Jumat 28 April malam, seorang bule asal Australia yang mengenakan topi, berkaos hitam berlengan panjang, dan bercelana hijau panjang masuk ke dalam masjid. Tanpa permisi, bule tersebut langsung menghampiri mimbar masjid dan mematikan telepon genggam milik imam masjid yang sedang memutar lantunan ayat suci Al-Qur’an atau murrotal. Tidak sampai 24 jam, jajaran Polrestabes Bandung berhasil menangkap warga negara asing (WNA) yang viral karena meludahi seorang imam masjid di masjid wilayah Kota Bandung, Jawa Barat.

Inilah borok demokrasi. Menuhankan kebebasan yang mencederai umat Islam. Kebebasan dijunjung tinggi bahkan dijamin oleh negara, termasuk dalam kebebasan berpendapat. Namun nyatanya, kebebasan berpendapat ini pun berstandar ganda.

Lihatlah betapa mudahnya siapa saja untuk melecehkan, menghina, dan menista ajaran Islam dan ulamanya. Seolah mereka terus dibiarkan menyakiti umat Islam, bahkan dijaga. Namun tidak demikian jika para tokoh dan ulama yang mereka cap radikal bersuara. UU ITE kerap dilayangkan hingga berakhir dijeruji besi.

Inilah kebebasan yang dijamin oleh penguasa, kebebasan yang sejalan dengan kepentingan Barat, yakni mencitraburukkan Islam dan umatnya, melanggeng islamofobia, dan menghadang tegaknya kebangkitan politik Islam di tengah umat. Alhasil, pelecehan, penghinaan, dan penistaan terhadap Islam dan umatnya terus saja bergulir.

Pesimis rasanya menuntaskan seabrek kasus penghinaan agama selama berada dalam naungan demokrasi. Makin pesimis, karena penerapan demokrasi nyata melahirkan hukum yang tak memenuhi rasa keadilan dan menimbulkan efek jera. Tidak heran, jika pelaku penistaan agama pun terus bebas bersuara bahkan dibela.

Alhasil, umat membutuhkan sistem alternatif yang tidak hanya mencegah, tetapi juga menuntaskan berbagai kasus penghinaan agama. Sistem ini tidak lain adalah sistem Islam yang terapkan secara komprehensif dalam bingkai negara.

Penerapan Islam secara komprehensif niscaya mencegah siapa saja, baik muslim maupun nonmuslim, untuk memperolok dan menistakan agama. Sebab, sistem Islam memiliki mekanisme preventif dan kuratif dalam membentengi rakyat dari upaya penghinaan agama, mulai dari ranah individu hingga negara.

Dalam sistem Islam, khalifah atau pemimpin kaum Muslimin akan mengambil sikap tegas dalam menghukum para penista agama. Tidak ada ruang kompromi atau bahkan bersikap lentur kepada para penista tidak peduli berasal dari kalangan mana. Ini dilakukan sebagai bentuk menjaga kehormatan agama (hifzul ad-diin).

Bagi yang menghina secara tidak sengaja atau langsung baik hanya lelucon atau meremehkan maka hukumannya adalah dihukum mati. Berbeda halnya dengan mereka yang dipaksa melakukan penghinaan tapi hatinya tetap beriman maka mereka lepas dari hukuman.

Jika pelakunya orang kafir harby (membenci Islam dan memerangi Islam), bukan hanya terkena hukuman, namun lebih dari itu harus ditegakkan hukum perang (jihad). Negara Islam harus mengumumkan perang kepada kafir harby penghina islam.

Jika pelakunya kafir dzimmi (kafir yang hidup dalam negara Islam) maka ditegakkan hukum mati karena atas mereka sudah tidak ada lagi dzimah (perlindungan) jadi mereka dibunuh karena kekafiran mereka apalagi status dzimah tidak menghalangi ditegakkannya hadd atas mereka.

Jika pelakunya muslim maka mereka juga dijatuhi hukuman mati, namun para ulama berbeda pendapat apakah karena pelanggaran atas hadd atau karena kukufuran atau murtad. Jika termasuk salah satu pelanggaran hudud Allah maka pertaubatannya tidak diterima (pendapat Malilkiyyah). Namum jika dihukumi murtad (riddah) maka diberlakukannya dihukum mati berbagai murtad dan pertaubatannya diterima (pendapat Syafiiyyah).

Inilah sistem solutif yang sejatinya dibutuhkan umat hari ini. Sebuah sistem yang tidak hanya menghentikan kasus penghinaan agama, tetapi juga menuntaskan segala problematika umat manusia.***

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here