Opini

Rusaknya Kesehatan Mental dalam Sekularisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Vikhabie Yolanda Muslim

wacana-edukasi.com, OPINI-– Angka suicide rate atau tingkat bunuh diri di Bali menjadi yang paling tinggi di Indonesia. Data Pusat Informasi Kriminal Indonesia (Pusiknas) Polri menyebut laporan kasus bunuh diri di Bali sepanjang 2023 angkanya mencapai 3,07. Suicide rate atau tingkat bunuh diri dihitung berdasarkan jumlah kasus bunuh diri dibandingkan dengan jumlah penduduk. Berdasarkan data Pusiknas Polri, pada 2023 ada 135 kasus bunuh diri di Bali yang dilaporkan. Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk yang berkisar 4,3 juta jiwa, angka tersebut tergolong tinggi (cnnindonesia.com, 02/07/2024).

Fenomena bunuh diri di masyarakat ini semakin mengkhawatirkan. Hal ini pun sebenarnya juga disadari oleh pemerintah. Seperti pernyataan Sekretaris Daerah Provinsi Bali, Dewa Indra, yang mengatakan bahwa Pemprov Bali Berencana untuk menyediakan program konseling bagi masyarakat jika dirasa diperlukan. Namun masalahnya, tidak ada yang dapat mengetahui seseorang akan bunuh diri. Ia juga mengakui bahwa Pemprov Bali belum memiliki program yang spesifik untuk mengatasi persoalan ini. Selain Bali, angka bunuh diri juga cukup tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta yang menempati peringkat kedua jumlah tingkat bunuh diri sebesar 1,58, disusul Provinsi Bengkulu, dengan angka suicide sebesar 1,53 (cnnindonesia.com, 02/07/2024).

Trend bunuh diri yang kini semakin menyebar di masyarakat, jelas tidak bisa hanya disebut sebagai sekedar “problem individu”. Trend bunuh diri menggambarkan betapa buruknya mentalitas masyarakat. Seorang cendekiawan muslim, Ustad Ismail Yusanto pernah mengatakan bahwa mentalitas adalah ketahanan di dalam penderitaan, yakni ketahanan di dalam menjalani kesulitan saat berusaha, dan ketahanan untuk menghadapi tantangan. Mentalitas sejatinya merupakan faktor internal yang mempengaruhi seseorang dalam hidup. Mentalitas yang lemah, dihasilkan dari cara pandang yang salah atas kehidupan atau akidah.

Lantas hari ini yang kita saksikan bahwa pandangan hidup yang dijadikan pedoman adalah akidah sekularisme. Yakni cara pandang yang memisahkan peran agama dari kehidupan. Karena itu wajar terjadi krisis keimanan, sehingga mental masyarakat menjadi sakit dan rendah. Semua itu makin diperparah karena sekularisme melahirkan paham kapitalisme yang merupakan ideologi materialistik untuk mengatur kehidupan.

Masyarakat yang sakit ini, mau tidak mau juga harus menghadapi standar kemuliaan hidup yang dinilai dari materi. Baik itu berupa keleluasaan hidup, jabatan, kemewahan, dan sebagainya. Kemudian mereka juga harus menghadapi negara yang abai terhadap kebutuhan rakyatnya, yakni lapangan pekerjaan susah, inflasi, kebutuhan pokok semakin mahal, PHK dan masih banyak lagi. Akhirnya masyarakat semakin sakit dan menjadikan bunuh diri sebagai solusi.

Lantas jika dunia sudah semakin sakit, bukankah penderitaan akibat sekularisme-kapitalisme ini harus diakhiri? Lalu bagaimanakah caranya? Maka dari sudut pandang Islam sebagai aturan hidup, tentu saja dengan senantiasa mendakwahkan Islam sebagai akidah siyasiyah di tengah-tengah masyarakat.

Perlu untuk kita semua pahami, bahwa Islam bukan sekedar agama ritual yang hanya cukup dijalankan melalui ibadah personal seperti salat, puasa, zakat, dan haji. Syaikh Taqiyuddin an Nabhani dalam kitab Nidzamul Islam menjelaskan, bahwa Islam adalah mabda’ (ideologi) yang lahir dari akidah Islam. Akidah Islam menyatakan bahwa satu-satunya pencipta (al-Khaliq) dan pengatur (al-Mudabbir) hanyalah Allah. Akidah ini harus dipahami dengan kerangka berpikir yang benar, hingga manusia dapat memahami bahwa dia harus taat kepada Allah dan harus menjalankan semua syariat-Nya. Diantara bentuk ketaatan itu ialah seseorang bisa bersabar, ikhlas, istiqomah, dan qana’ah menerima apapun yang ia terima. Karena hal ini sebagai bentuk sadar bahwa ini semua bagian dari hidup yang pasti ada ujian yang ditemui.

Dalam surat al-Mulk Allah telah memberikan gambaran mindset dalam firman-Nya yang artinya, “Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya”. Dengan memahami mindset ini, seorang manusia akan memiliki mentalitas yang luar biasa kuat. Sebagai bukti dan contoh terbaik adalah para sahabat Rasulullah SAW dalam menjalani kehidupannya.

Ialah Bilal bin Rabah, begitu kuat menahan siksaan dari majikannya Umayyah bin Khalaf ketika mempertahankan keimanannya. Keputusan tersebut tidaklah mudah bagi beliau yang hanya seorang budak. Begitu juga dengan Abdurrahman bin Auf. Kekayaan yang dia miliki, tidak menggelapkan hatinya untuk menerima cahaya Islam. Padahal keputusan beliau untuk masuk Islam juga bukanlah perkara yang mudah. Inilah contoh nyata sosok-sosok manusia bermental tangguh, karena telah memahami akidah Islam dengan benar.

Dalam Islam, untuk menanamkan akidah yang benar seperti ini, dibutuhkan juga peran yang tak terlepas dari peran negara. Sebab, negara pula yang memiliki kekuatan untuk mengatur rakyatnya. Negara di bawah kepemimpinan Islam, akan menerapkan sistem pendidikan Islam untuk mencetak generasi yang berkepribadian Islam. Sistem pendidikan Islam juga berlaku bagi warga negara yang non muslim. Tujuannya ialah agar mereka memahami cara berpikir yang benar atas hakikat kehidupan.

Lalu, negara juga akan menjamin kesejahteraan warga negara dari segi ekonomi. Jaminan ini wajib dilakukan negara karena perintah syariat. Masyarakat dipermudah untuk mendapatkan pekerjaan sehingga mereka mudah memenuhi kebutuhan pokok mereka. Begitu pula dengan kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan akan disediakan gratis oleh negara. Dengan begitu, masyarakat akan terhindar dari kemiskinan struktural.

Kemudian, negara juga akan menjaga akidah warga negaranya. Media-media yang menyebarkan ide selain Islam seperti sekularisme beserta turunannya, akan dihilangkan. Media berfungsi sebagai sarana edukator, untuk meningkatkan taraf berpikir masyarakat. Tentu tidak akan ditemukan konten-konten yang menjadi sarana inspirasi masyarakat untuk berbuat keji seperti bunuh diri.

Ketika individu dan masyarakat memiliki akidah dengan benar, kemudian ada support system dari negara, kondisi seperti ini serta merta akan menutup maraknya trend bunuh diri masyarakat. Bukankah sistem kehidupan seperti ini yang kita idamkan?

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here